Friday, March 7, 2014

Pelopor Budaya Kelas



#Class Review 4 
Pelopor Budaya Kelas
 
Cuaca di pagi hari, begitu sejuk dan mendukung aktivitas terutama untuk seorang mahasiswa. Inilah hari pertama, dimana memulai untuk mencari ilmu lebih awal dibandingkan dengan mahasiswa lainnnya. Pukul 06.30, kaki mulai berjalan untuk memasuki gerbang dimana memulai untuk meniti kehidupan yang lebih bermanfaat serta melatih kedisiplinan sebagai mahasiswa maupun dosennya. Hal ini adalah salah satu untuk membangun kualitas kampus serta lebih mengetahui betapa pentingnya kualitas kampus ini, bukan hanya dari segi ilmu yang kita dapatkan tetapi juga membangun jiwa karakter mahasiswa untuk lebih baik.
Atmosfir kelas begitu mengharukan, ketika Mr. Lala menunjukkan sebuah kata-kata mutiara yang beliau dapatkan dari dosennya, yaitu :
“Berkariblah dengan sepi, sebab dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari. Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang memborbardir indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu untuk ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak mereka hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu yang mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik.
Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain.
Berkariblah dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti, atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang pekak.
Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih.” -(Budi Hermawan)—
kata mutiara itu, begitu menyentuh hati saya teringat dengan banyaknya saya menulis dan mengeluarkan berbagai inspirasi yang didapatkan. Hal ini, saya dapatkan ketika susana dalam keadaan sunyi dan sepi hingga telah malam tiba. Inipun dibenarkan oleh Beethnoven, ketika ditanya dari mana ide-idenya datang saat menciptakan sebuah komposisi, beliau menjawab secara puitis : “Mereka hadir dalam keheningan malam atau di pagi buta, terwujud menjadi nyata oleh suasana.” (dikutip dari buku karya Colin Rose,2007).
Einstein percaya bahwa kita dapat merangsang pemikiran dasar kita dengan membiarkan imajinasi kita melayang bebas, tidak dibatasi oleh penghalang-penghalang konvensional. Beliau mengaitkan penemuannya tentang “Teori Relativitas” dengan lamunan. Selain itu, Wordsworth mengungkapkan bahwa “Tidur adalah inkubator ide-ide paling dahsyat-“Induk dari pikiran yang segar”.
Disamping itu, Mr.Lala membahas point-point dalam teks “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony”, yaitu :
1.        Classroom is a sacred
Sacred disini adalah tempat suci dimana yang berisi hanya orang-orang tertentu dan tidak sembarang orang memasuki tempat suci ini. Ruang kelas yang suci ini dipenuhi orang-orang yang memiliki niat tinggi untuk bersungguh-sungguh mengikuti alur pembelajaran di kelas tersebut. Seperti contohnya : untuk menempuh perguruan tinggi harus menjalankan tahapan-tahapannya yang berawal dari SD,SMP hingga SMA lalu masuklah perguruan tinggi, berbeda dengan para pedagang atau yang lainnya tidak bisa langsung memasuki perguruan tinggi karena tidak menempuh tingkatan-tingkatannya.

2.        Classroom is complicated
Ruang kelas sangatlah rumit, rumit disini karena mempunyai latarbelakang yang berbeda, seperti ethnic, pendidikan, ekonomi, politik dan kepribadian yang berbeda. Disini terlihat jelas, karena begitu rumit untuk mempersatukan peebedaan ini.

3.        Meaning making practice
Dalam classroom ini seharusnya kita mengetahui tentang membuat arti praktek karena hal ini termasuk dengan ideologi, yang berarti seperangkat keyakinan bersama dalam suatu kelompok, seperti bangsa atau kelas sosial. Ini tubuh keyakinan yang mempengaruhi cara orang berpikir, bertindak, dan melihat dunia. Hal ini juga menyangkut dengan kesetaraan kesempatan yaitu sebuah ideologi yang ingin menghilangkan diskriminasi yang didasarkan pada usia, jenis kelamin, warna kulit, ras, kebangsaan, agama, dan cacat yang meliputi cacat fisik dan mental. Di samping itu, mengenai etos kerja yaitu seperangkat keyakinan yang berfokus pada kebajikan moral kerja dan cara mereka bekerja dapat menyebabkan karakter kuat. Serta agama juga merupakan semua ideologi dalam masing-masing adalah variasi dari keyakinan. Beberapa orang percaya ketat mengikuti semua ajaran sementara yang lain lebih liberal dan memilih yang mereka anggap lebih penting.
Inilah hal-hal yang mengenai classroom discourse dimana classroom tempat yang sangat suci, rumit serta memiliki ideologi untuk mengetahui tentang menciptakan arti praktek. Jika hal ini terjadi maka inilah “religious harmony”. Dimana dalam classroom memiliki perbedaan secara jelas yang tidak sembarangan orang bisa melakukan hal-hal seperti ini. Dari perbedaan tersebut seharusnya kita bisa menciptakan dan mengikuti tujuan budaya kelas yang baik serta melakukan beberapa hal yaitu :
(1) budaya kelas memungkinkan guru untuk mendapatkan hal yang benar dari awal,
(2) siswa belajar persis apa yang diharapkan dari mereka,
(3) siswa belajar untuk fokus pada tugas tangan,
(4) budaya kelas membantu mengurangi kemungkinan masalah disiplin serius dan berulang.
Tetapi di samping itu, tentu saja akan selalu ada masalah. Tidak ada sekolah atau kelas yang bebas masalah. Berurusan dengan masalah yang pasti muncul akan jauh lebih mudah ketika guru dan siswa menempel budaya kelas yang memungkinkan bagi setiap orang untuk tumbuh, belajar, dan berhasil. Hal ini dianggap budaya kelas untuk menjadi pelopor untuk pengelolaan kelas, meskipun keduanya saling terkait. Inilah yang lebih penting bagi seorang pendidik daripada mengajarkan rasa hormat dan tanggung jawab dalam dunia yang penuh hormat dan tidak bertanggung jawab. Selain itu, muncul perilaku-perilaku dalam suatu sistem yang datang sebagai hasil dari interaksi antara unsur-unsur yang berbeda dari sistem, dan yang tidak dapat dijelaskan dengan melihat unsur-unsur, tetapi harus memperhitungkan hubungan dan interaksi mereka disitu. (lihat Ellis & Larsen- Freeman, 2006).
Inilah sebuah kelas, dimana siswa sopan mendengarkan satu sama lain dan saling bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dengan bangga. Sebuah kelas, dimana siswa tidak hanya menghormati guru dan satu sama lain, tetapi juga kelas sebagai tempat suci belajar dan berbagi. Bayangkan sebuah kelas, dimana siswa bekerja keras, mengorbankan waktu dan tenaga, dan berbagi pemahaman mereka dengan sesama teman sekelas mereka. Sebuah kelas dimana setiap siswa diperlakukan sama dan dihargai karena siapa mereka sesungguhnya. Sebuah kelas dimana setiap siswa diberi kesempatan untuk mencapai potensi dirinya. Bayangkan sebuah kelas dimana setiap siswa secara alami mengambil tanggung jawab untuk setiap siswa lainnya. Seperti dalam bagan di bawah ini :
Gambar 5: pemahaman Linear hubungan antara pendidikan dan ruang kelas guru
Guru bahasa atau guru mata pelajaran pengetahuan subjek, atau apakah pengetahuan ini dikonseptualisasikan sebagai pengetahuan deklaratif atau prosedural. Pengetahuan tentang 'apa' dan pengetahuan 'bagaimana' (jika memang mereka dapat dipisahkan) keduanya relasional: pengetahuan dan kelas praktek guru yang ada di web kompleks interaksi, dan praktek kelas juga berdampak pada bagaimana guru membangun dan mengembangkan pengetahuan mereka sendiri.
Hal ini juga meluas ke ruang kelas (fisik dan virtual) dimana pendidikan guru berlangsung, dan mengikuti proyek penelitian ini dimasukkan pendekatan berbasis masalah ke dalam kursus pendidikan guru kami, dimana siswa menarik pada konteks pengajaran mereka sendiri dan kolektif menyelidiki cara-cara yang dapat diterapkan. Ini adalah salah satu cara dimana konteks profesional guru dapat diintegrasikan di kelas pendidikan guru, dan kompleksitas ruang kelas dapat dieksplorasi dalam kaitannya dengan pengetahuan subjek baru.
Jadi, pendidik guru harus memiliki pengaruh yang cukup pada para siswa untuk mengubah hubungan antara unsur-unsur yang berbeda dalam kelas mereka, dan bahwa program pendidikan guru dan program perlu dirancang dan dilaksanakan dengan hal ini penting untuk pertimbangan dalam pikiran. Hal ini, membantu guru untuk mengembangkan daerah-daerah tertentu dari pengetahuan dan praktek mungkin cukup untuk melakukan perubahan kelas. Namun, itu lebih mungkin bahwa guru (karena pendidik guru) harus bertindak atas berbagai variabel kelas untuk mengubah hubungan dan memindahkan kelas produktif dari keadaan nyaman keseimbangan. Ini berarti kebutuhan untuk memahami dan mempelajari ruang kelas dengan cara yang mengakui dan menyumbang kompleksitas mereka, daripada satu yang mengurangi itu.



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment