Sunday, April 6, 2014

Membaca Merupakan Proses Bernalar


Name  : Alfat Prastowo
Class   : PBI-D 4th Semester
Nim     : 14121330382

Class Review 8

Membaca Merupakan Proses Bernalar

Dalam dunia modern saat ini, kehidupan kita sehari-hari dipenuhi oleh beragam kegiatan. Membaca adalah salah satu aktivitas yang kita alami, apakah itu untuk rekreasi dan hiburan, atau sebagai suatu keharusan untuk studi dan penelitian. Di luar itu, membaca juga memiliki manfaat hebat bagi kesehatan dan kesejahteraan  secara keseluruhan. Dalam segala aspek kehidupan kita, kita tak pernah lepas dari yang namanya membaca. Saat berjalan di jalan raya, kita akan melihat banyak simbol-simbol lalu lintas, maka akan terjadi proses membaca. Lambang itu kita persepsikan menjadi sebuah arti dan kita bertindak atas persepsi kita terhadap tanda itu, Itulah proses membaca.

Membaca adalah merupakan proses pengenalan akan kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan, sehingga hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu melihat intisari dari bacaan. Atau singkatnya, membaca juga merupakan proses menemukan pesan. Membaca adalah proses untuk memahami pesan yang disampaikan oleh teks tersebut baik secara implisit maupun eksplisit, tersirat ataupun tersurat. Pada writing 4 kali ini, khususnya pada pertemuan kesembilan sampai dengan kesepuluh saya dan teman-teman di berikan tugas oleh Mr. Lala untuk membaca sebuah artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow.”  Untuk memperdalam penguasaan konten di dalam artikel tersebut kami melakukannya dengan cara intensive reading.  Hal ini dilakukan sebagai pembekalan dan pemahaman untuk membuat argumentative essay pada pertemuan berikutnya.   Dari artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” karya S. Eben Kirksey di dalamnya membahas tentang West Papua.

            Berikut adalah hasil diskusi kelompok mengenai artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” khususnya pada bagian judul sampai dengan sentence pertama:
TITLE:
Alfat                : Data ada yang real ada juga yang tidak real, mesti di cek ulang untuk memastikan.
Hilman                        : Jika sudah ada data maka diteliti lagi biar kebenaranya bisa dipertanggung jawabkan.
Deden             : Data jangan dijadikan hanya sebagai bantal yang digunakan sebagai sandaran tidur, data hendaknya dijadikan sebagai alarm pagi.
Nendi              : Data jangan hanya dijadikan sandaran saja.
Lili                   : Data dokumen Penting.
Conclusion      : Data dan fakta harus dijadikan rujukan paradigma yang berkembang pada saat ini.

SENTENCE 1:
Alfat                : Makanan yang ditunjukan didalam pesta tersebut menunjukan background tempat diadakannya pesta.
Hilman                        : Melihat diadakannya sebuah pesta perpisahan yang di laksanakan oleh Eben dan masyarakat Papua, kita bisa melihat bahwa di mata orang Papua Eben itu adalah seseorang yang berjasa.
Deden             : Pesta perpisahan untuk orang yang telah mencapai sesuatu dan orang tersebut sangat penting hingga diadakan pesta untuknya.
Nendi              : Pesta perpisahan di laksanakan untuk menyambut keberhasilan dan sekaligus  salam perpisahan kepada Eben.
Lili                   : Ada sebuah pesta yang belum dilaksanakan namun telah disiapkan untuk seseorang yang sangat penting.
Conclusion      : Sebuah pesta yang dipersiapkan untuk seseorang yang sangat istimewa.

Itulah hasil diskusi dari kelompok kami, dengan durasi kurang lebih 25 menit. Waktu yang cukup lama bukan? Hanya untuk mendiskusikan 2 kalimat saja. Disinilah terlihat jelas mana orang yang membaca sambil difahami dengan orang yang membaca tanpa difahami. Tentunya betapa beratnya orang yang membaca sambil difahami, karena perlu adanya keikut sertaan anggota tubuh mulai dari mata, telinga, otak, mulut, dan lain-lain tentunya dengan durasi yang cukup lama. Berikut adalah kelebihan dan Kelemahan saya ebagai pembaca dalam membaca teks “Don’t Use Your Data as a Pillow” :
My Strengthness
1.      Sudah terbiasa membaca, akan tetapi tidak untuk menganalisis per-kalimat.
2.      Mengetahui informasi yang sebelumnya tidak saya ketahui tentang Papua.
3.      Mempunyai keingininan untuk menjelajah Papua lebih dalam.
My Weaknesess
1.      Judulnya cukup membuat saya bingung dan cukup memeras pikiran saya.
2.      Banyak kosakata asing, sehingga menghambat pemahaman.
3.      Tidak tau banyak tentang Papua.
4.      Cepat untuk mengambil kesimpulan.

Setiap orang mempunyai kelemahan dan kelebihan. Begitu juga dengan saya, hal diatas adalah gambaran seputar kelemahan saya ketika membaca teks “Don’t Use Your Data as a Pillow”. Dengan adanya diskusi kelompok tentunya kita bisa saling melengkapi satu sama lain dan disini kita bisa mengukur seberapa jauh pemahaman kita tentang suatu bacaan.

Suatu data diperoleh karena adanya suatu komunikasi. Komunikasi tak lepas dari bahasa, karena tanpa bahasa maka tidak akan terjadi komunikasi dan tidak akan ada informasi. Language exists as spoken, written, printed, electrical, digital or otherwise produced texts (Lehtonen, 2000: 48). Bahasa atau informasi itu ada dalam ucapan,  tulisan, hasil print, media elektronik atau cara lain yang memproduksi teks. Menurut Lehtonen, media untuk berkomunikasi atau untuk mendapatkan informasi itu banyak sekali, diantaranya pembicaraan, tulisan, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan cara berpakaian. Apalagi zaman sekarang banyak media seperti televise, film, video, radio, rekaman, majalah, buku, telephone, fax, internet, email dan lain sebagainya. Dari semua media tersebut, dengan mudah kita bisa mendapatkan informasi atau data yang kita inginkan. Data atau informasi yang kita dapat itu digunakan ketika kita sedang melakukan research.
Ken Hyland (2006: 78), Untuk mengumpulkan data tentang berbagai kebutuhan guru cenderung untuk menarik pada berbagai sumber dan metode yang berbeda. Jordan (1997), misalnya, berisi empat belas berbeda prosedur untuk mengumpulkan data kebutuhan, termasuk self-assessment siswa, kelas kemajuan tes dan penelitian sebelumnya, sedangkan Brown (1995) daftar dua puluh empat, pengelompokan mereka ke dalam enam kategori utama: informasi yang ada, tes, observasi, wawancara, pertemuan dan kuesioner. Anehnya, tidak menyebutkan mengumpulkan dan menganalisis teks otentik, sekarang dianggap sebagai sumber utama informasi tentang situasi sasaran. Mungkin pendekatan yang paling banyak digunakan adalah:
■ Kuesioner.
■ Analisis otentik teks lisan dan tulisan.
■ Terstruktur wawancara.
■ Pengamatan.
■ konsultasi informal dengan dosen, pelajar, guru EAP lainnya, dll
■ Hasil penilaian.

Sejarah Papua
Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Serta mendapat dukungan dari SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi tiga provinsi. Setelah dipromulgasikan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden B.J. Habibie, rencana pemekaran provinsimenjadi tiga ditolak warga papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu pemekaran provinsi ditangguhkan, sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999.
Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan Inpres Nomor I Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi provinsi definitif. Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tekanan keras dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materiil. Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU Nomor 45 Tahun 1999 yang menjadi payung hukum Provinsi Irian Jaya Barat. Namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya.

Setelah itu, Provinsi Irian Jaya terus diperlengkapi sistem pemerintahannya, walaupun di sisi lain payung hukumnya telah dibatalkan. Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gurbernur dan wakil gurbernur definitif Abraham O. Atururi dan Drs. Rahimin Katjong, M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006. Sejak saat itu, pertentangan selama lebih dari 6 tahun sejak UU Nomor 45 Tahun 1999 dikumandangkan, dan pertentangan sengit selama 3 tahun sejak Inpres Nomor 1 Tahun 2003 dikeluarkan berakhir dan Provinsi Irian Jaya Barat mulai membangun dirinya secara sah. Dan sejak tanggal 18-04-2007 berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2007.
Arti Logo
Tulisan Papua Barat menjelaskan nama Provinsi Papua Barat Bintang berwarna putih bermakna Ketuhanan Yang Maha Esa dan cita-cita serta harapan yang akan diwujudkan. Pohon dan ikan bermakna bahwa Provinsi Papua Barat memiliki sumber daya hutan dan sumber daya laut yang berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Menara kilang dengan semburan api berwarna merah bermakna bahwa Provinsi Papua Barat memiliki kekayaan bahan tambang yang melimpah.
Leher dan kepala burung Kasuari menghadap ke kanan dalam bidang lingkaran hijau bermakna bahwa Provinsi Papua Barat secara geografis terletak di wilayah leher dan kepala burung Pulau Papua, sekaligus memilki filosofi ketangguhan, keberanian, kekuatan dan ketahanan menghadapi tantangan pembangunan dimasa depan serta berkeyakinan bahwa dengan semangat persatuan dan kesatuan, kesinambungan pembangunan akan mewujudkan masa depan yang cerah.
Bidang Hijau yang diapit 3 (tiga) bidang biru bermakna kesatuan tekad dan perjuangan dari 3 (tiga) unsur: pemerintah, rakyat/adat dan agama mewujudkan keberadaan Provinsi Papua Barat. Perisai dengan warna dasar biru bersudut lima bermakna bahwa provinsi Papua Barat berasaskan Pancasila yang mampu melindungi seluruh rakyat. Sepasang pelepah daun sagu, masing-masing pelepah bagian kanan terdiri dari 12 (dua belas) pasang anak daun, bagian kiri terdiri dari 10 (sepuluh) pasang anak daun yang diikat oleh dua angka sembilan bermotif ukiran karerin budaya Papua, bermakna bahwa Provinsi Papua Barat dibentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 NKRI. Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Provinsi Papua Barat yang melambangkan kesejehteraan dan kemakmuran.
Seutas pita berwarna kuning bertuliskan "CINTAKU NEGERIKU" terletak di bagian bawah perisai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perisai bermakna folosofis perjuangan seluruh komponen masyarakat untuk mempertahankan keberadaan Provinsi Papua Barat dalam bingkai NKRI.
Nilai Budaya
Provinsi Papua Barat mempunyai potensi yang luar biasa, baik itu pertanian, pertambangan, hasil hutan maupun pariwisata. Mutiara dan rumput laut dihasilkan di kabupaten Raja Ampat sedangkan satu-satunya industri tradisional tenun ikat yang disebut Kain Timor dihasilkan di kabupaten Sorong Selatan. Sirup pala harum dapat diperoleh di kabupaten Fak-Fak serta beragam potensi lainnya. Selain itu, wisata alam juga menjadi salah satu andalan Irian Jaya Barat, seperti Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang berlokasi di kabupaten Teluk Wondama.
Taman Nasional ini membentang dari timur Semenanjung Kwatisore sampai utara Pulau Rumberpon dengan panjang garis pantai 500 km, luas darat mencapai 68.200 ha, luas laut 1.385.300 ha dengan rincian 80.000 ha kawasan terumbu karang dan 12.400 ha lautan. Disamping itu baru-baru ini, ditemukan sebuah gua yang diklaim sebagai gua terdalam di dunia oleh tim ekspedisi speologi Perancis di kawasan Pegunungan Lina, Kampung Irameba, Distrik Anggi, Kabupaten Manokwari. Gua ini diperkirakan mencapai kedalaman 2000 meter. Kawasan pegunungan di Papua Barat masih menyimpan misteri kekayaan alam yang Juga perlu diungkap.
Konflik Papua Kepentingan Suatu Golongan
Konflik yang terjadi Papua bagaikan benang kusut yang sulit untuk dicari ujungnya. Dari orde baru hingga era reformasi konflik di Papua tidak juga kunjung usai. Banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi konflik di papua. Hasil evaluasi pendekatan militer ternyata tidak efektif dalam mengatasi konflik di papua, maka pemerintah mulai melakukan pendekatan sosial. Pemerintah mulai menciptakan kondisi yang bersahabat antara militer dengan masyarakat papua. Hal ini dibuktikan dengan banyak program-program pelayanan sosial yang dilakukan oleh militer untuk masyarakat papua, seperti program pelatihan kemandirian, pembuatan jalan raya, hingga menciptakan hubungan yang harmonis dengan tokoh-tokoh masyarakat papua.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan pemerintah tetap memilih pendekatan kesejahteraan dan ekonomi pascapenembakan yang menewaskan 12 orang dan 4 orang luka-luka baru-baru ini, dan Presiden SBY menegaskan tidak ada perubahan pendekatan. Tetapi, apabila ada pihak-pihak yang menggangu keamanan masyarakat dan mengingkari kedaulatan NKRI di Papua, harus disikapi tegas dan jelas.
Presiden SBY menginstruksikan pengawasan ketat pada program pemerintah di daerah yang rawan konflik. Program pemerintah yang tidak berjalan baik, jelas Presiden, bisa menimbulkan konflik bahkan menimbulkan permasalahan baru di daerah-daerah tersebut. Namun, semua usaha pemerintah tersebut tidak terpublikasikan dengan baik, yang diketahui oleh rakyat Indonesia kebanyakan adalah tentang pemberitaan Papua yang melulu perang antarsuku, hujan anak panah, aksi penembakan oleh orang tak dikenal, pembakaran, benturan fisik antara masyarakat dan aparat hingga aksi separatisme.
Seperti yang pernah ditegaskan oleh Karl Marx dulu, bahwa konflik merupakan kenyataan masyarakat sosial. Menurutnya, konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperoleh aset-aset yang bernilai. Maka kita pun memahami konflik sosial masyarakat yang terjadi di Papua adalah bentuk akumulasi dari kepentingan masyarakat untuk memperoleh hak-haknya yang oleh Marx disebut sebagai aset-aset yang bernilai yang bukan hanya belum terpenuhi tetapi dirampas secara tidak adil dan dengan upaya paksa.
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula (Wikipedia). Mengutip teori Karl Max , konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperoleh aset-aset yang bernilai. Hal ini sangat mungkin terjadi di Papua. Pasti ada pihak-pihak tertentu yang bermain di Papua, yang menginginkan Papua untuk terus membara.
Semua orang tahu bahwa Papua memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, tambang-tambang emas yang sangat banyak, dan bahkan kekayaan yang jika saja dikelola secara baik dan benar akan mensejahterakan masyarakat Papua itu sendiri. Tapi kondisi ini justru bertolak belakang. Seperti kata pepatah, bagai ayam yang kelaparan di lumbung padi, begitulah potret masyarakat Papua. Kesenjangan sosial yang terjadi di Papua ini dimamfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk dijadikan pembenaran atas semua tindakan kekerasan yang terjadi di Papua.
Namun aneh rasanya jika Papua masih tertinggal dari segi perekonomian karena pemerintah telah melakukan otonomi khusus untuk Papua dan merealisasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mensejahterakan masyarakat Papua. Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. Selain hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU ini, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia (Wikipedia).
Penulis menilai konflik di Papua bukan semata karena kesenjangan sosial yang terjadi disana. Bisa saja ada kepentingan pihak tertentu yang juga bisa menjadi pemicu konflik di Papua. Konflik sengaja diciptakan untuk menciptakan suasana yang tidak aman, yang bisa saja dimamfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan, seperti untuk menjalankan bisnis-bisnis ilegal. Hal ini dibuktikan dengan diungkapnya beberapa kasus penyelundupan di Papau oleh aparat berwajib.
Selain ini kepentingan politik bisa juga menjadi alasan semua tindakan kekerasan yang terjadi di Papua. Ada oknum yang diuntungkan dengan adanya konflik-konflik yang terjadi di Papua. Karena eksistensinya baru ada jika terjadi konflik bersenjata di Papua. Terlepas apapun itu, peran kita bersama diperlukan untuk menjaga kedaulatan NKRI ini. Intelijen harus bergerak lebih cermat, setiap tindakan yang mengancam NKRI harus ditindak tegas.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa membaca yang baik tidaklah mudah, perlu adanya keikut sertaan anggota tubuh mulai dari mata, telinga, otak, mulut, dan lain-lain tentunya dengan durasi yang cukup lama untuk memahaminya. Seperti halnya ketika kami berdiskusi artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” perlu kerja ekstra untuk memahami setiap kalimatnya. Isi dari artikelnya sendiri menjelaskan bahwa betapa pentingnya suatu data, kita harus memanfaatkan data semaksimal mungkin, jangan hanya kita jadikan sandaran bak sebuah bantal. 
REFERENSI


Lehtonen, Mikko. 2000. The Cultural Analysis of Texts. London: SAGE Publications
Hyland, Ken. 2006. English for Academic Purpose. London: Routledge
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment