Sunday, May 4, 2014

Biar Sejarah Yang Bicara

#CLASS REVIEW 9
Biar Sejarah Yang Bicara
‘We are not playing under the light, but we are go to the darkness to find the lightness ’
-Mr. Lala Bumela-
Jum’at yang tenang. Berjalan dengan semangat terkepal menuju dermaga kapal.  Seperti biasanya, pedagang kaki lima telah berjejal di emperan jalan.  Nampak beberapa orang sedang lakukan tawar-menawar.  Dari jauh, kapal pesiar amat gagah terlihat.  Rupanya, kapal itu yang nanti akan kunaiki.  Terlihat beberapa petugas kebersihan memakai seragam biru-hitam kebanggaan mereka, mondar-mandir menyapu lantai.  Pukul 07.30 tepat, jadwal keberangkatan kapal.  Aku bergegas tak mau ketinggalan, berlari-lari kecil menuju kapal pesiar berada.  Tak lupa, aku menge-cek ulang tiket perjalanan.
            Lima menit kemudian, aku telah duduk di tempat dimana aku bisa melihat semua pemandangan dengan sangat jelas.  Hari ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang.   Mengarungi lautan menuju ‘Mutiara Hitam’ dimulai, dengan menggunakan kapal ‘Writing Pearl,’  dan di nakhodai oleh seseorang yang profesional.  Perjalanan ini akan sangat mengagumkan, dan akan menjadi rekam jejak sejarah yang tidak terlupakan.
            Berbicara sejarah, tidak akan terlepasa dari Literasi, karena hanya orang-orang yang  yang mampu membuat sejarah.  Konsep Literasi mendorong kita untuk melihat teks sebagai praktik sosial.  Sedangkan sejarah ditransmisikan sebagai makna yang sistematis yang dapat dipahami, dikembangkan, dan mengkomunikasikan pengetahuan dengan keyakinan kita tentang dunia (Lantolf, 1999).  Literasi ditandai dengan praktek membaca dan menulis, dan juga bagaimana kita menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.  Akibatnya, bahasa dan pembelajarannya terikat dengan nilai-nilai budaya (Kramsch yang dikutip oleh Ken Hyland, 2002: 14-15).  Sejalan dengan itu, akan dihasilkan produk yang bernama teks sebagai artefak sejarah.  Dalam Class Review kesembilan ini akan membahasa mengenai argumentatif essay, perbedaan antara argumentatif, ekspositori dan paragraf eksposisi, mengulas kembali tentang Pulau Cendrawasih, dan juga outline argumentatif essay yang akan ditulis pada akhir pembahasan.

A.    Argumentative Essay
Argumentatif essay adalah salah satu genre (macam) bentuk penulisan yang memungkinkan seseorang untuk menginvestigasi topik; mengumpulkan (collecting), menghasilkan (generate), mengevaluasi bukti (evaluate evidence) dan menetapkan posisi pada topik secara ringkas.  Dalam paragraf argumentatif mengemukakan alasan, contoh, dan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan.  Dalam hal ini, penulis menyampaikan pendapat atau opini yang disertai penjelasan dan alasan yang tepat dengan maksud agar pembaca terpengaruh.  Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut ini: 

Untuk itu, kita harus memahami struktur penulisan argumentatif essay, yakni:
a)      Introduction (Pendahuluan)
Pendahuluan berisi latar belakang masalah dan permasalahan
b)      Body (Isi)
Uraian yang berusaha menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam pendahuluan yang berupa pernyataan, data, fakta, contoh, ilustrasi yang diambil dari pernyataan, pendapat umum, pendapat para ahli atau hasil penelitian, pada bagian isi juga dapat berupa:
ü  First point and supporting point...
ü  Second point and supporting point...
ü  Third point and supporting point...
c)      Conclusion (Kesimpulan)
Berupa paragraf kesimpulan dan ajakan (persuasif) terhadap argumen dan data yang kita kemukakan
Kemudian, setelah mengetahui struktur penulisan argumentatif essay, hal selanjutnya adalah lima komponen penting yang juga harus diperhatikan, yakni:
1.      Define the Topic (Menentukan Topik)
Topik merupakan bahan pokok yang akan kita kemukakan.  Topik juga sebagai landasan penulisan.  Sebagai bahan utama, topik harus diidentifikasi terlebih dahulu sebelum kegiatan tulis-menulis dimulai, yakni dengan cara memperhatikan beberapa unsur seperti: pelaku topik, dasar-dasar topik, tujuan topik dan manfaat topik.  Karena, ada beberapa topik yang harus menyertakan definisi, contohnya kita akan membahas topik mengenai pengembangan karakter dalam kurtilas (Kurikulum Tigabelas), maka kita harus menjelaskan apa itu karakter.
2.      Limit to the Topic (Membatasi Topik)
Setelah menentukan topik apa yang akan kita bahas, hal selanjutnya adalah membatasi topik itu sendiri.  Pembatasan topik bertujuan agar penulis mampu menelaah masalah yang akan ditulisnya secara intensif.  Topik yang terlalu luas menghasilkan tulisan yang dangkal, tidak mendalam dan tidak tuntas.  Selain itu, pembahasan menjadi tidak fokus pada masalah utama yang ditulis.  Oleh karena itu, pembahasan topik harus dilakukan secara cermat, sesuai dengan kemampuan, tenaga, waktu, tempat dan kelayakan yang dapat diterima oleh pembacanya.
3.      Analyse the Topic (Menganalisis Topik)
Sebelum kita menentukan setuju atau tidak setuju terhadap suatu topik yang dibahas, alangkah lebih baiknya kita menganalisis dahulu keseluruhan dari topik.  Dalam analisis ini, penulis harus mengeksplorasi tempat-tempat (isu) yang belum terjamah disertai penjelasan yang detail.
4.      Stated the Point of View (Menyatakan Sudut Pandang)
Setelah melakukan observasi yang mendalam (deep research) terhadap topik yang kita bahas, fakta-fakta, data statistik, penelitian dan lainnya.  Maka barulah kita menempatkan sudut pandang yang mana dan seperti apa dalam menyikapi hal tersebut.  Dapat juga dengan mengevaluasi kelemahan dan kelebihan dari alasan pendukungnya.  Alasan yang kuat biasanya berupa sumber data yang dapat dipercaya, relevan dan penting.  Untuk itu, ada pertanyaan yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi, yakni:
ü  Is it true?
ü  Is it clearly connected to my topic?
ü  Does it matter, or does it have real consequences?
Ketika semua alasan itu dapat diterima, maka barulah penulis menyatakan sudut pandangnya.
5.      Thesis Statement
Thesis statement yang lengkap akan berisi alasan atau argumen pendukung, contohnya employers should hire teenagers because they are eager to work, they are flexibel, and they have the knowledge and skills required to do many entry-level jobs.  Akan tetapi, thesis statement juga dapat berupa pendapat yang kontra, seperti while some people say that teenagers do not have  a good work ethic, employers should hire teenagers because they are eager to work, they are flexibel, and they have the knowledge and skills required to do many entry-level jobs.
B.     Perbedaan Argumentative, Expository dan Exposisi
Ada kemiripan antara ketiga jenis teks tersebut yakni sama-sama menjelaskan pendapat, gagasan dan memerlukan fakta.  Akan tetapi, ada perbedaan yang mendasar antara ketiga jenis paragraf argumentative, expository, dan exposisi.  Expository hanya bersifat memberi tahu (informing) saja. Exposisi lebih mengacu kepada sudut pandang penulis.  Sedangkan Argumentative essay mengacu pada paragraf yang memerlukan analisis yang mendalam; pengalaman (experience), pengamatan, dan penelitian (research). 
C.     Mengulas Kembali Mengenai Tanah ‘Mutiara Hitam Papua’

Rakyat Papua menuntut pemisahan dari Indonesia sejak tahun 1960-an, termotivasi oleh serangkaian permasalahan sejarah, ekonomi, dan politik.  Usaha yang serius dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menangani permasalahan secara efektif dimulai sejak tahun 1999, dengan penetapan provinsi tersebut sebagai daerah Otonomi Khusus (OtSus).  Hal ini diharapkan akan mengurangi ketegangan antara Papua dan Pemerintah Indonesia.  Akan tetapi, 10 tahun sejak penetapannya tidak terjadi perbaikan pemerintahan yang signifikan.
            Akar dari status politik Papua yang diperebutkan berawal dari proses dekolonisasi Indonesia.  Ketika Indonesia merdeka, Belanda pada awalnya ingin tetap memegang kontrol atas apa yang semula merupakan Nugini Belanda.  Belanda membuat rencana yang mempersiapkan kemerdekaan Papua pada 1970.  Tahap awal pemerintahan sendiri adalah dengan pembentukan Dewan Nugini oleh Belanda.  Dan di bawah ini akan dipaparkan periodisasi proses integrasi Papua ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni:
a.       Tahun 1952-1954: Perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda melalui forum PBB
b.      Tahun 1955: menghimpun dukungan negara-negara Asia-Afrika yang dihadiri oleh 29 negara
c.       Tahun 1956: pembatalan uni Indonesia-Belanda dalam bidang politik dan ekonomi
d.      Tahun 1957: pemogokan total buruh Indonesia dan nasionalisasi perusahaan milik Belanda
e.       Tahun 1961: pembentukan Dewan Nugini oleh Belanda
f.       1 Desember 1961: Dewan Nugini menaikkan bendera  Bintang Kejora dan menyatakan pernyataan mengenai eksistensi bangsa Papua  Barat
g.      19 Desember 1961: Presiden Soekarno mencanangkan TRIKORA (Tiga Komando Rakyat) untuk ‘memerdekakan’ orang-orang Papua dan menghentikan pembentukan negara boneka ‘Papua’.  Soekarno juga membentuk komando Mandala, dimana Mayjen Soeharto diangkat sebagai panglimanya
h.      15 Agustus 1962: Pemerintah Belanda dan Indonesia melakukan perjanjian New York yang menghasilkan New York Agreement, yang mengharuskan Belanda meninggalkan Papua dan menyerahkan kekuasaan kepada United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA) untuk periode enam tahun hingga pemungutan suara dapat dilaksanakan untuk menentukan keinginan orang Papua untuk kemerdekaan atau integrasi dengan Indonesia, yakni 1025 perwakilan orang Papua dipilih untuk berpartisipasi dalam Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tahun 1969
i.        4 Mei 1963: Soekarno berpidato dikota baru dan mengatakan bahwa Tanah air Indonesia adalah segenap wilayah yang dulu dijajah oleh Belalnda, yang artinya Irian Barat telah masuk dalam wilayah NKRI
j.        Tahun 1963: Indonesia mengambil alih administrasi UNTEA mengenai persoalan Papua
k.      Tahun 1965: Muncul Organisasi Papua Merdeka
l.        Tahun 1969: Papua diserahkan kepada Indonesia
m.    Tahun 1973: Secara resmi, Papua Barat masuk dalam wilayah Reublik Indonesia
Masalah Papua tak juga kunjung selesai sampai sekarang.  Berbagai peristiwa penembakan terhadap warga dan aparat seringkali terjadi.  Keamanan dan stabilitas di Papua belum juga tercipta.  Pendekatan militer yang dijalankan pemerintahan Indonesia, rupanya justru makin meningkatkan perlawanan kaum separatis Papua.  sejak tahun 1961 sampai dengan saat Pemerintahan Indonesia terus melakukan pembunuhan dengan menggunankan kekuatan militer atas nama kedaulatan NKRI terhadap warga sipil Papua Barat.  Hal ini seperti yang ditulis oleh KNPB (Komite Nasional Papua Barat) dalam situs resminya yang menyebutkan bahwa jumlah korban rakyat Papua pada beberapa peristiwa antara tahun 1963-1969, korban rakyat Papua oleh operasi militer, diperkirakan oleh Robine Osborne (penulis buku Kibaran Sampari) berjumlah 2000-3000 orang.
Menurut Elieser Bonay mantan gubernur Papu (1981), korban kekerasan oleh negara mencapai 30.0000 jiwa.  Sedangkan direktur eksekutif LP3BH Manokwari menyatakan jumlah korban kekerasan negara mencapai 100.000 jiwa hingga saat ini.  Menurut kajian penelitian Agus Sumule (staf ahli gubernur Barnabas Suebu periode 2005-2010) merinci jumlah korban antara tahun 1967-1997 di Pania 614 orang dibunuh, 13 orang hilang, dan 80 orang diperkosa (1980-1995).  Pada tahun 1979, Kelila (Jaya Wijaya) 201 orang dibunuh, serta pada tahun 1977 di Asologaima 126 orang dibunuh dan di Wassilimo 148 orang dibunuh (Knpbnewsonline, 2014).  Beberapa operasi militer yang diindikasikan sebagai penyebab berbagai pembunuhan yang terjadi untuk mensukseskan proses integrasi Papua, yaitu:
1.      Tahun 1968-1969: Untuk mensukseskan PEPERA
2.      Tahun 1970-1974: Operasi pamungkas untuk mensukseskan pemilu
3.      Tahun 1977-1978: Operasi Koteka
4.      Tahun 1980-1984: Terjadi operasi rahasia dikenal dengan perang rahasia
5.      Tahun 1986-1998: Operasi terselubung yang lebih fokus kepada sektor birokrasi pemerintah propinsi maupun kabupaten dan intervensi kebijkan di segala bidang, baik sosial (keagamaan), pendidikan dan kebudayaan
Untuk itu, masyarakat Papua menuntut untuk melepaskan diri dari wilayah Indonesia dan menjadi negara yang merdeka.  Senada dengan yang dilansir oleh situs berita online KNPB yang menyatakan bahwa pernyataan  bersama rakyat Papua Barat untuk sidang HAM PBB 2014, dan salah satunya  menuntut hak penentuan nasib sendiri (self determination) berdasarkan deklarasi HAM PBB.


D.    Ideologi Papua Merdeka
Perlawanan dari masyarakat Papua dalam memperjuangkan kemerdekaannya dari Indonesia merupakan sebuah Ideologi masyarakat Papua.  dalam Wikipedia Indonesia menerangkan bahwa ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan.  Sementara menurut http://answer.ask.com menyatakan ‘Ideologi is basically the way someone thinks and believe which drives heir goals and action and even their expectation of life and other’ yang artinya pada dasarnya ideologi adalah cara berpikir dan kepercayaan seseorang yang mendorong tujuan-tujuan dan tindakan-tindakan mereka dan bahkan harapan-harapan mereka akan kehidupan dan tentang lainnya.  Sedangkan menurut Fowler yang dikutip oleh Ken Hyland menyatakan bahwa ‘Ideology is omnipresent in every single text (spoken, written, audio or the combination of all them.’
Maka dapat dikatakan bahwa ideologi Papua merdeka ialah cara orang Papua berfikir dan percaya, yang mendorong tujuan dan tindakan yang mengarah kepada kemerdekaan Papua Barat, dan bahkan harapan-harapan orang Papua akan kehidupan setelah kemerdekaan (Sem Karoba@facebook.com).  Dari sini, dapat kita artikan sebagai berikut ini, ideologi Papua merdeka mencakup hal-hal:
1.      Gagasan orang Papua untuk melepaskan diri dari pendudukan NKRI
2.      Cara pandang orang Papua tentang dunia di dalam pendudukan NKRI sejak 1961 sampai saat ini
3.      Konsep yang dirancang untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara  diluar NKRI
4.      Kemerdekaan Papua Barat ialah jalan terbaik untuk meraih cita-cita kehidupan tadi
Pemerintah Indonesia berusaha meredam ideologi Papua merdeka melalui Otonomi Khusus (Otsus) berdasarkan undang-undang nomer 21 tahun 2001.  Namun sayangnya UU tersebut gagal.  Nasionalisme Papua pun terus tumbuh dan berkembang.  Ideologi Papua merdeka ini terus berlanjut sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.  Ideologi ini telah mendarah daging pada tiap-tiap orang Papua.
E.     Teks Argumentatif

West Papua: Should Still in Indonesia’s Region

Introduction

            West Papua is the western half of the island of New Guinea, formerly known as Deutch New Guinea.  A thirteen years dispute with the Netherlands over whether the former Deutch colony would become an independent state or an Indonesian province culminated in 1962 in its occupation and annexation by force by the Indonesian military.  West Papua was proclaimed an Indonesian province and renamed Irian Jaya.  Through their acquiescence, western nations assisted in this actions and have continued to support Indonesia’s repressive military rule with arms, military support and world bank.

Body

            West Papua should still exist in Indonesia’s Region, in this case there are two reason that why West Papua become the part of Indonesian region, they are:
The first point is come from Internal aspect
a.       Indonesian rule in UUD 1945 about ‘Menjaga Keutuhan Negara’
b.      Economy
c.       Natura Resources in West Papua
d.      Education
The second point is from external aspect
a.       The role of United States, Netherlands, and PBB
Conclusion
            Indonesia’s goverment should solve the problem in West Papua, not with the military forces again, but with another approaches.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment