Saturday, March 8, 2014

To be Qualified Reader

Class review 4

To be Qualified Reader

Assalamualaikum wr. Wb
Jum’at 28 februari 2014.  Hari ini adalah minggu keempat kelas writing.  Pada pertemuan kali ini kita masih membahas tentang critical review.  Yang saya rasakan sampai saat ini memang sangat sulit dan melelahkan menjalani kelas writing 4, tapi Mr. Lala mengatakan sebulan pertama memang akan terasa sangat sulit.  Pengenalan menulis critical review sebanyak 2500 kata tidak akan begitu saja mudah untuk dilalui.
Sampai minggu keempat ini Mr. Lala mengingatkan kembali sudah sampai dimana posisi kita.



Menurut Mr. Lala, mayoritas mahasiswa PBI berada pada posisi sedang menuju Qualify Reader.  Menjadi penulis yang berkualitas memang tidak mudah, kita harus terlebih dahulu menjadi seorang pembaca yang berkualitas.  Sebelum masuk pada materi utama, Mr. Lala menyuruh dua orang mahasiswa untuk membacakan teks tentang sepi karya dosennya.  Dua orang tersebut adalah Iis dan saya sendiri.  Teks tersebut menceritakan pengalaman kita dengan sepi, bahwa dalam sepi kita menemukan hal-hal yang tidak kita sadari dalam keramaian.  Dalam sepi juga sebuah inspirasi muncul. 
Kemudian Mr. Lala membahas tentang critical review yang ditugaskan minggu lalu.  Sejauh ini, kebanyakan mahasiswa terlalu menekankan pada aspek religion harmony dan melupakan classroom discoursenya.  Adakah mahasiswa yang secara gamblang memberikan definisi tentang classroom discourse?  Dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan classroom?
Mr.Lala menyebutkan tiga definisi dari classroom
1.      Classroom is a “sacred site”
Kelas adalah unsur terkecil dalam membentuk pendidikan, tidak semua orang bisa mengikuti perkuliahan di kelas.  Kalau seorang pengajar tidak mengajar dengan baik dan malah meninggalkan kelas pada saat pembelajaran, maka dia mencederai kesucian kelas.
2.      Classroom is “complicated”
Ada beberapa hal yang membuat kelas complicated.  Diantaranya adalah background dari masing-masing mahasiswa berbeda, baik dari suku, budaya, tingkat pendidikan ataupun ekonomi semuanya memiliki perbedaan masing-masing.  Dalam kelas bisa memunculkan ideological classes, perbedaan ideology dari masing-masing mahasiswanya.
3.      Classroom is meaning making practice
Untuk mewujudkan kerukunan umat beragama membutuhkan pembentukan makana yang di apresisasi lewat pola pikir, dimana di dalam prakteknya di kelas siswa dituntut untuk saling menghormati satu sama lain.  Di dalam meaning making practice setiap siswa memiliki ideology yang berbeda, jika siswa tetap mempertahankan ideology masing-masing maka tidak akan bersatu.
Classroom discourse menurut artikel dari Prof.Dr. Chaedar Alwasilah adalah:
1.      Siswa diharapkan mampu mendengarkan penuh perhatian,
2.      Menyumbangkan ide-ide atau pendapat,
3.      Mengajukan pertanyaan, menyatakan kesepakatan dan ketidaksepakatan
4.      Mencapai kompromi dengan cara yang hormat. 

Dengan cara ini mereka yang berasal dari latar belakang etnis, budaya, agama dan sosial yang berbeda dapat bekerjasama satu sama lain dan saling berinteraksi.  Anak-anak zaman sekarang lebih senang bergaul dengan teman sebaya, bercerita pada temannya daripada kepada gurunya atau orang tuanya. 
Menurut Prof. Dr. Chaedar Alwasilah, classroom discourse dapat menumbuhkan kerukunan umat beragama, karena pada kenyataannya banyak terjadi ketidak haromonisan antar umat beragama.  Classroom discourse yang diusung oleh Prof. Dr. Chaedar Alwasilah intinya mengajarkan bagaimana berinteraksi didalam kelas dan saling memahami dengan yang lainnya.  Kenapa harus kelas? Karena dalam kelas aktivitas belajar terjadi, interaksi dan saling berbagi pendapat terjadi, maka jika ingin menanamkan sesuatu maka harus dimulai dari kelas.  Prof. Dr. Chaedar juga menerangkan bahwa dengan classroom discourse dapat tercipta pendidikan yang liberal dan multi kultural. 

 Mr. Lala mengatakan, ada beberapa missing link dari critical review yang dibuat mahasiswa, dianttaranya:
1.      Interaction dalam classroom discourse
2.      Participant
3.      Talk
Seperti biasa, hari ini Mr. Lala kembali membagi kelas menjadi dua kelompok dan bertanya kepada mahasiswa tentang critical review dan class review yang telah dibuat.  Sambil kegiatan ini berjalan kami juga diminta untuk mengkoreksi critical review yang telah kami buat berdasarkan paper yang telah dijelaskan sebelumnya tentang kriteria critical review yang baik.
Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam critical review,
1.      Unity
Semua yang dibangun dalam critical review harus berpatok pada topik, dalam hal ini class room discourse.  Paragraph yang kuat akan mengeliminasi kalimat-kalimat yang tidak dibutuhkan atau tidak mendukung topic utama.  Dalam unity ada empat point utama.
Ø  Support of main idea
Ø  Supporting detail in the most logical way
Ø  No restate or necessary sentence
Ø  Clear relationships between ideas
2.      Coherence
Tidak hanya unity tapi sebuah teks juga harus memiliki coherency, yaitu logic, smooth, dan ada keterhubungan dari satu idea ke idea yang lainnya.  Ada tidga kunci utama untuk membangun coherency,
1.      Direct statement
2.      By position-first and last body paragraphs or weakest to strongest idea
3.      By proportion – a topic may use several paragraphs if it has more value

Dalam review kali ini, kita hanya berfokus pada unsur unity saja.  Ternyata dalam critical review yang saya buat, banyak restatement dan kalimat-kalimat yang tidak perlu, jadi perlu melakukan banyak revisi.  Pada critical review yang kedua nanti kita akan mengkritik sebuah teks yang telah ditentukan, critical review tersebut akan menjadi critical review yang terakhir yang menggunakan bahasa Indonesia.  Minggu depan setiap mahasiswa harus membawa laptop masing-masing, kita akan mencoba menjadi penulis sungguhan.  Nantinya kita akan merubah critical review yang telah kita buat dalam bahasa Indonesia kedalam bahasa Inggris.  Kita akan mencoba membuat 500 kata dalam 30 menit di kelas.  Mudah-mudahan minggu depan dan seterusnya dapat berjalan dengan lancar.  Semua kegiatan dan tugas dari Mr. Lala dapat dikerjakan dengan baik. 
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment