Saturday, March 29, 2014

Tiga kubu dalam literacy


Class review ketujuh, on 21st  march 2014
Tiga kubu dalam literacy
Pada awal pembelajaran Mr. Lala mengatakan bahwa seharusnya pada class review yang kami buat harus memperdalam lagi mengenai contentnya. Hal ini juga berkesinambungan dengan yang Mr. Lala katakan bahwa seseorang yang jago dalam menulis critical review berbahasa Indonesia, ketika mencoba menulis dalam bahasa Inggris kemampuannya kurang menampak. Hal ini membuktikan bahwa menulis menggunakan bahasa Inggris itu susah. Keadaan ini juga berhubungan dengan Literacies and Practices yang terdapat dalam buku Ken Hylan : 2006 yang berjudul English for Academic Purposes.

Pada tema kedua Literacies and Practices didalamnya terdapat sub topik, discourses, communities dan cultures. Kembali membahas bahwa menulis menggunakan bahasa Inggris itu sulit, hal ini berkaitan dengan gagasan bahasa Inggris untuk keperluan akademik itu sangat spesifik dan penekanannya sejauh mana kemahiran penulis untuk menggunakan bahasa tersebut. Bisa dikaitkan juga dengan kemahiran berbasis disiplin, di dalam discourse mendorong kita untuk berfikir tentang perbedaan discourse dan praktek-praktek yang dinilai dalam konteks disiplin.
Disipline dalam context ini yaitu mengkoneksikanj apa yang ingin kamu tulis dengan apa yang ada dalam kepala kamu (ide).  Karena sesungguhnya mengkoneksikan apa yang ada dikepala kita dengan apa yang ingin kita tulis itu tidak mudah, sehingga perlu adanya disipline.  Contohnya ketika kita mendapatkan sebuah ide, kita harus segera menuliskannya dalam catatan kecil atau dimana pun karena dengan kebiasaan yang dilakukan tersebut akan memudahkan kita dalam menulis sebuah teks dengan rangkaian ide-ide yang telah kita catat sebelumnya.
            Seperti yang dikatakan oleh Mr.Lala bahwa menulis itu harus menghindari instanity, maksudnya yaitu dalam menulis itu tidak bisa secara tiba-tiba, perlu proses yang pelan sehingga dapat memproduksi makna  yang baik.  Karena sesungguhnya dalam memproduksi makna itu membutuhkan proses sehingga bisa menciptakan epicentrum dari tulisan yang kita tulis.
 
Jika kita lihat makna dari skema di atas adalah gravity dan episentrum itu merupakan pusat atau daya tarik yang ada dalam tulisan kita. Jika melihat gambar yang ada disamping kanan episentrum atau daya tariknya terletak pada titik yang paling dalam. Dalam sebuah tulisan episentrum itu dapat dimunculkan dengan sebuah klaim atau dalam argumen yang efektif dan memadai dalam bukti-buktinya. Berbicara tentang episentrum hal ini juga berkaitan dengan buku Ken Hylan : 2006 yang berjudul English for Academic Purposes.
Menurut (Ken Hylan, 2006 : 38) penulis dan presenter berhasil menjadi persuasif sejauh mereka menemukan argumen bingkai yang paling meyakinkan. Dan biasa memberikan garvity dan episentrum kepada pembaca dan pendengar. Perlu diperhatikan juga bahwa di dalam sebuah tulisan itu harus terdapat “New Understanding”. Yang dimaksud dengan new understanding adalah pemahaman baru tentang tulisan yang kita buat, jangan sampai kita hanya bisa meniru dan plagiat dari tulisan orang lain. Tetapi kita harus mampu untuk mengkritisi hal-hal yang berkaitan. Karena writing is semogenesis. Menurut Halliday Language is also semogenic (=meaning-creating). Apabila dihubungkan dengan proses writing maksud dari semogenesis itu adalah dari sebuah pemaknaan kemudian beralih kepada proses penulisan.
Baiklah selanjutnya saya akan membahas mengenai tiga aspek yang berhubungan dengan mengkritik. 

 
Dari skema diatas ketiga-tiganya merupakan kritikus, historian dan lingust mengkritik para pemerintah melalui data-data  akademik, sedangkan seorang sastrawan mengkritik melalui puisi dan juga bisa melalui sebuah novel.  Salah satu kritikus yang berasal dari kubu sastrawan adalah Milan Kudera, novel awal  kudera menjelajahi aspek strategis  dan komik ganda totalitarianisme.  Dia tidak melihat karya-karyanya, namun ia melihatnya seperti komentar politik.  Kudera mengkritik  invasi Uni Soviet pada tahun 1968, hal ini menyebabkan daftar hitam atau blacklist di Cekoslowakia sehingga mengakibatkan karya-karyanya di larang disana. (Resource from: en.wikipedia.org/wiki/Milan_Kudera).
Melihat skema pada paper sebelumnya, lalu apa keterkaitan antara literacy dengan sastra, sejarah, dan linguist?  Didalam buku Introducing English Linguistics karya Charles F. Meyer tahun 2009, dijelaskan bahwa linguist  terlibat dalam studi ilmiah tentang bahasa, yaitu bahasa pendeketan dan menggambarkannya dengan cara yang objektif.  Contoh riilnya, literacy itu sangat berhubungan dengan menulis dan di dalam tulisan terdapat sebuah makna yang sangat erat kaitannya dengan Sistem Functional lingustik, yang di dalamnya membahas tentang makna, hal itu dapat di identifikasi menggunakan tonality, tonicity, dan tone.  Kemudian dalam mempelajari literacy dan linguistik ada dua persaingan mengenai teori tentang tata bahasa generatif yang diprakarsai oleh Noam Chomsky, dan teori tata bahasa fungsional yang di prakarsai oleh Michael AK Halliday.  Teori-teori ini  telah mempengaruhi pandangan yang disajikan dalam bahasa.(Meyer, Charles.F. 2009:3)
Selanjutnya kita akan  membahas keterkaitan antara literacy dan sejarah.  Menurut pendapat Howard Zinn yaitu salah satu historian yang terkenal mengatakan “There is no such things as a whole story; every story is complete.”  Bahwa sesungguhnya tidak ada sejarah  yang diceritakan secara utuh, setiap sejarah pasti tidak lengkap.  Hal ini mengindikasikan  bahwa tugas kita adalah untuk menemukan(discover) dan juga menyempurnakan pemahaman sisi lain dari sejarah yang belum terungkap melalui praktek literasi.   Howard Zinn juga mengatakan “My idea was orthodox view point has already been done a thousand times.”  Zinn mengakui pula bahwa sesungguhnya sudut pandang ideologi-nya sangat mempengaruhi tulisannya, idenya, dan gagasannya.(Howard Zinn 2005:15)
Contoh lainnya, hubungan antara literacy dan history adalah dalam memahami sejarah dan cara penyebarannya kebanyakan dari berbentuk orall lebih mudah untuk memahaminya karena tidak memerlukan pemaknaan yang sulit seperti dalam tulisan. Tetapi terdapat pengaruh negatif jika budaya orall terus berkembang karena akan akan sulit merubah perspektif seseorang untuk mempercayai history yang berbentuk tulisan. Seperti yang dilakukan oleh Howard Zinn di dalam menguak siapa sebenarnya penemu benua Amerika. Melalui buku yang beliau tulis, Howard Zinn mendapatkan beberapa kecaman, hal itu menunjukkan bahwa praktek literacy antara orall (lisan) dan tulisan sangat berpengaruh kepada kekuatan dan pengakuan sejarah itu sendiri.
            Dengan demikian history juga berhubungan dengan ideologi, contohnya pemahaman seseorang mengenai Howard Zinn. Mungkin bagi sebagian orang  Howard Zinn adalah radikal, padahal dibalik sifat radikalnya tersebut terdapat misi dan literasy yang ingin ia sampaikan melalui pesan sosial yang ia lontarkan.
            Selain historial dan linguist, menurut Milan Kundera Poet juga turut berperan dalam hal pengkajian sejarah dan kegiatan lainnya. Ketiga aspek tersebut memiliki tujuan yang sama dalam mengkaji sejarah . hanya saja cara pengkajiannya berbeda satu sama lain.
Dalam sebuah komentar Millan Kudera (Dalam L’Art Duroman 1486) mengatakan bahwa” Menulis sebagai penyair berarti untuk menghancurkan dinding yang dibaliknya terdapat sesuatu yang selalu tersembunyi disana.”  Dalam hal ini, peran seorang sastrawan atau penyair itu sama dengan historian dan linguist, yang sama-sama mengkritik, menemukan, dan menciptakan. 
 Setalah sekian banyak membahas tentang keterkaitan antara ketiga kuybu yang bersatu untuk mengkritisi tentang every new situation.  Saya hampir lupa untuk menceritakan kegiatan yang terjadi dikelas pada hari jum’at tanggal 21 march 2014.  Pada saai itu saya dan teman-teman duduk berhadap-hadapan dengan partnernya untuk melakukan peer review masing-masing teks yang telah di buat.  Partner saya yaitu saudari Nurul Fatimah, dari kegiatan tersebut Nurul memberikan komentar pada paper saya, agar saya lebih jelas lagi dalam memberikan evidence.
Kesimpulan
Akhirnya sampai juga pada tahap kesimpulan, dari pemaparan diatas saya bisa menyimpulkan bahwa di dalam sebuah tulisan perlu diperhatikan mengenai gravity dan epicentrumnya.  Hal ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana penulis menjadi persuasif dengan menyakinkan pembaca melalui bingkai argument yang paling meyakinkan.  Selanjutnya writing adalah semogenesis, yang dimaksud semogenesis adalah meaning-creating artinya menulis itu berawal dari sebuah pemaknaan kemudian menjadi proses penulisan.  Kemudian ada tiga elemen yang ketiga-tiganya saling berkaitan dengan literacy, yaitu historian, lingustik, dan sastrawan.  Pada class review kali ini hanya itu yang bisa saya sampaikan, dan saya memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam tulisan yang saya buat.  Terimakasih J
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment