Sunday, April 6, 2014

Papua Tambang Sejarah


Class Review 8
Papua Tambang Sejarah
            
 Sebelum merangkak jauh membahas betapa kayanya Republik Indonesia, mari kita mengulas beberapa poin penting yang dibahas pada pertemuan ke-9 di kelas Writing and Composition 4. Pertemuan yang ke-9 ini menjadi pertemuan yang bisa dikatakan sebagai pecut dari perjalanan mahasiswa di kelas writing, karena setelah berbulan-bulan menggeluti kemampuan menulis kini saatnya menyapa kemampuan untuk membaca secara focus dan intensif.
            Pada pertemuan ini Mr. Bumela mengajak mahasiswa untuk mengetahui hasil belajar setengah semester ke belakang, ternyata tidak dapat dipungkiri kinerja mahasiswa kian menurun. Walaupun menurutnya untuk melihat kualitas kerja mahasiswa tidak konstan namun dengan progress yang telah dilakukan merupakan sebagai gambaran dasar penilaian. Untuk kinerja selanjutnya harus benar-benar baik karena tidak ada lagi toleransi untuk melakukan kesalahan, baik itu besar ataupun kecil. Ini sebuah acuan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas setiap mahasiswa.
            Presentasi yang dibawakan oleh Mr. Bumela kemarin membuat saya sadar betapa sulitnya menjadi pemimpin ketika anggotanya mengalami perpecahan, namun beberapa poin penting yang disuguhkan beliau memacu motivasi untuk melangkah kembali pada semangat baru. Beberapa poin yang wajib menjadi panutan adalah:
}  A constant discussion with the best partner
}  A constant dua every single second!
}  A constant gathering outside the classroom
}  A constant FOCUS is a must!
}  A constant COMMITMENT is a must!
}  A constant PERSEVERANCE is a must!
}  A constant TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK is a must!
            Seolah jelas adanya penekanan bahwasannya sangat penting integrasi itu bahkan di dalam kelas untuk cakupan kecilnya. Sama halnya pembahasan yang sedang digeluti tentang gerakan separatis dilakukan oleh Papua Barat terhadap NKRI yang akan dibahas lanjut di class review ini.
            Ada hal menarik pada pertemuan hari Jum’at lalu, karena sedikit banyak mengulik kembali sejarah masa lalu tentang problematika di Papua Barat. Sebagai pengantar, artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” bercerita tentang seorang peneliti yang tertarik dengan budaya di Papua, bukan hanya itu ada alasan lain yang membuat ia tidak meninggalkan tanah papua begitu saja, ternyata konflik yang melanda Papua sebagai sorotan utama bagi S. Eben Kirksey seorang peneliti dari Amerika. Pada awalnya ia ditugaskan meneliti Papua karena badai El-Nino yang melanda tanah Papua, namun hal itu hanya sebatas tugas thesis yang disyaratkan oleh Universitasnya di Florida. Setelah beberapa tahun kemudian S. Eben kembali ke Papua untuk meneruskan penelitiannya mengenai apa yang sebenarnya terjadi dengan Papua Barat.
            Pada kesempatan itu mahasiswa dituntut untuk meneliti artikel tersebut dengan sangat detail, merupakan metodologi pembelajaran yang menarik untuk memfokuskan kemampuan mahasiswa dalam memahami sebuah teks. Adapun hasil diskusi yang telah dilakukan mempunyai hasil sebagai berikut:
           Berikut pendapat masing-masing kelompok saya tentang judul article tersebut, “Don’t Use Your Data as a Pillow”…
Ghoyatul Farikhah : data adalah apa yang kita punya, sedangkan pillow adalah bantal. Bantal dianalogikan sebagai alat untuk kita bermalas-malasan. Maka dari itu, kita jangan bermalas-malasan, tapi harus bisa mengeksplorasi kemampuan kita.
Hilmi Salam : data adalah pengetahuan yang didapat yang didukung dengan fakta-fakta, sedangkan pillow adalah sandaran. Maksudnya adalah data itu hanya dijadikan sebagai sandaran dan untuk menguatkan argumentnya saja, tidak diperdalam secara detail.
Niyati Wulandari : data adalah fakta-fakta atau pengetahuan, sedangkan pillow adalah bantal sebagai sandaran. Maksudnya data itu jangan hanya dipakai kalau kita butuh saja.
Liana Nurbakti : pengetahuan yang kita punya berdasarkan research, sedangkan pillow adalah bantal sebagai sandaran dan pajangan. Maksudnya adalah jangan sampai data yang kita punya hanya dijadikan sebagai pajangan atau sandaran belaka, tapi data itu harus sering kita pakai.
Iis Yulia Riani : data adalah pengetahuan yang berdasarkan fakta dan research sedangkan pillow adalah sandaran. Jadi jangan jadikan data itu sebagai sandaran saja.
Conclusion dari kelima pendapat diatas tentang “Don’t Use Your Data as a Pillow” adalah data adalah pengetahuan yang kita punya yang didukung dengan fakta research dan dapat dipertanggung jawabkan. Data yang kita punya tidak boleh hanya dijadikan sebagai sandaran disaat kita butuh saja, tetapi harus sering dipakai.
Selanjutnya pendapat tentang paragraph 1 kalimat kesatu : A small feast had been prepared for my going away party: salty sago pudding, fish broth, fried papaya leaves, boiled yams and chicken.
Ghoyatul Farikhah : segala sesuatu yang dipersiapkan dalam acara adat.
Hilmi Salam : papua tidak terlepas dari tradisi primitive (masih original culture).
Niyati Wulandari : masih menjunjung tinggi tradisi.
Liana Nurbakti : salah satu acara adat perpisahan di suku papua yang menyediakan makanan khas papua sebagai makanan wajib pada saat upacara adat.
Iis Yulia Riani : salah satu tradisi di papua dengan mengadakan suatu perayaan.
Conclusion dari kelima pendapat diatas tentang paragraph 1 sentence ke satu adalah sedang dilaksanakannya pesta perpisahan buat penulis yang masih lekat dengan tradisi primitive di papua, yaitu dengan adanya beberapa makanan khas dari papua itu sendiri seperti salty sago pudding, fish broth, fried papaya leaves, boiled yams and chicken.
            Tulisan di atas merupakan catatan kotor sebagai konsep pemahaman dari teks yang disediakan oleh Mr. Bumela. Pembahasan yang diawali dari sebuah Judul yang memang pembaca harus benar-benar paham dengan judul tersebut karena merupakan pengantar menuju pemahaman beberapa paragraph setelahnya.
            Berkiblat pada pernyataan yang dituliskan pada buku “Culture of Analysis Text” oleh (Lehtonen:2000:56) meyakinkan bahwa teks mempunyai peran inti dalam pembentukan makna. Namun yang perlu diketahui adalah antara lisan, tulisan dan visualisasi tidak bisa digabungkan dengan mudah dalam proses pemahaman. Bahkan kemampuan dalam lisan (spoken) dan tulisan (writing) keduanya bersifat sparatis tidak bersatu. Dengan picture atau gambar (visual) ada cara meninjau tertentu:
1.      Gambar sebagai petunjuk (indeks) yang mempunyai relasi yang nyata.
2.      Gambar ini dikatakan menyerupai objek meneka, meneka adalah tanda kesederhanaan seseorang. Fiktif gambar mungkin memiliki hubungan yang nyata untuk objek meneka. Gambar juga bisa dikatakan teks, teks yang bersandar pada suatu bahasa visual yang memiliki aturan tersendiri, aturan tersebut mengenai bentuk dan warna.
                Pernyataan di atas menunjukkan betapa sulitnya untuk memahami teks karena teks mempunyai ragam jenisnya. Kemudian ada relasinya dengan “Informasi” yang dapat diperoleh melalui spoken, writen, visual, atau pun kombinasi.  Dunia visual , dunia gambar , memiliki peran sentral dalam moderen dan akhir budaya modern. Dalam budaya saat ini yang dijiwai dengan  mekanis elektronik dan digital digandakan suara dan gambar , istilah ' teks ' mencakup semua produk yang membuat pembentukan kemungkinan arti. Namun, hal ini
tidak berarti bahwa lisan, tertulis dan visual yang teks dapat dipelajari dengan
persis metode yang sama. (Lehtonen. 2000:56).   Selain itu,
Fakta bahwa angka ,tabel dan foto-foto dapat menempati sampai setengah artikel penelitian ilmu bersaksi untuk pentingnya visual dalam genre akademik . (Hyland. 2006:53)
            Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
 
            Setelah menggeluti lebih dalam tentang cara memahami teks yang bahkan berkenalan dengan ragam teks, sekarang saatnya refleksi yang nyata dari teori di atas dengan memahami beberapa teks mengenai informasi Papua Barat. Mari menggali tambang budaya bahkan konflik yang terjadi dari daratan Papua. Mengacu pada beberapa poin pertanyaan yang diajukan oleh Mr. Bumela pada slide presentasinya menjadikan clue bagi para mahasiswa untuk menjelajah lebih dalam tentang pertanyaan yang tersedia.
}  What is West Papua? And where is it located?
}  What differences can you spot between PAPUA and IRIAN JAYA?
}  In what year the land called Papua integrated into NKRI?
}  What is Trikora?
}  What are the roles of Soekarno in the integration of Papua into NKRI?
}  What did the Dutch colonial do in Papua?
}  What are the roles of US-UN and our neighbouring countries in the Papua conflicts?
}  What is Organisasi Papua Merdeka (OPM) and who finances them?
            Untuk menjawabnya tentu saja berdasarkan fakta rinci yang telah saya kumpulkan secara detail dari beberapa sumber.
1.      Lokasi Papua Barat
 
Peta Ekspedisi Belanda di Nugini Belanda tahun 1907-1915

            Papua Barat merupakan wilayah bagian barat dari Pulau Papua yang terbagi ke dalam 2 provinsi Indonesia, yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat. Wilayah ini juga sering hanya disebut sebagai Papua Barat (West Papua) oleh berbagai media internasional. Papua Barat sebelumnya bernama Irian Jaya Barat (Irjabar) merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian barat Pulau Papua.  Nama provinsi ini sebelumnya adalah Irian Jaya Barat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999.  Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat.  Provinsi ini merupakan provinsi yang memperoleh status otonomi khusus.
2.      Perbedaan Papua Barat dengan Irian Jaya
            Papua merupakan nama pulau di Indonesia sekarang sedangkan Irian Jaya mnerupakan nama pulau dan provinsi pada masa Soekarno yang dijuluki Ikut Republik Indonesia Anti Netherland. Tidak ada penjelasan spesifik tentang perbedaan ini, hanya pada sisi penamaan yang berbeda karena pemerintahan yang berbeda.
3.      Bergabungnya Papua Barat dengan NKRI
            Papua kemudian menjadi salah satu provinsi yang baru secara resmi yang menjadi bagian dari NKRI pada tahun 1969.
4.      TRIKORA
            Trikora adalah puncak kemarahan Presiden Soekarno setelah lebih dari sepuluh tahun Belanda tak mau juga hengkang dari bumi Papua.  Berbagai cara diplomasi dilakukan selama kurun sepuluh tahun itu sejak pengakuan kedaulatan RI oleh Kerajaan Belanda akhir Desember 1949.  Namun bukannya segera “mengemasi barang-barang”nya di Papua sebagaimana  amanat Konferensi Meja Bundar, Belanda malah memperkuat militernya di bumi cenderawasih dan bersiap memproklamirkan negara boneka Papua.
            Trikora dikumandangkan Presiden Soekarno di Yogya tanggal 19 Desember 1961.  Pemilihan tanggal ini untuk mengingatkan serangan frontal Belanda ke Yogya tanggal 19 desember 1948 namun tak mampu mengalahkan TNI.  Nah setelah Trikora dikumandangkan dimulailah kampanye  pengembalian Irian Barat, dibentuk Komando Mandala dengan komandan Mayjen Soeharto  awal Pebruari 1962 atau 2 minggu setelah pertempuran Arafuru. Pusat komando pengendalian pertempuran ada di Makassar.  Arafuru adalah spirit dan adrenalin komando Mandala yang kemudian melakukan puluhan inflitrasi dan penerjunan tak terduga di Irian sebelum operasi puncak Jayawijaya dilakukan.
5.      Peran Presiden Soekarno
            19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di alun-alun utara Yogyakarta, dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, kemudian ada beberapa upaya presiden Soekarno dalam merebut dari koloni dan mempersatukan Papua Barat dengan NKRI, diantaranya:
a. Melakukan Upaya Diplomasi di PBB
b. Melakukan Aksi Lain dan Pemutusan Hubungan dengan Belanda
        “Kami telah berusaha untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Kami telah berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh kesabaran dan penuh toleransi dan penuh harapan. Kami telah berusaha untuk mengadakan perundingan-perundingan bilateral …… Harapan lenyap, kesabaran hilang, bahkan toleransi pun mencapai batasnya. Semuanya itu kini telah habis dan Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.” (Soekarno-1960)
c. Menambah Kekuatan Militer dengan Membeli Banyak Senjata Berat
d. Melakukan Konfrontasi Langsung, Menyerbu Irian Jaya
e. Belanda, Akhirnya Menyerah
            Inilah yang kemudian, pada akhirnya Belanda mau menyerah, dan mau berunding soal penyerahan Irian Jaya. Tepat 1 Mei 1963 Irian Jaya dikembalikan oleh Belanda ke Indonesia melalui PBB (UNTEA). Setelah melalui rapat Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang berlangsung pada Maret-Agustus 1969, maka tepat pada tanggal 19 November 1969, secara resmi Majelis Umum PBB menyetujui Irian Jaya kembali sebagai bagian wilayah NKRI yang sah.
6.      Kolonialisme Belanda di Papua Barat
            Dutch colonial (Pemerintah Belanda) pada tahun 1957 mulai bekerjasama dengan Australia untuk men-dekolonisasi wilayah koloni mereka masing-masing, namanya wilayah Papua dan New Guinea (Australia) dan Nederland Nieu Guinea (Belanda).
7.      Peran AS dan PBB
Peran US-UN dan Negara-Negara tetangga mendukung Papua untuk menjadi Negara mandiri. Yang pada intinya mereka mendorong untuk melakukan gerakan sparatis, bahkan Amerika mampu mendukung organisasi di sana yaitu OPM (Organisasi Papua Merdeka).
8.      Dukungan Financial untuk OPM Dari Luar
            OPM pada awalnya adalah reaksi orang-orang Papua atas sikap pejabat Indonesia yang mengecewakan.  OPM didirikan sejak tahun 1963, dipimpin oleh Johanes Djambuane dan yang membiayai OPM adalah Amerika Serikat.
            Dugaan keterlibatan AS dalam gerakan separatis di Papua dilontarkan mantan Kepala Bakin A.C. Manulang. Ia menyebut AS mendukung dan membiayai kegiatan separatisme, termasuk Kongres Rakyat Papua III pada tanggal 17 Oktober 2011 yang berakhir rusuh. Tujuannya agar Indonesia terpojok lalu terpaksa melakukan jejak pendapat (referendum) bagi rakyat Papua. “AS sengaja membuat rusuh Papua dan Indonesia mendapat kecaman dunia internasional,” tutur AC Manullang (Itoday.com, 20/10/2011).
            Penjelasan di atas sedikit banyaknya menggambarkan betapa rumitnya problematika yang terjadi pada saat itu. Dibalik keindahan alam Papua, kekayaan budaya, hingga flora dan fauna ternyata menyimpan masa lalu yang kelam. Kabar dari Papua hingga saat ini memang tidak segawat masa lalu, namun masih ada benih-benih penjajahan yang terasa hingga saat ini oleh Amerika Serikat, contohnya Freeport.
            PT Freeport Indonesia adalah Perseroan Terbatas berbadab hukum Indonesia yang sahamnya hampir 100 % dimiliki oleh Freeport Mcmorant yang berasal dari Seatle Washington AS. Perusahaan ini dulunya pertambangan kecil di AS tapi setelah memperoleh konsesi eksplorasi tembaga dan emas di tembagapura dan mimika sejak tahun 1968, perusahaan ini berkembang pesat dan menjadi transnational corporation terbesar dan terkemuka tidak hanya di AS tpi di muka bumi ini, terutama bisdang pertambangan miniral non energy seperti emas, tembaga, nickel dsb. Sahamnya di NYSE melonjak ratusan persen setelah sukses menambang emas di bumi papua sejak 1968.
Fakta PT Freeport di Indonesia
            Freeport Indonesia telah menjual 915.000 ons atau setara dengan 28,6 ton emas dan 716 juta pon (358 ribu ton) tembaga dari tambang Grasberg di Papua. Berdasarkan laporan keuangan Freeport McMoran, total penjualan emas Freeport sebanyak 1,01 juta ons (31,6 ton) emas dan 3,6 miliar pon (1,8 juta ton) tembaga. Selain itu, angka produksi emas turun dari posisinya tiga bulan tahun lalu sebesar 229 ribu ons emas, sedangkan produksi tembaga naik 123 juta ons tembaga. Laba Freeport naik sekitar 16 persen serta total pendapatannya juga naik menjadi USD 4.51 miliar USD 4.16 miliar dari tahun sebelumnya. Perusahaan tambang Greberg di Papua itu mampu menghasilkan emas 212 ribu ons emas dan 219 juta tembaga selama tiga bulan. Namun, Freeport Indonesia hanya memberian royalti satu persen bagi pemerintah Indonesia dari hasil penjualan emas dan 3,75 persen masing-masing tembaga dan perak. Dengan kehadiran PT Freeport di Papua, tentu bukan menambah kesejahteraan masyarakat Papua.
            Setelah semuanya jelas tentang konflik yang terjadi di daratan Papua tempat tambang sejarah bangsa Indonesia berada. Kini hasil dari refleksi pemahaman dari sebuah teks dapat dirasakan, ternyata dalam memahami sebuah teks tidak semudah yang dipikirkan, sesuai yang diperintahkan oleh Mr. Bumela untuk menulis kekuatan dan kelemahan dalam skill membaca kini saya berkesempatan untuk berbagi kemampuan yang saya rasakan.
 
Strength
Weakness
1.      Saya merasa interaksi antara penulis dan pembaca sangat akrab
1.      Bahasanya menggunakan kata-kata yang asing

2.      Koneksi kalimat satu dengan yang lainnya sangat kontras memudahkan pemahaman dalam membaca
2.  Menggunakan bahasa keseharian yang asing
3.      Koleksi vocabulary memudahkan pemahaman terhadap suatu teks
3.  Sulit paham jika tidak semua kalimat dibaca

            Secara umum untuk memahami sebuah teks tidak semudah yang dikira, untuk mendapatkan informasi yang pasti diperlukan analisis yang benar-benar akurat. Dengan teks pengantar tentang pembahasan Papua Barat ini menjadikan mahasiswa menggali kembali pengetahuan mereka tentang sejarah Indonesia. Pada kenyataannya saya pribadi mengakui kelabilan pemerintah Indonesia untuk merangkul Papua Barat, karena hal wajar saat itu Indonesia baru saja merdeka. Namun ironis ketika dunia luar seolah mendorong Papua untuk hengkang dari jajaran NKRI. Pendapat hanyalah pendapat, karena pemahaman yang saya dapatkan berdasarkan teks-teks sejarah yang telah dibaca, tidak menutup kemungkinan orang lain mempunyai pendapat yang berbeda mengenai Papua Barat, akankah setuju untuk sparatis ataukah tetap terintegrasi dengan NKRI.


References
Lehtonen, M. (2000). The Cultural Analysis of Text. London: SAGE Publications
Hyland, K. (2006).  English for Academic Purposes. London: Routledge.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment