Friday, May 23, 2014
Created By:
Mega Widiastuti
Knowing Critical Language
Awareness
Selamat datang pada class review yang
ke-10, dalam kesempatan kali ini tak banyak materi yang hendak saya
sampaikan. Pada hari jum’at tanggal 9
mei 2014, perkuliahan dimulai pada pukul 07.30 WIB. Dalam pertemuan kali ini, coach kami Mr. Lala
fokus menjelaskan tentang argumentative essay.
Awalnya, Mr. Lala menggambarkan skema dibawah ini:
Maksud
dari skema diatas yaitu, untuk dapat menciptakan teks yang bagus khususnya
dalam membuat argumentative essay, text yang kita buat itu harus
berkesinambungan dengan teks sebelumnya.
Nah, keterkaitan antara teks yang satu dengan teks yang lainnya disebut
dengan intertextuality. Intertextuality merupakan
salah satu teori yang digunakan oleh pembaca untuk memperoleh makna dalam
proses membaca suatu karya sastra.
Selain itu Mr. Lala juga mengatakan bahwa dalam mendekati sebuah teks
itu harus dengan critical language awareness.
What is Critical Language Awareness?
Critical language awareness yaitu menempatkan pendidikan dalam masalah
sosial bahasa umum dan kekuasaan dalam masyarakat kontemporer, dan juga lembaga
pendidikan harus mampu membekali peserta didik dengan critical language
awareness. Serta melengkapi peserta
didik dengan sumber daya untuk intervensi, dalam membentuk kembali praktik-praktik
diskursif, dan juga membentuk hubungan kekuasaan yang ada di tanah mereka baik
di wilayah lain mau pun dalam dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari critical language awareness adalah untuk mengubah
aplikasi tertentu dari critical language awareness untuk bekerja dalam analysis
refleksif hubungan kekuasaan yang implisit dalam konvensi menjadi
praktek-praktek wacana akademis. (Fairclough,
1995: 217)
Setelah saya membaca buku critical discourse analysis saya menjadi
sadar bahwa yang selama ini Mr.Lala ajarkan dikelas kami itu benar, bahwa kita
sebagai kaum akademis harus peka terhadap kelajdian-kejadian yang ada disekitar
kita. Baik itu yang sudah terjadi, ataupun
yang masih terjadi pada saat ini. Dan
kami sebagai kaum akademis dalam mendekati teks harus dengan critical language
awareness, karena mengingat bahwa hubungan kekuasaan bekerja semakin tinggi
pada tingkat bahasa semakin meningkat untuk intervensi. Maka,
critical language awareness merupakan syarat untuk kewarga negaraan yang
efektif, dan hak demokratis dalam menyampaikan aspirasinya. (Fairclough, 1995: 222)
Pada pembelajaran
academic writing, critical language awareness adalah salah satu prakteknya
karena merupakan sumber daya untuk menyelidiki dan intervensi dalam isu atau
masalah bahasa dan kekuasaan dalam pendidikan. (Fairclough, 1995: 227)
Next, kita akan membahas
mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam argumentative essay. Yaitu:
- Reasoning. Not emotion
Maksudnya yaitu dalam membuat argumentative essay yang di
butuhkan adalah alasan, bukan emotion.
Contohnya dalam pembuatan judul argumentative, usahakan judulnya harus
plat dan berupa statement jangan menggunakan emotion seperti “Papua oh
Papua”. Karena kesannya itu menjadi
npuitis seperti dalam poetry.
- Definite Evidence
Maksudnya yaitu dalam membuat argumentative essay, kita
dituntut untuk menyajikan argumen sesuai dengan bukti yang nyata. Jadi, jangan hanya mengcopy-paste dari sumber
yang tidak jelas dan tidak melakukan analysis terlebih dahulu terhadap data
yang telah di dapat. Sehingga tidak
dapat memperkuat argumen yang kita buat.
Salah satu contoh dari define evidence yaitu data yang dihasilkan oleh
Eben Kirksey, karena pada saat membuat thesis argumen Eben langsung meneliti
ditempat kejadian perkara.
- Working Thesis
Dalam membuat thesis, sebelumnya kita sebagai penulkis di
tuntut untuk lebih banyak membaca dan menulis.
Karena dalam membuat thesis tidak boleh sembarangan, perlu adanya reason
yang mendukung. Dan dalam membuat thesis
statement yang baik itu harus berada dalam satu kalimat.
Selanjutnya setelah Mr. Lala menjelaskan tentang
argumentative essay, saya dan teman-teman dibagi menjadi tiga kelompok. Masing-masing kelompok beranggotakan 11
orang, dalam kegiatan tersebut Mr. Lala
memeriksa class review dan outline argumentative yang telah kami buat
sebelumnya. Kemudian, tibalah saatnya
log-book saya yang diperiksa oleh Mr. Lala.
Dalam outline yang saya buat terdapat beberapa kesalahan diantarnya
mengenai introduction. Seharusnya
introduction dalam argumentative essay itu seperti “This paper argues that . .
. .”, tetapi pada outline yang saya buat tidak menggunakan kata tersebut. Kesalahan selanjutnya yang ada dalam outline
saya yaitu mengenai main point yang saya sajikan, salah satu faktor yang tidak
boleh Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia karena Papua memiliki banyak
sumber daya alamnya seperti freeport, flora, dan faunanya. Tetapi, pada kenyataannya meskipun Papua
memiliki freeport sebagai salah satu kekayaam alamnya, itu tidak membantu
memberikan dana APBD kepada negara indonesia.
Jadi, seharusnya saya bisa menyajikan data yang sesuai dengan fakta
inilah yang disebut dengan definite evidence.
Alangkah lebih baiknya jika data yang saya sajikan itu
mengenai history, karena history merupakan asset dan aspek pembicaraannya pun
lebih luas. Kemudian juga pada outline
yang saya buat terdapat main point mengenai culture, dan Mr. Lala menyarakan
apabila saya ingin membahas culture harus berkaitan dengan local wisdom
orang-orang papua itu sendiri.
Awalnya saya tidak
mengetahui apa yang dimaksud dengan local wisdom? Dan akhirnya, saya mencari tahu apa
pengertian dari local wisdom itu. Local Wisdom adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika
yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis
(Keraf, 2002). Sedangkan menurut Gobyah, 2009 kearifan lokal didefinisikan
sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.
Dari kedua definisi tersebut maka local wisdom
dapat diartikan sebagai nilai yang dianggap baik dan benar yang berlangsung
secara turun-temurun dan dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai
akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Adapun bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum
adat, dan aturan-aturan khusus.
Kemudian local wisdom juga mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
1. Untuk konservasi dan
pelestarian sumber daya alam;
2. Untuk pengembangan suber
daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup.
3. Untuk pengembangan
kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya uapacra-upacara suatu adat tertentu.
4. Sebagai petuah,
kepercayaan, sastra, dan pantangan.
Kesimpulan
Dari class review yang
ke-10 ini saya dapat menyimpulkan bahwa dalam membuat agrumentative essay perlu
memperhatikan beberapa aspek diantaranya, aspek bukti yang nyata, analysis yang
lebih dalam, pembuatan thesis statement yang harus baik, dan juga keterkaitan
antar teks sebelumnya(intertextuality).
Kemudian, dalam mendekati teks pun harus dengan critical language
awareness agar dapat menjadikan praktek-praktek wacana akademik yang baik.
References
1. Fairclough, Norman. 1995. Critical Discourse Analysis. New York :
Longman
- Tentang
local wisdom, diakses pada tanggal 11 mei 2014 di unduh dari:
0 Comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)