Sunday, April 6, 2014
Created By:
Liana Nurbakti
8th
Class Review
A Constant Using
Data
Istirahat sejenak, kemudian lari lebih kencang lagi.
Itulah hal yang terjadi di writing class. Setelah kita beristirahat selama satu
minggu, tidak ada class review, critical review dan tugas yang lainnya,
tiba-tiba pada pertemuan kali ini kami dihadapkan lagi dengan tugas yang
terhitung berat menurut saya. Hal yang paling menyedihkan adalah ketika tahu bahwa
waktu pengerjaan tugas hanya tiga hari.
Bercermin kepada satu setengah semester kemarin,
kami harus benar-benar memperbaiki kualitas belajar kami karena dalam satu
setengah semester kemarin masih ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan
aturan yang Mr. Lala berikan. Setiap mahasiswa harus benar-benar teliti dalam
pengerjaan tugasnya kali ini karena Mr. Lala tidak akan mentoleransi kesalahan
sedikitpun. Mr. Lala berkata bahwa orang-orang di Indonesia memiliki magic word yaitu “khilaf”. Biasanya
setiap melakukan kesalahan mereka berkata “maaf
pak, saya khilaf”. Bahkan dengan magic
word nya orang Indonesia pun, Mr. Lala tidak akan mentoleransi
kesalahan-kesalahan yang kecil sedikitpun.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka memperbaiki kualitas belajar kita. Pertama,
harus konsisten dalam pengalaman membacanya. Artinya bahwa kita tidak boleh
membaca disaat kita good mood saja, tapi pengalaman membaca itu harus tetap dan
terus menerus. Kedua,harus sering
diskusi dengan partner yang paling baik. Baik atau tidaknya partner itu
tergantung diri kita masing-masing menilainya. Ketiga, harus sering berkumpul di luar kelas writing. Belajar hanya
pada saat jadwalnya saja itu tidak akan cukup. Maka dari itu, harus
menyempatkan waktu untuk sering berkumpul diluar jadwal kelas. Selain untuk
ajang diskusi pelajaran, bisa juga dijadikan sarana untuk mempererat tali
silaturahmi kelas. Keempat, hal yang
paling penting adalah FOCUS, COMMITMENT, PERSEVERANCE, A
constant TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK, TEAMWORK
is a must!
Sejarah tentang penemuan benua Amerika kini tinggal
sejarah. Dulu kita memakai article Howard Zinn untuk membuat critical essay
yang berisi tentang penemuan benua Amerika. Kini tentunya berbeda dengan
dahulu. Pada pertengahan semester empat sekarang ini, menu yang kita buat bukan
lagi tentang critical essay tapi kita akan membuat argumentative essay. Bahan
yang digunakan pun tentu berbeda. Untuk membuat menu argumentative essay, bahan
yang kita gunakan adalah article S. Eben
Kirksey yang berjudul “Don’t Use Your
Data as a Pillow” yang berisi tentang west papua.
Untuk membuat argumentative essay tentu tidak mudah,
harus melalui beberapa tahap dan banyak latihan. Maka dari itu, dalam pertemuan
pertama membuat menu argumentative essay ini, kita focus pada latihan dasar
yaitu reading experience. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap
masing-masing anggota kelompok memberikan pendapat atau argument nya sendiri sentence
by sentence. Anggota kelompok saya terdiri dari saya sendiri (Liana), Iis,
Hilmi, Ghoyatul dan Niyati.
Setiap reader atau pembaca tentu mempunyai
kekurangan dan kekuatan masing-masing dalam kemampuan membacanya, begitupun
saya. Saya pribadi merasa lebih banyak kekurangannya daripada kekuatannya.
Ketika membaca, masih banyak kosakata yang belum saya pahami sehingga itu
menghambat saya dalam memahami tulisan yang saya baca. Selain itu, pada saat
saya membaca teks, saya selalu mengartikan kosakata satu per satu sehingga pada
saat digabungkan kalimatnya menjadi tidak nyambung. Sedangkan kekuatan saya
dalam membaca, mungkin saya tidak memilikinya.
Teks kali ini berisi tentang papua barat. Sebelum
beranjak pada teks nya, setidaknya kita harus mengetahui terlebih dahulu papua
barat itu sendiri. Papua Barat (sebelumnya
Irian Jaya Barat disingkat Irjabar) adalah sebuah provinsi Indonesia yang
terletak di bagian barat Pulau Papua. Ibukotanya
adalah Manokwari. Nama
provinsi ini sebelumnya adalah Irian (Ikut Republik Indonesia Anti Natherland)
Jaya Barat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 45
Tahun 1999. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi
Papua Barat. Masuknya Papua ke dalam wilayah Indonesia yang telah ditetapkan
melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 silam.
Papua barat telah mencapai kemerdekaannya pada tanggal
1 Desember 1961. Bendera Bintang Kejora pun dikibarkan, sekaligus “Deklarasi
Kemerdekaan Papua Barat”. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di samping bendera
Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan setelah lagu
kebangsaan Belanda “Wilhelmus”. Deklarasi kemerdekaan Papua Barat ini disiarkan
oleh Radio Belanda dan Australia. Momen inilah yang menjadi Deklarasi
Kemerdekaan Papua Barat secara de facto[1] dan de jure[1] sebagai sebuah
negara yang merdeka dan berdaulat.
Alasan Pencaplokan Papua
Barat oleh Indonesia oleh Soekarno Walaupun
Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat, tetapi kemerdekaan itu hanya berumur 19 hari, karena tanggal 19
Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat di Alun-alun
Utara Yogyakarta yang isinya:
1. Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan
Belanda Kolonial
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air
Indonesia
3. Bersiaplah untuk
mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan
Bangsa.
Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno
sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan
Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando
Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah
Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer
di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara
dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi
Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung,
Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi
Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi
Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus).
Dibalik sibuk-sibuknya Soekarno mempertahankan Papua
sebagai wilayah indonesia, ada pihak-pihak lain yang bersikeras menginginkan
papua untuk merdeka. Negara-negara tersebut diantaranya US-UN dan Negara-negara
tetangga.
Bukan
hanya US-UN dan Negara-negara tetangga yang menginginkan papua barat merdeka, tapi
orang-orang Papua nya sendiri pun memberikan reaksi atas sikap pejabat
Indonesia yang mengecewakan, sehingga didirikanlah OPM (Organisasi Papua
Merdeka). Organisasi Papua Merdeka (disingkat OPM) adalah
sebuah organisasi yang didirikan tahun 1965 dengan tujuan membantu dan
melaksanakan penggulingan pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, sebelumnya bernama Irian Jaya, memisahkan diri dari
Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan
modernitas. Organisasi ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliran Maois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan
Nasional Amerika Serikat.
Belanda juga
sangat bersikeras dalam memerdekakan Papua Barat, padahal Belanda memiliki
tujuan tertentu berdiam diri di Papua Barat. Tujuannya diantaranya:
1. agar
mudah untuk pengawasan
2. untuk
melaksanakan sistem desentralisasi
3. agar
mudah untuk menanamkan pengaruhnya
4. mencari
dukungan untuk menegakkan kembali kekuasaan belanda di indonesia
Beralih kepada teks “Don’t Use Your Data as a Pillow”, setiap
kelompok mulai membahas tentang article tersebut. Sebelum kepada isinya,
dimulai dari judulnya terlebih dahulu. Berikut pendapat masing-masing kelompok
saya tentang judul article tersebut, “Don’t
Use Your Data as a Pillow”…
1. Ghoyatul Farikhah : data adalah apa yang kita punya, sedangkan
pillow adalah bantal. Bantal dianalogikan sebagai alat untuk kita
bermalas-malasan. Maka dari itu, kita jangan bermalas-malasan, tapi harus bisa
mengeksplorasi kemampuan kita.
2. Hilmi Salam : data adalah pengetahuan yang didapat yang
didukung dengan fakta-fakta, sedangkan pillow adalah sandaran. Maksudnya adalah
data itu hanya dijadikan sebagai sandaran dan untuk menguatkan argumentnya
saja, tidak diperdalam secara detail.
3. Niyati Wulandari : data adalah fakta-fakta atau pengetahuan,
sedangkan pillow adalah bantal sebagai sandaran. Maksudnya data itu jangan
hanya dipakai kalau kita butuh saja.
4. Liana Nurbakti : pengetahuan yang kita punya berdasarkan
research, sedangkan pillow adalah bantal sebagai sandaran dan pajangan.
Maksudnya adalah jangan sampai data yang kita punya hanya dijadikan sebagai
pajangan atau sandaran belaka, tapi data itu harus sering kita pakai.
5. Iis Yulia Riani : data adalah pengetahuan yang berdasarkan
fakta dan research sedangkan pillow adalah sandaran. Jadi jangan jadikan data
itu sebagai sandaran saja.
Conclusion dari kelima
pendapat diatas tentang “Don’t Use
Your Data as a Pillow” adalah data adalah pengetahuan yang kita punya yang
didukung dengan fakta research dan dapat dipertanggung jawabkan. Data yang kita
punya tidak boleh hanya dijadikan sebagai sandaran disaat kita butuh saja,
tetapi harus sering dipakai.
Selanjutnya
pendapat tentang paragraph 1 kalimat kesatu : A small feast had been prepared for my going away party: salty sago
pudding, fish broth, fried papaya leaves, boiled yams and chicken.
1. Ghoyatul Farikhah : segala sesuatu yang dipersiapkan dalam acara
adat.
2. Hilmi Salam : papua tidak terlepas dari tradisi primitive
(masih original culture).
3. Niyati Wulandari : masih menjunjung tinggi tradisi.
4. Liana Nurbakti : salah satu acara adat perpisahan di suku papua
yang menyediakan makanan khas papua sebagai makanan wajib pada saat upacara
adat.
5.
Iis
Yulia Riani : salah satu tradisi
di papua dengan mengadakan suatu perayaan.
Conclusion dari kelima
pendapat diatas tentang paragraph 1
sentence ke satu adalah sedang dilaksanakannya pesta perpisahan buat
penulis yang masih lekat dengan tradisi primitive di papua, yaitu dengan adanya
beberapa makanan khas dari papua itu sendiri seperti salty sago pudding, fish
broth, fried papaya leaves, boiled yams and chicken.
“Don’t Use Your Data as a Pillow”. Data disini
sama saja dengan informasi. Dimana ada informasi, disitu pasti ada komunikasi. Komunikasi
tak lepas dari bahasa, karena tanpa bahasa maka tidak akan terjadi komunikasi
dan tidak akan ada informasi. Language exists as spoken, written, printed,
electrical, digital or otherwise produced texts (Lehtonen, 2000: 48). Bahasa
atau informasi itu ada dalam ucapan,
tulisan, hasil print, media elektronik atau cara lain yang memproduksi
teks.
Speech,
writing, facial expressions, body language and ways to dress can all, in a
broad sense, be considered ‘a medium’ of communication. Today’s established
media are television, movies, videos, radio, recordings, magazines, books,
telephones, telefaxes, the internet, e-mail, billboards and hoardings (Lehtonen,
2000: 49). Menurut Lehtonen, media untuk berkomunikasi atau untuk mendapatkan
informasi itu banyak sekali, diantaranya pembicaraan, tulisan, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan cara berpakaian. Apalagi zaman sekarang banyak media seperti
televise, film, video, radio, rekaman, majalah, buku, telephone, fax, internet,
email dan lain sebagainya. Dari semua media tersebut, dengan mudah kita bisa
mendapatkan informasi atau data yang kita inginkan. Data atau informasi yang
kita dapat itu digunakan ketika kita sedang melakukan research.
Menurut Ken
Hyland (2006: 78), to collect data on these various needs the teacher is likely
to draw on a range of different sources and methods. Jordan (1997), for
instance, lists fourteen different procedures for collecting needs data,
including student self-assessment, class progress tests and previous research,
while Brown (1995) lists twenty-four, grouping them into six main categories:
existing information, tests, observations, interviews, meetings and questionnaires.
Oddly, neither mentions collecting and analyzing authentic texts, now regarded
as a key source of information about target situations. Perhaps the most widely
used approaches are:
■
Questionnaires.
■ Analyses
of authentic spoken and written texts.
■ Structured
interviews.
■
Observations.
■ Informal
consultations with faculty, learners, other EAP teachers, etc.
■ Assessment
results.
Untuk mengumpulkan
data tentang berbagai kebutuhan
guru cenderung untuk
menarik pada berbagai sumber
dan metode yang berbeda. Jordan (1997), misalnya, berisi empat belas berbeda
prosedur untuk mengumpulkan data kebutuhan, termasuk self-assessment
siswa, kelas
kemajuan tes dan penelitian sebelumnya, sedangkan Brown (1995) daftar dua puluh empat, pengelompokan mereka ke dalam enam kategori utama: informasi yang ada, tes, observasi, wawancara, pertemuan dan kuesioner. Anehnya, tidak menyebutkan mengumpulkan dan menganalisis teks otentik, sekarang dianggap sebagai sumber utama informasi tentang situasi sasaran. Mungkin pendekatan yang paling banyak digunakan adalah:
kemajuan tes dan penelitian sebelumnya, sedangkan Brown (1995) daftar dua puluh empat, pengelompokan mereka ke dalam enam kategori utama: informasi yang ada, tes, observasi, wawancara, pertemuan dan kuesioner. Anehnya, tidak menyebutkan mengumpulkan dan menganalisis teks otentik, sekarang dianggap sebagai sumber utama informasi tentang situasi sasaran. Mungkin pendekatan yang paling banyak digunakan adalah:
■ Kuesioner.
■ Analisis
otentik teks lisan
dan tulisan.
■ Terstruktur
wawancara.
■ Pengamatan.
■ konsultasi
informal dengan dosen, pelajar, guru EAP lainnya,
dll
■ Hasil
penilaian.
Dari semua
pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak semua hal bisa dijadikan
sebagai data, tapi sebelumnya harus ada survey terlebih dahulu. Data atau
informasi yang kita dapat itu digunakan ketika kita sedang melakukan research. Saya
berharap seluruh mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon tidak hanya menggunakan
data sebagai sandaran belaka, tapi data itu harus memberikan manfaat kepada
masing-masing peserta didik. Oleh karenanya, kita harus sering menggunakan data
yang kita punya pada saat kita melakukan research.
Reference:
Lehtonen, Mikko. 2000. The Cultural Analysis of Texts. London:
SAGE Publications
Hyland, Ken. 2006. English for Academic Purpose. London:
Routledge
Tentang
Papua Barat, diakses pada tanggal 5 April 2014, diunduh dari:
Sejarah masuknya Irian Barat (Papua) ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), diakses pada tanggal 5 April 2014, diunduh dari :
Operasi
Trikora, diakses pada tanggal 5 April 2014, diunduh dari:
Tujuan
Belanda berada di Papua, diakses pada tanggal 5 April 2014, diunduh dari:
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20101106180859AAzpuU1
Tentang OPM, diakses pada tanggal 6
April 2014, diunduh dari:
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Papua_Merdeka


Subscribe to:
Post Comments (Atom)