Monday, May 19, 2014

WEST PAPUA AND NKRI


Class Review 10
WEST PAPUA AND NKRI
(Mahromul Fadlillah)
Dear my class review, Jum’at 09 Mei 2014 adalah hari keramat yang tiap detiknya harus dinikmati dengan sebaik-baiknya jiwa dan raga.  Dimulai pukul 07.30 a.m.   Mahasiswa-mahasiswi PBI-D berkumpul di ruang 46 lantai 3 untuk menuntut ilmu dalam mata kuliah writing and conversation 4.  Mata kuliah yang dibimbing oleh Mr.Lala Bumela bukanlah mata kuliah datang duduk manis dan pulang, mata kuliah ini adalah petualangan.  Petualangan mahasiswa dalam mencari dan meneroka ceruk-ceruk baru.

Target petualangan kali ini adalah membuat argumentative essay tentang West Papua, haruskah West Papua terintegrasi kepada NKRI ataukah merdeka memisahkan diri dengan NKRI.  Dalam argumentative essay, harus terdapat GIST, atau disebut juga benang merah.  Konten dalam argumentative essay harus mengandung:
ü  REASONING
ü  DEFINITE EVIDENCE
ü  WORKING THESIS
            Thesis adalah kalimat pertama pada paragraf awal essay argumentatif, thesis adalah embrionya essay.  Jika embrionya hebat dan kuat maka selanjutnya akan berkembang dan tidak mati.  Sekedar pengingat bahwa rumus sederhana thesis statement terdiri dari Opini+Reason, harus diawali dengan statement keberpihakan kita, for or against.  Opini (Seharusnya) + Reason (Karena).  Essay argumentatif berisi tentang keberpihakan kita mengenai sesuatu didukung oleh data-data dan bukti-bukti yang ada.   Essay argumentatif bukanlah sekedar omong kosong, keberpihakan kita muncul setelah kita mengetahui data-data perbandingan antara pro dan kontra.
            Essay argumentatif berasal berasal dari teks yang telah ada dan kemudian kita membuatnya kembali dengan “Produce by yourself”, di sinilah terjadi proses hubungan teks yang disebut intertextuality.

 Critical literacy berhubungan dengan critical linguistic:  Linguistik kritis (critical linguistics) merupakan kajian ilmu bahasa yang bertujuan mengungkap relasi-relasi antara kuasa tersembunyi (hidden power) dan prosesproses ideologis yang muncul dalam teksteks lisan atau tulisan (Crystal, 1991:90).
Linguistik kritis amat relevan digunakan untuk menganalisis fenomena komunikasi yang penuh dengan kesenjangan, yakni adanya ketidaksetaraan relasi antarpartisipan, seperti komunikasi dalam politik, relasi antara atasan-bawahan, komunikasi dalam wacana media massa, serta relasi antara laki-laki dan perempuan dalam politik gender. Menurut Fowler (1996:5), model
linguistik itu sangat memerhatikan penggunaan analisis linguistik untuk membongkar misrepresentasi dan diskriminasi dalam pelbagai modus wacana publik.
Beberapa pandangan Halliday yang berpengaruh terhadap pengembangan linguistik kritis dipaparkan berikut:  Pandangan instrumental Halliday menjadi landasan pengembangan linguistik kritis.  Linguistik kritis lahir dari tulisan-tulisan dalam Language and Control (Fowler et al.,1979) yang di dalamnya berisi sejumlah deskripsi linguistik instrumental.  Pandangan instrumental Halliday juga tampak pada pandangan Fowler tentang fungsi klasifikasi bahasa. Dunia tempat hidup manusia bersifat kompleks dan secara potensial membingungkan (Fowler, 1986:13). Menghadapi dunianya yang kompleks, manusia melakukan proses kategorisasi sebagai bagian dari strategi umum untuk menyederhanakan dan mengatur dunianya itu. Manusia tidak menggunakan secara langsung dunia objektif, tetapi menghubungkannya melalui sistem klasifikasi dengan menyederhanakan fenomena objektif dan membuatnya menjadi sesuatu yang dapat dikelola.  Yang menjadi persoalan adalah bahwa klasifikasi sering memunculkan hasil yang bersifat alamiah (natural). Untuk selanjutnya, anggota masyarakat memperlakukannya sebagai asumsi-asumsi sebuah kebenaran yang tanpa pembuktian serta mempercayainya sebagai akal sehat atau pengetahuan umum (common-sense). Semuanya dipandang sebagai sebuah kebenaran begitu saja. Kata-kata seperti pandangan dunia , teori , hipotesis , atau ideologi sering dianggap sebagai akal sehat.
Pada pertemuan kali ini Mr.Lala Bumela mengecek tugas outline argumentative essay kami satu per satu, dari mulai Thesis, kemudian point-point pada body atau content.  Hal yang dikritik Mr.Lala pada outline argumentative essay yang saya buat adalah:
1.      Thesis Statement atau working thesis
Saya menulis “West Papua is a precious asset that must be kept from exelent thief”.  Kemudian Mr.Lala menandai kata asset dan exelent thief, lalu Beliau bertanya tentang asset apa yang harus dilindungi dan siapa exelent thief tersebut?  Saya menjawab bahwa asset itu adalah kekayaan alam yang dimiliki Papua seperti gunung emas, ladang uranium dan lainnya.  Exelent thief adalah negara-negara super power yang mempunyai politic cerdas untuk mengambil kekayaan Indonesia tanpa merk “Menjajah”, mereka adalah Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Belanda yang ingin merebut Papua dari NKRI dan mengeksploitasi sumber daya alam yang berlimpah di tanah Papua, tindakan tersebut menjadikan negara-negara kaya tersebut makin kaya dan berkuasa.  Namun Mr.Lala mengomentari pendapat Saya bahwa jangan memfokuskan sumber daya alam Papua karena itu seperti halnya Saya mencari suami karena kekayaannya dan meninggalkannya saat ia jatuh miskin, itu disebut matrealistis.  Mr.lala menambahkan seharusnya Thesis statement berbunyi ”.....West Papua must be kept for three reasons”
2.      Dalam konten, seharusnya membahas tentang history, history pausenya dianalisis.  Apa yang terjadi di Papua sebelum tahun 1945, kemudian apa yang terjadi antara tahun 1945 sampai 1960 dan dari tahun 1960 sampai sekarang.  Kita harus mencari tahu apa saja aset atau hal istimewa yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun, kita harus mencari tahu kenapa Belanda lama menetap di Papua padahal Indonesia sudah merdeka dari tahun 1945.  Kita harus bisa menghubung-hubungkan satu kejadian ke kejadian lainnya, contohnya mencari tahu sebab akibat dari sering terjadinya pergantian kabinet pada masa orde lama.
Dan inilah sekilas tentang kejadian-kejadian yang terjadi di indonesia:
Sejak 1828      : Irian Barat merupakan koloni dari Belanda.
1949                :Kedaulatan pindah ke tangan Indonesia
1960-an           : belanda mempersiapkan papua untuk merdeka
Februari 1961    : dilakukan pemilihan untuk West New Guinea Council, sebuah langkah penting menuju suatu pemerintahan sendiri
1961                : TRIKORA
Februari 1961  : pemilihan West New Guinea Council (langkah membentuk pemerintahan sendiri)
19 okt 1961     :  Anggota dewan mengadakan KRP  (kongres rakyat papua ) pertama, menghasilkan manifesto kemerdekaan. (Manifesto itu mengadopsi bendera Bintang Fajar atau bendera Bintang Kejora sebagai simbol nasional, dan menyetujui nama negara Papua Barat, menamakan rakyatnya sebagai rakyat Papua serta juga lagu kebangsaannya)
1 desem 1961  : simbol-simbol kedaualatan Papua barat diresmikan di hadapan belanda.  Diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua.
1962                            : Perjuangan bersenjata pecah antar Indonesia dan Belanda di pantaiBarat Irian.
15 Agus 1962 : perjanjian damai antara Indonesia (Subandrio) dan Belanda (JH van Roijen) dengan mediator damainya Elsworth Bunker. Perjanjian ini dikenal dengan nama perjanjian New York Agreement (masa depan Ppua Barat).
1 okt 1962       :Dibawah perjanjian, Belanda  menyerahkan pemerintaha Irian ke UNTEA, Eksekutif PBB.
28 Juli 1965    : berdirinya OPM
1967                : Freeport
1969                : PEPERA
                        : Act for Free Choice (Tindakan Pilihan Bebas)
Mei 1998         :reformasi
Mei/Juni 2000 : KRP ke-2 dilaksanakan menghasilkan penolakan atas isi dari Pepera
2001                :Papua menerima otonomi khusus dari pemerintah indonesia, namun ditolak oleh warga Papua
13 Juni 2001   : Peristiwa Wasior (aksi masyarakat menuntut ganti rugi atas hak ulayat yang rampok oleh perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
Juli 2011         : Konferensi perdamaian diselenggarakan oleh Jaaringan Papua Damai menghasilkan serangkaian “Inddikator Papua Tanah Damai” dibidang politik, HAM, ekonomi &lingkungan serta keamanan.
Oktober 2011  : KPR ke 3 (untuk membahas hak-hak dasar mereka dan berakhir dengan pernyataan bahwa Papua Barat telah merdeka sejak tahun 1961.)

Papua Barat menolak isi PEPERA dan menginginkan kemerdekaan alias terlepas dari Indonesia yang merdeka pada tahun 1945.  Itu berarti Papua menganggap bahwa Indonesia menjajah tanah Papua, papua merasa terjajah oleh ibundanya sendiri.  Asumsi yang didapat warga Papua tentang mana tokoh protagonis dan mana tokoh antagonis dipengaruhi oleh media.  Rumor-rumor yang dihasilkan media dapat menghasilkan ketakutan.  Noam Chomsky dalam bukunya Politik Kuasa Media mengungkapkan bahwa: “Fakta di media massa hanyalah hasil rekonstruksi dan olahan para pekerja edaksi.  Sulit untuk dapat mengatakan bahwa apa yang mereka tulis adalah fakta yang sebenarnya.”


Noam Chomsky – “10 Strategies of Manipulation” by the MEDIA
1. The strategy of distraction
The primary element of social control is the strategy of distraction which is to divert public attention from important issues and changes determined by the political and economic elites, by the technique of flood or flooding continuous distractions and insignificant information. distraction strategy is also essential to prevent the public interest in the essential knowledge in the area of the science, economics, psychology, neurobiology and cybernetics. ‘Maintaining public attention diverted away from the real social problems, captivated by matters of no real importance. Keep the public busy, busy, busy, no time to think, back to farm and other animals (quote from text Silent Weapons for Quiet War ).’
Strategi Pengganggu/Pengalihan Isu
Elemen utama dari kontrol sosial adalah strategi gangguan, yaitu untuk mengalihkan perhatian publik dari isu-isu penting dan perubahan yang ditentukan oleh elit politik dan ekonomi, dengan teknik banjir, atau banjir gangguan terus menerus, dan informasi yang tidak signifikan. Strategi gangguan juga penting untuk mencegah minat publik dalam pengetahuan penting di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, psikologi, neurobiologi dan cybernetics.  “Mempertahankan perhatian publik yang dialihkan jauh dari masalah sosial yang nyata, sehingga terpikat oleh hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Menjaga waktu sibuk, sibuk, sibuk, tidak ada kesempatan untuk berpikir, kembali ke peternakan dan binatang lainnya…”
Inilah yang menjadi salah satu unsur terpenting dari kontrol sosial yaitu strategi penebaran gangguan yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian publik dari isu-isu penting. Strategi penebaran gangguan sangat penting untuk menjaga agar masyarakat lebih berfokus pada isu-isu “kacangan” sehingga melupakan isu-isu krusial yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan rakyat.
2. Create problems, then offer solutions
This method is also called ‘problem -reaction- solution.’ It creates a problem, a ‘situation’ referred to cause some reaction in the audience, so this is the principal of the steps that you want to accept. For example: let it unfold and intensify urban violence, or arrange for bloody attacks in order that the public is the applicant‟s security laws and policies to the detriment of freedom. Or: create an economic crisis to accept as a necessary evil retreat of social rights and the dismantling of public services.
Buat Masalah, Kemudian Tawarkan Solusi atau Manajemen Konflik
Metode ini juga disebut “masalah-reaksi-solusi.” Ini menciptakan masalah, “sebuah situasi” yang disebut menyebabkan beberapa reaksi pada penonton, jadi ini adalah pokok dari langkah-langkah yang ingin Anda terima. Misalnya: biarkan terungkap dan mengintensifkan kekerasan perkotaan, atau mengatur serangan berdarah agar masyarakat adalah pemohon hukum keamanan dan kebijakan yang merugikan kebebasan. Atau: menciptakan krisis ekonomi untuk menerima sebagai retret kejahatan yang diperlukan hak-hak sosial dan pembongkaran masalah pelayanan publik.
Menciptakan masalah yang dapat menyebabkan rakyat “mengemis” memohon pertolongan pada pemerintah sudah tidak menjadi hal baru, Hampir semua pemerintahan di dunia melakukan hal seperti ini. Pemerintah menjadi “sinterklas” bagi masalah yang dibuatnya sendiri.
3. The gradual strategy acceptance to an unacceptable degree, just apply it gradually, dropper, for consecutive years.
That is how they radically new socioeconomic conditions (neoliberalism) were imposed during the 1980s and 1990s: the minimal state, privatization, precariousness, flexibility, massive unemployment, wages, and do not guarantee a decent income, so many changes that have brought about a revolution if they had been applied once.
Strategi Bertahap
Penerimaan pada tingkatan yang tidak dapat diterima, hanya dengan menerapkannya secara bertahap, tahan selama bertahun-tahun dan berturut-turut. Itulah bagaimana mereka memberlakukan kondisi sosial ekonomi baru (neoliberalisme) secara radikal, selama tahun 1980 dan 1990: negara minimal, privatisasi, kerawanan, fleksibilitas, pengangguran besar-besaran, upah, dan tidak menjamin pendapatan yang layak, begitu banyak perubahan yang telah membawa revolusi jika mereka telah diterapkan sekaligus.
4. The strategy of deferring
Another way to accept an unpopular decision is to present it as ‘painful and necessary,’ gaining public acceptance, at the time for future application. It is easier to accept that a future sacrifice of immediate slaughter. First, because the effort is not used immediately. Then, because the public, masses, is always the tendency to expect naively that ‘everything will be better tomorrow’ and that the sacrifice required may be avoided. This gives the public more time to get used to the idea of change and accept it with resignation when the time comes.
StrategiMenunda 
Cara lain untuk dapat menerima keputusan yang tidak populer adalah untuk menampilkan bahwa hal itu sebagai sesuatu yang “menyakitkan dan perlu”, akan mendapatkan penerimaan publik, pada saat  penerapannya di masa depan. Lebih mudah untuk menerima bahwa pengorbanan masa depan daripada pembantaian segera. Pertama, karena upaya itu tidak digunakan segera. Kemudian, karena masyarakat, massa, selalu kecenderungan untuk mengharapkan naif bahwa “segala sesuatu akan lebih baik besok” dan bahwa pengorbanan yang diperlukan mungkin bisa dihindari. Hal ini memberikan lebih banyak waktu bagi masyarakat untuk membiasakan diri dengan gagasan perubahan dan menerimanya dengan pasrah ketika saatnya tiba.
5. Go to the public as a little child
Most of the advertising to the general public uses speech, argument, people and particularly children‟s intonation, often close to the weakness, as if the viewer were a little child or a mentally deficient. The harder one tries to deceive the viewer look, the more it tends to adopt a tone infantilising. Why? ‘If one goes to a person as if she had the age of 12 years or less, then, because of suggestion, she tends with a certain probability that a response or reaction also devoid of a critical sense as a person 12 years or younger (seeSilent Weapons for Quiet War).
Pergi ke Publik Seperti Seorang Anak Kecil 
Sebagian besar iklan untuk masyarakat umum menggunakan pidato, argumen, orang dan khususnya intonasi anak-anak, sering dekat dengan kelemahan, seolah-olah penonton adalah anak kecil atau cacat mental. Yang lebih keras mencoba untuk menipu pandangan penonton, semakin ia cenderung untuk mengadopsi nada infantilizing (kekanak-kanakan). Mengapa? “Jika seseorang pergi kepada seseorang seolah-olah dia usia 12 tahun atau kurang, maka, karena saran, ia cenderung dengan probabilitas tertentu yang respon atau reaksi juga tanpa rasa kritis sebagai pribadi 12 tahun atau lebih muda. (kutipan dari buku Silent Weapons for Quiet War).
Anak-anak adalah symbol pihak yang lemah, rentan disakiti dan senantiasa menjadi korban. Strategi seperti inilah yang sangat sering diterapak oleh esbeye dalam mencari simpati rakyat ;) . Dia selalu muncul seakan-akan sebagai figur lemah dan teraniaya padahal dia sedang menjalankan program peningkatan citra dan simpati rakyat.
6. Use the emotional side more than the reflection
Making use of the emotional aspect is a classic technique for causing a short circuit on rational analysis , and finally to the critical sense of the individual. Furthermore, the use of emotional register to open the door to the unconscious for implantation or grafting ideas, desires, fears and anxieties, compulsions, or induce behaviors …
Lebih Menggunakan Sisi Emosional dari Sekadar Refleksi 
Memanfaatkan aspek emosional adalah teknik klasik untuk menyebabkan arus pendek pada analisis rasional, dan akhirnya ke arti penting individu. Selanjutnya, penggunaan emosional mendaftar untuk membuka pintu ke alam bawah sadar untuk implantasi atau okulasi ide, keinginan, ketakutan dan kecemasan, dorongan, atau mendorong perilaku …
7. Keep the public in ignorance and mediocrity
Making the public incapable of understanding the technologies and methods used to control and enslavement. ‘The quality of education given to the lower social classes must be the poor and mediocre as possible so that the gap of ignorance it plans among the lower classes and upper classes is and remains impossible to attain for the lower classes (See Silent Weapons for Quiet War ).’
Jauhkan Masyarakat Dalam Kebodohan dan Biasa-biasa Saja 
Membuat publik tidak mampu memahami teknologi dan metode yang digunakan untuk mengontrol dan memperbudak. “Kualitas pendidikan yang diberikan kepada kelas-kelas sosial yang lebih rendah harus menjadi miskin dan biasa-biasa saja mungkin, sehingga kesenjangan ketidaktahuan pihaknya berencana di kelas bawah dan kelas atas adalah dan tetap tidak mungkin dicapai untuk kelas bawah (Lihat buku Silent Weapons for Quiet War).
Membuat rakyat tidak dapat mengakses pendidikan dan teknologi yang sebenarnya dapat berfungsi untuk mengontrol pemerintahan dan pembodohan yang mereka lakukan. Rakyat harus dibiasakan dan dipertahankan rasa puasnya pada kondisi keterbelakangan mereka sehingga protes yang dilakukan hanya pada hal-hal sepele.
8. To encourage the public to be complacent with mediocrity
Promote the public to believe that the fact is fashionable to be stupid, vulgar and uneducated…
Mendorong Masyarakat untuk Puas Dengan Kondisi Yang Biasa-biasa Saja 
Promosikan kepada masyarakat untuk percaya bahwa faktanya menjadi bodoh, vulgar dan tidak berpendidikan adalah sesuatu yang modis…
9. Self-blame Strengthen
To let individual blame for their misfortune, because of the failure of their intelligence, their abilities, or their efforts. So, instead of rebelling against the economic system, the individual autodesvalida and guilt, which creates a depression, one of whose effects is to inhibit its action. And, without action, there is no revolution!
Memperkuat Perasaan Menyalahkan Diri Sendiri 
Membiarkan masyarakat menyalahkan kemalangan mereka secara pribadi, karena kegagalan kecerdasan mereka, kemampuan mereka, atau usaha mereka. Jadi, ketimbang memberontak melawan sistem ekonomi, namun ketidakmampuan diri sendiri dan rasa bersalahlah, yang menciptakan depresi, salah satu yang efeknya bisa menghambat aksi. Maka, tanpa aksi, tidak akan ada revolusi!
Dengan penerapan strategi seperti ini maka rakyat akan terbiasa dan menjadi “nrimo” atas nasib mereka.  Kesuksesan dan kegagalan bukan karena ulah sistem ekonomi dan politik yang diterapkan, akan tetapi kegagalan hanya oleh ulah diri sendiri. Ditambah lagi dengan propaganda dari “orang alim dan orang pintar istana” agar kita membiasakan diri berfikir positif pada pemerintah. Tak ada yang salah dalam sistem pemerintahan yang ada sekarang…… so what?
10. Getting to know the individuals better than they know themselves
Over the past 50 years, advances of accelerated science has generated a growing gap between public knowledge and those owned and operated by dominant elites. Thanks to biology, neurobiology and applied psychology, the ‘system’ has enjoyed a sophisticated understanding of human beings, both physically and psychologically. The system has gotten better acquainted with the common man more than he knows himself. This means that, in most cases, the system exerts greater control and great power over individuals, greater than that of individuals about themselves.”
Mengenal Individu Lebih Baik dari pada yang Mereka Ketahui Tentang Diri Mereka Sendiri 
Selama 50 tahun terakhir, kemajuan ilmu pengetahuan yang dipercepat telah menghasilkan kesenjangan yang tumbuh antara pengetahuan umum dan pengetahuan yang dimiliki dan dioperasikan kelompok elit yang dominan. Berkat biologi, neurobiologi dan psikologi terapan, “sistem” telah menikmati pemahaman yang canggih dari manusia, baik secara fisik maupun psikologis. Sistem ini telah menjadi lebih baik mengenali orang-orang biasa, bahkan lebih dari dia tahu dirinya sendiri. Ini berarti bahwa, dalam banyak kasus, sistem menggunakan kontrol yang lebih besar dan kekuasaan besar atas individu, lebih besar dari individu tentang diri mereka sendiri.
Jelaslah bahwa media  mempunyai arti penting dalam proses politik. Siapa yang menguasai media akan mampu menyetir opini publik agar sejalan dengan pikirannya. Media juga mampu menggerakkan publik untuk mendukung atau menolak kebijakan pemerintah. Sebaliknya, media pun bisa dijadikan alat pemerintah dalam menyosialisasikan kebijakan-kebijakannya dengan harapan agar publik mendukung pemerintah.
Masih tentang media, TEMPO.CO, Canberra - Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, mengkritik pemberitaan media Australia soal Papua. Kritik itu disampaikan Nadjib dalam pertemuan dengan Joint Standing Committee on Foreign Affairs, Defence and Trade Parlemen Australia di Gedung Parlemen Australia Rabu, 15 Mei 2013.

"Media seringkali bersikap berat sebelah dengan tidak pernah menyiarkan keberhasilan pembangunan atau kekejaman para anggota Organisasi Papua Merdeka," kata Nadjib di hadapan anggota parlemen Australia.

Dia lalu mencontohkan insiden penembakan 10 anggota TNI di Papua pada Maret 2013 lalu yang tak dimuat media Australia. "Padahal ketika ditembak, anggota TNI sedang membantu masyarakat di ladang pertanian," katanya.

Nadjib juga menyoroti kenapa media di Australia tak memberitakan keistimewaan Papua dibandingkan provinsi lain di Indonesia. "Di Papua, hanya orang asli yang bisa jadi kepala daerah. Gubernur dan 42 Bupati serta Wali Kota di sana,  semua orang Papua asli," katanya.

Tak hanya itu, Nadjib lalu bercerita bagaimana pembangunan di Papua saat ini tengah digenjot habis-habisan. "Saat ini tengah dibangun 15 pelabuhan baru dan 2.000 km jalan baru," katanya.

"Semua itu tidak pernah ada dalam pemberitaan di media Australia. Sebaliknya jika seseorang demonstran melakukan tindak kekerasan terhadap polisi kemudian ditahan, maka media di Australia langsung menyebut orang tersebut adalah tahanan politik," kata Nadjib lagi.

Dari semua data yang didapat, dapat disimpulkan bahwa Indonesia adalah sebagai objek yang kena imbasnya dari subjek yang berkuasa melakukan polotik tindakannya.  Politik kekuasaan media yang diterapkan di Indonesia sepertinya berdampak besar khususnya setelah terjadi reformasi dan hak atas kebebasan berpendapat.

REFERENCES
Chomsky, Noam.  Politik Kuasa Media yang diterjemahkan dari Media Control : The Spectacular Achievements of Propoganda Seven Stories Press New York 1997
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1945%E2%80%931949) downloaded on Saturday, May 10th  2014  at 18.50 WIB
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment