Sunday, April 6, 2014

Intensive reading for reaching out those new forms


Class review on 04th April 2014
“Intensive reading for reaching out those new forms”
Welcome to 8th class review, setelah kurang lebih satu minggu saya beristirahat sejenak dari kegiatan menulis chapter dan class review.  Sekarang masa istirahat itu telah habis, dan saya harus kembali menulis class review yang kedelapan ini.  Awal pembelajaran semua di fokuskan kepada kegiatan membaca.
Menurut Fredick Mc Donald (dalam Burns, 1996: 8), membaca  merupakan rangkaian respon yang kompleks, di antaranya mencakup respon kognitif, sikap dan manipulatif. Membaca tersebut dapat dibagi menjadi beberapa sub keterampilan, yang meliputi sensori, persepsi, sekuensi, pengalaman, berpikir, belajar, asosiasi, afektif, dan konstruktif.

(Resource:http://qoriyanti12.blogspot.com/2013/03/pengertian-membaca-menurut-para-ahli.html)
Reading experience terbagi menjadi dua yaitu ekstensive reading dan intensive reading.  Ekstensive reading atau membaca ekstensif adalah proses membaca yang dilakukan secara luas. Objeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.  Sedangkan Intensive reading atau membaca intensif yaitu membaca dengan penuh pemahaman untuk menemukan ide-ide pokok pada tiap-tiap paragraf, pemahaman ide-ide naskah dari ide pokok sampai pada ide-ide penjelas, dari hal-hal yang rinci sampai ke relung-relungnya.  Adapun manfaat membaca intensif antara lain: pembaca menguasai isi teks secara mantap, pembaca mengetahui latar belakang ditulisnya teks tersebut, pembaca dapat mempunyai daya ingat yang lebih lama yang berhubungan dengan isi teks.
Mengapa saya menuliskan kalimat pembuka dengan pengertian membaca dan jenisnya?  Karena pada writing 4 kali ini, khususnya pada pertemuan kesembilan sampai dengan kesepuluh saya dan teman-teman di berikan tugas oleh Mr. Lala untuk membaca sebuah artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow.”  Untuk memperdalam penguasaan konten di dalam artikel tersebut kami melakukannya dengan cara intensive reading.  Hal ini dilakukan sebagai pembekalan dan pemahaman untuk membuat argumentative essay pada pertemuan berikutnya.   Dari artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” karya S. Eben Kirksey di dalamnya membahas tentang West Papua.
Untuk saat ini khususnya pada pertemuan kesembilan saya belum membaca keseluruhan materi yang ada di dalam artikel tersebut, sehingga untuk memudahkan pemahaman saya dalam memahami materi artikel ini, perlu adanya pemahaman baru yang berkaitan dengan topik yang dibahas di dalam artikel ““Don’t Use Your Data as a Pillow” seperti trivia quiz yang di berikan oleh Mr. Lala berikut ini :
}  What is West Papua? And where is it located?
}  What differences can you spot between PAPUA and IRIAN JAYA?
}  In what year the land called Papua integrated into NKRI?
}  What is Trikora?
}  What are the roles of Soekarno in the integration of Papua into NKRI?
}  What did the Dutch colonial do in Papua?
}  What are the roles of US-UN and our neighbouring countries in the Papua conflicts?
}  What is Organisasi Papua Merdeka (OPM) and who finances them?
Berikut ini adalah jawaban dari trivia quiz diatas:
Provinsi Papua Barat terletak antara 0 – 4 derajat Lintang Selatan dan 124 – 132 derajat Bujur Timur, tepat dibawah garis katulistiwa dengan ketinggian 0 – 100 meter dari permukaan laut. Luas wilayah Provinsi Papua Barat sebesar 126.093 kilometer persegi.
Batas Utara: Laut Pasifik, Batas Barat: Laut Seram Provinsi Maluku, Batas Selatan: Laut Banda Provinsi Maluku, Batas Timur: Provinsi Papua.  Dan apabila dilihat dari wilayah pemerintahan provinsi Papua Barat beribukota di kabupaten Manokwari. Secara administratif, provinsi Papua Barat terdiri dari 8 (delapan) kabupaten dan 1 (satu) kotamadya, yaitu kabupaten Fak-fak, kabupaten Kaimana, kabupaten Teluk Wondama, kabupaten Teluk Bintuni, kabupaten Manokwari, kabupaten Sorong Selatan, kabupaten Sorong, kabupaten Raja Ampat, dan Kotamadya Sorong. Terdiri dari 124 Kecamatan, 48 Kelurahan, dan 1173 Kampung.
Kemudian ada perbedaan antara nama Papua dan Irian Jaya, sebelum resmi berganti nama menjadi Papua, wilayah tersebut telah mengalami beberapa pergantian nama.  Yaitu Labadios, Janggi, Wanin, Sram, Nueva Guinea , Nederlands Nieuw Guinea, Irian Barat, Irian Jaya, dan akhirnya menjadi Papua.  Usut demi usut jika melihat pergantian nama-nama diatas, rupanya masih ekor-ekor dari promosi ignoransi yang merajalela selama pemerintahan Orde Baru, Irian itu nama seluruh pulau, dan nama propinsi RI ke-26 itu mula-mulanya "Irian Barat", dan baru diubah mendjadi "Irian Jaya" setelah Soeharto menjadi presiden.  Di bawah Orde Baru, asal-usul nama Irian itu dipalsukan, yaitu dinyatakan bahwa itu adalah akronim untuk "Ikut Republik Indonesia Anti Nederland".   Dan akhirnya memasuki era reformasi sebagian masyarakat menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden Abdurrahman Wahid memenuhi permintaan sebagian masyarakat tersebut. Dalam acara kunjungan resmi kenegaraan Presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, beliau mengumumkan bahwa nama Irian Jaya saat itu dirubah namanya menjadi Papua.
Selanjutnya pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura), kegiatan ini menandakan bahwa Papua resmi masuk kedalam NKRI pada tahun 1963, berdasarkan New York Agreement. Terjadinya New York agreement dilatar belakangi oleh sikap tidak pantang menyerah yang dilalukan oleh Bangsa Indonesia untuk merebut kembali wilayah Papua, dan di dukung oleh Amerika Serikat.   Adapun isi dari Pokok persetujuannya adalah :
1. Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat..
2. Pada tanggal 31 Desember 1962 bendera merah putih berkibar disamping bendera PBB.
3. Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai tanggal 1 Mei 1963.
4. Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB.
5. Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.
            Apabila berbicara mengenai Irian Jaya atau yang sekarang bernama Papua, sangat erat kaitannya dengan TRIKORA.  Operasi TRIKORA di cetuskan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di alun-alun Utara yogyakarta. Trikora merupakan sebuah operasi yang bertujuan untuk mengembalikan wilayah Papua bagian barat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Trikora muncul karna adanya kekecewaan dari pihak indonesia yang selalu gagal dalam perundingan dengan Belanda untuk mengembalikan irian barat yang secara sepihak diklaim sebagai salah satu provinsi kerajaan Belanda.   Dibawah ini adalah isi dari Tri Komando Rakyat (TRIKORA):
1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda.
2. Kibarkan sang Merah Putih di irian Jaya tanah air Indonesia.
3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum.
                  Dengan adanya trikora kita bisa melihat bahwa peran Ir. Soekarno dalam integrasi Papua ke dalam NKRI sangat berjasa, karena beliau tidak pantang menyerah untuk dapat merebut kembali Papua dari tangan Belanda.   Dan juga perlu diketahui bahwa di dalam upaya Indonesia merebut kembali wilayah Papua, terdapat peran penting yang dilakukan oleh Amerika Serikat, PBB, dan negara tetangga lainnya.  Contohnya melalui forum PBB,setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan 1954 mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak Belanda.  Kemudian, dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA).   Melihat kegagalan melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.  Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.
            Sementara itu Presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih John Fitzgerald Kennedy merasa risau dengan perkembangan yang terjadi di Irian Barat. Dukungan Uni Soviet ( PM. Nikita Kruschev ) kepada perjuangan RI untuk mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda, menimbulkan terjadinya ketegangan politik dunia, terutama pada pihak Sekutu (NATO) pimpinan Amerika Serikat yang semula sangat mendukung Belanda sebagai anggota sekutunya. Apabila Uni Soviet telah terlibat dan Indonesia terpengaruh kelompok ini, maka akan sangat membahayakan posisi Amerika Serikat di Asia dan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah Pasifik Barat Daya. Apabila pecah perang Indonesia dengan Belanda maka Amerika akan berada dalam posisi yang sulit. Amerika Serikat sebagai sekutu Belanda akan di cap sebagai negara pendukung penjajah dan Indonesia akan jatuh dalam pengaruh Uni Soviet. Untuk itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U Than, Kennedy mengirimkan diplomatnya yang bernama Elsworth Bunker untuk mengadakan pendekatan kepada Indonesia – Belanda.
Sesuai dengan tugas dari Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun mengadakan penelitian masalah ini, dan mengajukan usulan yang dikenal dengan ”Proposal Bunker”. Adapun isi Proposal Bunker tersebut adalah sebagai berikut :Belanda harus menyerahkan kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu paling lambat dua tahun.
Usulan ini menimbulkan reaksi :
1. Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek.
2. Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua Merdeka.
            Kemudian yang terakhir lahirlah persetujuan New York (New York Agreement), yang telah saya bahas pada paragraph sebelumnya.  Bahwa melalui New York Agreement Negara Indonesia mampu merebut kembali wilayah Papua ke dalam NKRI.
Well, selanjutnya saya akan membahas mengenai OPM.  Apakah yang dimaksud OPM?  Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah sebuah organisasi yang didirikan tahun 1965 dengan tujuan membantu dan melaksanakan penggulingan pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, sebelumnya bernama Irian Jaya memisahkan diri dari Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan modernitas. Organisasi ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliran Maois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan Nasional Amerika Serikat. Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan di tingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara. Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua. Para pendukungnya sering membawa-bawa bendera Bintang Kejora dan simbol persatuan Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang nasional. Lambang nasional tersebut diadopsi sejak tahun 1961 sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963 sesuai Perjanjian New York.
Penjelesan diatas merupakan data awal mengenai Papua, yang dapat dijadikan penuntun bagi saya untuk memahami informasi selanjutnya khususnya yang terdapat dalam artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow.”  Sebelumnya perlu diketahui pengertian data itu sendiri, menurut Wahyu Supriyanto dan Ahmad Muhsin data merupakan bahan baku informasi, yang dapat didefinisikan sebagai kelompok teratur simbol-simbol yang mewakili kuantitas, fakta, tindakan, benda, dan sebagainya.
(Resource:http://sistempakarindonesia.blogspot.com/2013/06/pengertian-data-menurut-para-ahli.html).
 Begitu pula yang dikatakan oleh Mr.Lala kemarin bahwa data itu sama dengan informasi, dan di dalam buku Cultural Analysis of Text karya Lehtonen dijelaskan bahwa:

            Maksud dari skema diatas adalah infomasi bisa di dapatkan melalui spoken, writen, visual, atau pun kombinasi.  Dunia visual , dunia gambar , memiliki peran sentral dalam moderen dan akhir budaya modern. Dalam budaya saat ini yang dijiwai dengan  mekanis elektronik dan digital digandakan suara dan gambar , istilah ' teks ' mencakup semua produk yang membuat pembentukan kemungkinan arti. Namun, hal ini
tidak berarti bahwa lisan, tertulis dan visual yang teks dapat dipelajari dengan
persis metode yang sama. (Lehtonen. 2000:56).   Selain itu,
Fakta bahwa angka ,tabel dan foto-foto dapat menempati sampai setengah artikel penelitian ilmu bersaksi untuk pentingnya visual dalam genre akademik . (Hyland. 2006:53)
            Kemudian, perlu diketahui juga bahwa gambar berbeda dari bahasa lisan dan tertulis secara signifikan tertentu.  Pertama , gambar dikatakan sebagai indeks tanda-tanda sebuah contoh klasik dari indexicality asap sebagai tanda api.  . Kedua , gambar yang dikatakan menyerupai objek mereka, yaitu sebagai ikonik tanda-tanda.  Foto-foto adalah contoh khas tanda-tanda ikonik, namun tanda-tanda diucapkan atau bahasa tertulis biasanya tidak menyerupai referen mereka dengan cara apapun. Oleh karena itu, harus ditekankan bahwa gambar dan bentuk juga memiliki bahasa tersendiri. Mereka seperti dengan bahasa lain , mereka memiliki kosakata , tata bahasa , sintaksis dan retorika sendiri. Tidak seperti lisan dan bahasa tulisan, gambar melintasi perbatasan budaya yang relatif mudah.  Selanjutnya, gambar merupakan teks mereka sendiri, mereka bersandar pada bahasa visual tertentu
yang memiliki aturan tata ruang sendiri , serta aturan mengenai warna dan bentuk. (Lehtonen. 2000:57)
            Selain itu informasi juga dikatakan dapat berhubungan dengan bahasa, karena sejauh ini yang saya ketahui bahwa informasi bisa di dapatkan melalui bahasa lisan seperti pidato, bahasa tulis seperti membaca tetapi pada kenyataannya seperti yang telah saya ungkapkan diatas bahwa informasi itu bisa juga berbentuk visual dan kombinasi. Dengan demikian , konsep “bahasa” tidak terbatas hanya untuk diucapkan atau bahasa tertulis. Kita mungkin berpikir bahwa bahasa terdiri dari semua sistem komunikasi yang menggunakan tanda-tanda diatur dalam spesifik tertentu cara . Oleh karena itu , konsep “bahasa” memperluas untuk memasukkan, misalnya, gambar dan musik juga. Miller ( 1998) ,  menunjukkan bahwa sementara unsur-unsur visual dalam pers populer berfungsi sebagian besar untuk menarik pembaca untuk artikel dan menjelaskan daripada membuktikan , visual dalam teks-teks akademik terutama argumen, mengikuti konvensi formal diselenggarakan untuk persuasi maksimum dan akses informasi ke para ilmuwan. (Hyland. 2006:53)
            Memang , mengkategorikan teks tidak selalu mudah, dan semua kategorisasi
memiliki problematika tersendiri . Salah satu cara adalah dengan membagi teks ke dalam verbal dan nonverbal kategori . Teks verbal , bagaimanapun, dapat baik tertulis atau lisan ,
sama seperti non -verbal teks dapat berupa gambar atau suara . Cara lain adalah  dengan membuat perbedaan antara teks visual dan pendengaran (misalnya, antara
menulis dan berbicara, atau gambar dan suara). Membawa bersama-sama divisi ini
menghasilkan tabel berikut: (Lehtonen.2000:48)
 
                Pada class review sebelumnya saya telah membahas mengenai  teks sebagai makhluk semiotik , ternyata hal ini juga berkaitan dengan informasi.  Teks dapat berupa tulisan, pidato, gambar, musik atau simbol lainnya. Titik pentingnya adalah bahwa mereka terorganisir dan terdapat kombinasi simbolik relatif padat yang tampaknya agak jelas didefinisikan. Dalam segala bentuknya, teks ditandai dengan tiga ciri: materialitas, hubungan formal dan kebermaknaan. (Lehtonen.2000:73)
            Baiklah, untuk selanjutnya saya akan menuliskan hasil diskusi saya dan teman-teman sekelompok mengenai artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” khususnya pada bagian judul sampai kalimat yang kedua, dan dibawah ini adalah hasil diskusi kami yang masih berbentuk note kasar:
Kelompok 7 (Mega, Meta, Nurul, Susi, dan Santiara)
TITLE:
Nurul               : If you have data use it, don’t make it useless.
Mega               : If you have data, make it complete, more detail, and more research.
Susi&Santiara : Don’t make data just for your bussiness.
Meta                : Someone has already got data, but he just save it, not use it.
Conclusion      : Pillow is a symbol of convenience, someone usually use pillow for themselves.  So, this means if we are researches don’t use the data just for ourselves.  Share to the wider audience.
Sentence 1      :
Meta                : Terdapat pesta perpisahan yang menyediakan berbagai macam makanan tradisional.
Nurul               : Pada saat Eben akan meninggalkan Papua, Eben dan masyarakat di Papua mengadakan pesta perpisahan.
Susi&Santiara :  Melihat diadakannya sebuah pesta perpisahan yang di laksanakan oleh Eben dan masyarakat Papua, kita bisa melihat bahwa di mata orang Papua Eben itu adalah seseorang yang berjasa.
Mega               : Pesta perpisahan di laksanakan untuk menyambut keberhasilan dan sekaligus  salam perpisahan kepada Eben.
Conclusion      : Party for celebration a hero.
Sentence 2      :
All                   : Pesta ini diatur oleh Denny Yomaki, salah satu pekerja human rights (HAM) untuk menandai berakhirnya penelitian Eben di Papua .
Conclusion      : Pesta yang mewah menurut masyarakat papua, pantas diadakan untuk Eben.  Pesta ini diatur oleh Denny Yomaki, salah satu pekerja human rights (HAM) untuk menandai berakhirnya penelitian Eben di Papua pada bulan mei tahun 2003.
Nah, itulah hasil diskusi kami selama 25 menit yang di adakan dalam kelas pada pertemuan kedelapan dengan Mr. Lala.  Selanjutnya, sesuai dengan perintah Mr. Lala yang terdapat dalam slide power point kemarin.  Untuk class review kali ini saya diharuskan untuk  menuliskan daftar kekuatan dan kelemahan saya sebagai pembaca dalam membaca teks “Don’t Use Your Data as a Pillow”.  This is it J
List of My Strengths and Weaknesses as a Reader
Strengths
Weaknesess
  1. Ketika membaca judul dari artikel ini, di dalam fikiran saya sudah terngiang bahwa “Data” itu jangan hanya di jadikan symbol kenyamanan saja.  Kita perlu mempublikasikannya ke khalayak ramai, seperti yang dilakukan oleh Howard Zinn dalam menguak misteri tentang penemu Benua Amerika.
  2. Mengetahui informasi yang sebelumnya tidak saya ketahui tentang Papua.
  3. Di dalam teks ini juga bukan hanya menjelaskan tentang konflik Papua, tetapi dijelaskan pula mengenai fungsi peneliti dan penulis anonymous.
  1.  Ketika membaca sentence pertama saya merasa bingung, karena mengapa awal bahasannya menceritakan sebuah pesta.  Dari sentence pertama saya bisa melihat bahwa paragraph ini termasuk kepada paragraph induktif yang diawali dengan kalimat yang berisi penjelasan- penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat utama.
  2. Saya merasa bingung, karena banyak kosa kata yang asing bagi saya.
  3. Kemudian, pada saat membaca artikel ini saya di tuntut untuk bisa lebih mengeksplor informasi yang telah terjadi di Papua dan pemerintahan Indonesia pada saat tertentu, agar dapat menyambungkan informasi yang ada di artikel ini.

           Dari pembahasan diatas saya dapat menyimpulkan bahwa intensive reading merupakan membaca dengan penuh pemahaman untuk menemukan ide-ide pokok pada tiap-tiap paragraf, pemahaman ide-ide naskah dari ide pokok sampai pada ide-ide penjelas, dari hal-hal yang rinci sampai ke relung-relungnya.  Adapun manfaat membaca intensif antara lain: pembaca menguasai isi teks secara mantap, pembaca mengetahui latar belakang ditulisnya teks tersebut, pembaca dapat mempunyai daya ingat yang lebih lama yang berhubungan dengan isi teks.  Dan inilah yang dilakukan oleh saya dan teman-teman dalam memahami artikel yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow.”  Kemudian perlu diketahui pula bahwa informasi bisa didapatkan melalui beberapa jenis yaitu spoken, writen, visual, dan combinasi.  Di dalam buku Lehtonen yang berjudul Cultural Analysis of Text dijelaskan  bahwa Salah satu cara adalah dengan membagi teks ke dalam verbal dan nonverbal kategori . Teks verbal , bagaimanapun, dapat baik tertulis atau lisan ,
sama seperti non -verbal teks dapat berupa gambar atau suara . Cara lain adalah  dengan membuat perbedaan antara teks visual dan pendengaran (misalnya, antara
menulis dan berbicara, atau gambar dan suara). Membawa bersama-sama divisi ini
menghasilkan tabel berikut: (Lehtonen.2000:48)

Tetapi harus ditekankan bahwa gambar dan bentuk juga memiliki bahasa tersendiri. Mereka seperti dengan bahasa lain , mereka memiliki kosakata , tata bahasa , sintaksis dan retorika sendiri.  Mungkin pada class review kali ini hanya itu yang bisa saya sampaikan.  Kurang lebihnya saya mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam menyampaikan materi diatas.  Terimakasih, wassalam J


Reference
Lehtonen, M. (2000). The Cultural Analysis of Text. London: SAGE Publications
Hyland, K. (2006).  English for Academic Purposes. London: Routledge.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment