Sunday, April 6, 2014
Created By:
Eka Berniati
Class Review VIII
Jum'at, 04 April 2014
SIAPKAN BANYAK BEKAL UNTUK MENJADI
PEMBACA YANG BAIK
Ini adalah pertemuan ke sembilan
dalam mata kuliah writing 4, pukul 07.30 mata kuliah dimulai tetapi saya datang
lebih awal yaitu pukul 07.00. Hari ini adalah awal dari session dua menuju ke
argumentative essay, tetapi sebelum mengarah ke topik tersebut ada satu tahap
terlebih dahulu yang harus kita loncati yaitu tentang reading time, disini kita
dituntut dan akan lebih banyak membaca lagi, Mr.Lala bilang akan lebih susah
lagi pada tahap ini, karena beliau juga bilang, menjadi guru atau mengajar mata
kuliah writing dan sebagai orang yang belajar mengenai writing memang sangat
melelahkan karena dalam hal ini semua aspek terlibat, dari pikiran, hati dan
mental. Menjadi seorang pembaca yang baik itu harus mengerti apa isi teks yang
dibacanya kemudian bisa menjelaskan hasil dari bacaan atau teks tersebut,
disini kita diberikan tugas membuat reading club yang jumlahnya lima orang,
setiap orang harus menjelaskan apa yang ada di teks tersebut per kalimat,
kemudian disimpulkan dari hasil opini masing-masing sesuai keputusan kelompok.
Memang benar sekali apa yang dikatakan Mr.Lala, dalam titik ini kita akan lebih
bekerja keras mengulas teks yang berjudul "Don't Use Your Data as a
Pillow" (S. Eben Kirksey).
Kelompok IV
Dwi Asri
Ayu Bahari, Eka Berniati, Fitri Nurhelawati, Nur Aulia Rachmawati dan Reni
Harliani.
Judul:
"Don't Use Your Data as a Pillow"
D: Gunakan
data sebagai sesuatu yang harus di publikasikan jangan hanya disembunyikan
seperti bantal
E:
"Jangan gunakan data sebagai sebuah bantal" maksudnya data= sesuatu
yang nyata sesuai apa yang ia alami dan ketahui, dan bantal= hanya disimpan
hanya diri sendiri yang dapat menggunakan. Jadi gunakan data untuk bukti agar
lebih nyata jangan hanya disembunyikan
F: Data
jangan hanya disimpan, harus diolah dan lebih digali lagi kebenarannya, jika
mempunyai data jangan seperti bantal yang hanya digunakan pada saat-saat
tertentu saja.
N: Banyak
sejarah yang belum kita ketahui, jadi dari data tersebut kita harus bisa
membuka sejarah agar anak cucu kita tahu.
R: Data=
Sejarah Pillow= Hanya diketahui diri sendiri
Kesimpulannya:
Data: Sesuatu yang harus kita jadikan bukti nyata sesuai apa yang dialami dan
terjadi, jangan dijadikan hanya sebatas bantal yang hanya digunakan untuk
sendiri saja, tetapi harus berguna untuk orang lain juga.
S1: A
small feast had been prepared for my going away party: salty sago pudding, fish
broth, fried papaya leaves, boiled yams, and chicken.
D: Cerita
pesta perpisahan, penulis menulis makanan tradisional papua (penulis ingin
membahas area itu/papua)
E:
Persiapan pesta perpisahan yang menandakan berakhirnya penelitian di Papua
dengan manyajikan makanan yang spesial.
F: Ada
pesta kecil untuk perpisahan (pesta tradisional papua dan ada makanan
tradisional papua)
N: Sama
kaya Eka
R: Mau
mengadakan pesta (sesuatu yang special) jadi harus menyediakan makanan yang
enak.
Kesimpulannya:
Pesta (sesuatu yang sangat spesial) dipersiapkan dengan pantas untuk si
penulis, dan makanan yang enak-enak yang dipersiapkan.
S2: It was
a modest affair, organized by Denny Yomaki, a human rights worker, to mark the
end of my fieldwork in May 2003.
D: Pesta
ini diadakan untuk mengakhiri penelitian penulis
E: Penulis
di paragraf ini masih berbicara mengenai pesta, yang berarti sangat spesial
F: Dengan
rendah hati Denny Yomaki seorang pekerja yang baik hati mengorganisir pesta itu
R: Sebagai
bentuk apresiasi akhir penelitian di bulan Mei 2003 yang berarti orang Papua
suka dengan kedatangan si peneliti ini.
Kesimpulannya:
Penulis masih menceritakan tentang pesta yang menurutnya sangat spesial, karena
kedatangannya di Papua disambut dengan baik oleh orang-orang Papua.
Kita baru membahas sampai dua
kalimat dalam diskusi dikelas karena waktu yang terbatas, tetapi sayangnya di
kelompok kami tidak ada yang bisa menyampaikan dengan baik apa yang sudah
dihasilkan dari diskusi tersebut, sehingga kelompok kami diberi tanda tanya
besar oleh Mr.Lala dan harus belajar lebih dalam lagi untuk menjadi pembaca
yang bisa menjelaskan isi dari teks tersebut. Itu semua dikarenakan gugup,
degdegan sampai gemetaran.
Kelebihan dan kekurangan saya dalam
membaca
Saya tidak
tahu apa kelebihan saya dalam membaca teks ini, yang pasti saya masih perlu
banyak sekali belajar karena masih banyak vocab yang belum saya pahami pada
teks ini, masih belum mengerti tentang sejarah di Papua, masih banyak sekali
kekurangan saya sebagai pembaca, tetapi saya disini ingin belajar agar bisa dan
mengerti.
- What is West Papua? And where is it located?
- Jawab: Papua Barat sebelumnya bernama Irian Jaya Barat (Irjabar) merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian barat Pulau Papua. Nama provinsi ini sebelumnya adalah Irian Jaya Barat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat. Provinsi ini merupakan provinsi yang memperoleh status otonomi khusus.
- What differences can you spot between PAPUA and IRIAN JAYA?
Jawab:
Papua merupakan nama pulau di Indonesia sekarang sedangkan Irian Jaya
mnerupakan nama pulau dan provinsi pada masa Soekarno yang dijuluki Ikut
Republik Indonesia Anti Netherland.
- In what year the land called Papua integrated into NKRI?
Jawab:
Papua kemudian menjadi salah satu provinsi yang baru secara resmi yang menjadi
bagian dari NKRI pada tahun 1969.
- What is Trikora?
Jawab: Trikora singkatan dari (Tri Komando Rakyat) adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19
Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah
merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua
bagian barat dengan Indonesia.
Ø Gagalkan Pembentukan
“Negara Boneka Papua” buatan Belanda
Kolonial
Ø Kibarkan Sang Merah
Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
Ø
Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
- What are the roles of Soekarno in the integration of Papua into NKRI?
Jawab:
19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di alun-alun
utara Yogyakarta, dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat
dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase
infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala,
Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, dan Operasi
Jatayu. Operasi lewat laut adalah
Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-Lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan
Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus).
- What did the Dutch colonial do in Papua?
Jawab:
Dutch colonial (Pemerintah Belanda) pada tahun 1957 mulai bekerjasama dengan
Australia untuk men-dekolonisasi wilayah koloni mereka masing-masing, namanya
wilayah Papua dan New Guinea (Australia) dan Nederland Nieu Guinea (Belanda).
- What are the roles of US-UN and our neighbouring countries in the Papua conflicts?
Jawab:
Peran US-UN dan Negara-Negara tetangga mendukung Papua untuk menjadi Negara
mandiri.
- What is Organisasi Papua Merdeka (OPM) and who finances them?
Jawab:
OPM pada awalnya adalah reaksi orang-orang Papua atas sikap pejabat Indonesia
yang mengecewakan. OPM didirikan sejak
tahun 1963, dipimpin oleh Johanes Djambuane dan yang membiayai OPM adalah
Amerika Serikat.
Sedikit
sejarah mengenai Papua
Salah satu akar persoalan mengapa
Papua terus bergolak adalah perdebatan tentang pelaksanaan Referendum Papua
melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969. Banyak generasi muda
Papua yang belum sepenuhnya memahami mengapa PEPERA harus digelar. Peristiwa
politik inilah yang membedakan sejarah integrasi Papua berbeda dengan daerah
lainnya. Mengapa? Karena
walaupun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaanya dari Sabang sampai
Merauke pada 17 Agustus 1945, namun Belanda tetap keras kepala, tak mau angkat
kaki dari bumi Papua. Berikut ini sebagaian dari upaya-upaya yang telah
dilakukan bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah Belanda dari Tanah Papua :
1.
Konferensi Meja Bundar 1949
Empat
tahun setelah kemerdekaan Indonesia, Belanda tetap saja belum mau hengkang dari
Papua. Indonesia
berusaha terus memaksa Belanda. Salah satunya adalah melalui Konferensi Meja
Bundar (KMB). Konferensi ini berlangsung di Den Haag Belanda tanggal
23 Agustus 1949. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa seluruh bekas
jajahan Belanda adalah wilayah Republik Indonesia, kecuali Papua Barat akan
dikembalikan Belanda ke pangkuan NKRI 2 (dua) tahun
kemudian.
KMB itu
diikuti dengan Pengakuan dan Penyerahan kekuasaan atas wilayah jajahan Belanda
kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Penyerahan itu dilakukan secara
simbolis dengan dua upacara. Upacara pertama berlangsung di Amsterdam, di
Istana Op de Dam, dihadiri oleh Wakil Presiden Mohamad Hatta, sekaligus perdana
menteri, sebagai pemimpin delegasi Indonesia dan Ratu Juliana serta segenap
kabinet Belanda. Upacara kedua berlangsung di Istana Negara, Jakarta, dihadiri
oleh wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia Tony Lovink dan Sri Sultan
Hamengku Buwono IX sebagai wakil perdana menteri Indonesia.
2. Trikora
Isi
kesepakatan KMB dalam kenyataannya diingkari oleh Belanda sendiri. Belanda tidak hanya sekedar
bertahan di Papua, tetapi lebih dari itu, mempersiapkan langkah-langkah untuk
memisahkan Tanah Papua dari NKRI. Dewan nasional Papua dibentuk oleh belanda
(cikal bakal Organisasi Papua Merdeka (OPM)) dan dimerdekakan secara
tergesa-gesa lalu dilanjutkan pendeklarasian negara boneka buatan Belanda ini
pada tanggal 1 Desember 1961. Kelicikan Belanda membentuk negara
bonekanya di papua itu, tentu saja membuat bangsa Indonesia berang.
Maka pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara
Jogjakarta, Presiden Indonesia Soekarno mengumumkan Trikora ( Tri
Komando Rakyat) untuk mengembalikan Irian Barat kepangkuan Negara Republik
Indonesia. Konfrontasi dengan Belandapun tak terhindarkan.
3. New York
Agreement
Melalui
upaya diplomasi yang alot yang difasilitasi PBB (Perserikatan
Bangsa-bangsa), Belanda akhirnya mau menandatangani New
York Agreement (NYA) bersama Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1962.
Indonesia diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman
van Roijen dan C.W.A. Schurmann. Isi kesepakatan itu
intinya memuat road map penyelesaian sengketa
atas wilayah Papua/Irian Barat. Lima hari kemudian (20 September
1962) dilakukan pertukaran instrumen ratifikasi NYA antara Indonesia
dengan Belanda tetapi pertukaran tersebut tidak menjadikannya otomatis
berlaku,karena PBB terlibat. Maka PBB pun membawa Persetujuan
bilateral (NYA) ini ke dalam forum PBB, yang
kemudian diterima dan
dikukuhkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1752 yang mulai berlaku 21
September 1962.
Agar
Belanda tidak kehilangan muka, perundingan New York (NYA) mengatur
penyerahan kekuasaan dari Belanda atas tanah Papua dilakukan secara tidak
langsung. Belanda menyerahkannya kepada PBB, baru setelah itu PBB
menyerahkanya ke pemerintah Indonesia melalaui referendum (PEPERA). Maka terjadilah pada 1 Oktober 1962,
wakil gubernur jenderal Belanda H. Veldkamp menyerahkan kekuasaannya atas Papua
Barat kepada sebuah badan PBB yang khusus dibentuk untuk mengurusi masalah
Papua tersebut. Badan PBB itu bernamaUNTEA (United Nations Temporary
Executive Authority). Pada acara penyerahan itu, H.
Veldkamp mengatakan : “Mulai saat ini, akibat persetujuan Indonesia
akibat persetujaun Internasional yang berhubungan dengan itu, maka tanah dan
bangsa Nieuw Guenea Barat telah ditempatkan di bawah kepemerintahan yang baru :
Penguasa sementara perserikatan bangsa-bangsa. Kedaulatan Netherlands atas
tanah ini telah berakhir. Tibalah suatu jangka waktu yang baru, jangka mana
berlangsung sampai pada saat pertanggunganjawab atas pemerintahan diserahkan
kepada Indonesia sepenuhnya.” (Mangasi Sihombing, 2006:32).
4.
Referendum (PEPERA)
UNTEA
lalu mempersiapkan referendum. Pada tanggal 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan
pemerintahan Papua bagian barat kepada Indonesia. Hollandia yang
tadinya menjadi pusat kekuasaan kerajaan Belanda di Papua, diubah namanya
menjadi Kota Baru. Momentum 1 Mei ini hingga kini diperingati
sebagai Hari kembalinya Papua ke dalam NKRI.
Tiga hari kemudian, tepatnya 4 Mei 1963 Bung Karno
menjejakkan kakinya di Tanah Papua. Di hadapan ribuan orang Papua di Kota Baru,
Bung Karno dengan semangat membara menyampaikan pidato :
“Irian Barat sejak 17 Agustus 1945 sudah masuk dalam
wilayah Republik Indonesia. Orang kadang-kadang berkata,
memasukan Irian Barat ke dalam wilayah Ibu Pertiwi. Salah! Tidak! Irian Barat
sejak daripada dulu sudah masuk ke dalam wilayah Republik
Indonesia…” (cuplikan pidato Bung Karno di Kota Baru, Jayapura,
tanggal 4 Mei 1963)
Pada 5 September 1963, Papua bagian barat dinyatakan
sebagai “daerah karantina”. Pemerintah Indonesia membubarkan Dewan Papua dan
melarang bendera Papua dan lagu kebangsaan Papua yang di bentuk oleh belanda.
Keputusan ini ditentang oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Proses persiapan referendum memakan waktu tujuh
tahun. Baru pada tahun 1969, referendum (PEPERA) digelar dengan
disaksikan oleh dua utusan PBB. Hasilnya,Papua akhirnya kembali ke
pangkuan NKRI. Maka jadilah Papua menjadi provinsi ke-26 Indonesia dengan nama
Irian Jaya. Namun keputusan ini lagi-lagi ditentang OPM dan sejumlah
pengamat independen yang diprovokasi Belanda.
Negara-negara Barat yang dimotori Amerika
Serikat mendukung hasil PEPERA itu punya alasan karena tidak ingin
Indonesia bergabung dengan pihak Uni Soviet (lawan mereka).
Inipun belum berakhir, Hasil
PEPERA harus diuji dalam Sidang Majelis Umum PBB. Dan, lagi-lagi sejarah
mencatat, PBB akhirnya mengesahkan hasil PEPERA dengan sebuah Resolusi
Majelis Umum PBB No. 2504 tanggal 19 Oktober 1969.
Bahwa kemudian PEPERA diragukan keabsahannya, itu adalah
bahasa kecewa sekelompok aktivis Papua yang sengaja di bentuk dan dibiayai oleh
Belanda yang lahir jauh setelah PEPERA disahkan. Mereka terus
berupaya agar di Tanah Papua dilakukan referendum ulang. Padahal mereka
tahu bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan. Maka kepada generasi muda
Papua yang sadar sejarah, mari kita fokus membangun Papua untuk semakin maju
dan sejahtera.
Kesimpulan, memerlukan banyak bekal pengetahuan
untuk menjadi pembaca yang baik agar mengerti isi teks yang dibaca, karena
pengetahuan sangat penting sekali untuk keterkaitan pengetahuan kita dengan
teks yang dibaca.
Referensi
Lethonen .M. (2000). The Cultural Analysis Analysis of Texts. London: Sage
publication.
http://id.wikipedia.org/wiki/Papua_Barat
http://serbasejarah.wordpress.com/2012/07/04/dilema-papua-ke-papua-an-versus-ke-indonesia-an/
http://papuapost.com/2013/12/noam-chomsky-kasus-papua-barat-itu-major-scandal/


Subscribe to:
Post Comments (Atom)