Monday, March 17, 2014
Created By:
Fitri Nurhelawati
Cirebon, 7 Maret 2014
Class review 5
The Power of Literacy in the History
Pada pertemuan hari ini Mr. Lala mengatakan bahwa quality reader
kami mulai terlihat ini di buktikan dengan isi – isi tulisan kami yang sudah
mulai sesuai dengan artikel yang telah kami baca. Tidak hanya itu, quality
writer kami pun sudah mulai terlihat dengan adanya ciri khas pada setiap
tulisan kami. Tentu saja ini karena adanya revolution dalam diri kami. Namun,
kekurangna masih tetap ada bahkan masih banyak karena voice kami dalam
penulisan critical masih kurang, ditambah lagi dengan tidak tersusunnya bagian
– bagian penulisannya. Dalam setiap penulisan kritikal struktur tiap
informasinya harus jelas agar setiap orang mengerti tiap sectionnya karena
kritikan kita akan memebrikan informasi lebih pada orang lain. Untuk
mempermudah pembaca mengukur voice kita, kita harus memunculkan khas (nilai
lebih) tulisan kita. Makna bukanlah sesuatu yang berada dikata-kata yang
kita tulis dan kirim ke orang lain, tetapi diciptakan dalam interaksi antara
penulis dan pembaca karena mereka memahami kata-kata ini dengan cara yang
berbeda, masing-masing berusaha menebak. Jadi proses interaksi discourse lah
yang menghasilkan voice itu sendiri.
Menurut Mr. Lala
perkembangan kritikal kami tidak terlalu buruk namun terkadang kami tidak
mereview apa yang dikatakan oleh Mr. Lala. Jadi, Mr. Lala mengatakan tentang 4
kategori yang perlu diperhatikan oleh kami ketika di beri masukan oleh orang
lain, yaitu:
1.
Waekness
: ini biasanya terjadi di awal
2.
Mistake : setelah di ingatkan namun kami masih
melakukan kesalahan yang ke-2
3.
Ignorance
: inilah contoh orang – orang yang memang tidak mau memahami apa yang dikatakan
oleh orang lain.
4.
Insane :
orang gila/hialng kesadaran
Menurut Mr. Lala kami masih di kategori mistake. Namun, ini bisa
saja naik jika kami tidak melakukan perubahan di tulisan kami.
Mr. Lala mengatakan kami harusnya
memasukan kebih banyak praktek literacy dalam kritikal kami. Ini mungkin karena
dalam sejarah sendiri di bentuk dari banyak faktor dari literasi, contohnya
sejarah sendiri memiliki hubungan dengan linguistik, karya sastra, dan lain –
lain, ini semua ada dalam proses literasi.
Cakupan
yang kita lansir dalam beberapa tugas
kian hari kian melebar. Ini karena sejarah sendiri merupakan eksplisit dan
merupakan salah satu hasil dari menulis dan hal yang di baca. Ini membutuhkan
interaksi discourse diantara pembaca dan penulis. Selain itu hubungan lliterasi
pun membaur seiring berjalannya proses penulisan sejarah tersebut. Proses menulis sendiri merupakan proses menguraikan teks yang sesuai dengan apa yang penulis asumsikan bahwa pembaca perlu mengetahui. Proses membaca adalah proses memprediksi teks sesuai dengan apa yang pembaca
asumsikan tentang tujuan penulis. (M. Nystrand (1989: 75)) Setiap
pembaca memiliki perbedaan dalam memahami konteks yanng ditulis tergantung
tingkat kemampuannya. Akibatnya, komunikasi tertulis didasarkan pada masing-masing
apa yang penulis atau pembaca asumsikan, ini seperti yyang dilansir oleh Hyland
dalam buku Writing Research and Teaching (Ken Hyland 2002; 2009). Sejarah itu ada karena ada yang mengabadikannya, merekam terutama dengan
menuliskannya, ini semua tentu oleh orang yang mampu merekayasa literasi dengan
baik sehingga sejarah itu dapat terbentuk. Dalam hal ini literasi mencapai
fungsinya sebagai Literacy as Social Practice. Sebagai jejak pertama,
kami mempelajari tentang text dan context. Dimulai dari bahwa Literacy as a
social practice yang mana di dalamnya akan menyingkap sisi-sisi lain seperti
sejarah, agama, politik dan lain-lain. Dan semua hal tersebut berawal dari
sebuah discourse, yang mana terdiri dari text dan context. Sejarah yang
merupakan text as artefact, Semua naskah memiliki sejarah produksi
mereka sendiri. Orang-orang tertentu memiliki produksi teks mereka di bawah
prasyarat historis dan material tertentu. Prasyarat ini dari bahasa yang
digunakan untuk genre, diasumsikan pembaca, saluran distribusi teks dan lain –
lain. Sebagai artefak, teks telah dihasilkan melalui bantuan dari berbagai
teknologi. Bentuk-bentuk materi teks mencerminkan sifat tersebut.
Sejarah sebagai bagian dari Literacy as Social Practice memang mempunyai
kelebihannya tersendiri, yaitu untuk menemukan keotentikannya kita perlu
meiliki banyak sumber naskah yang harus diteliti. Pada sejarah Columbus yang
sangat banyak memiliki banyak versi ini terbukti bahwa teks literasi disini
banyak rekayasanya. Teks sendiri merupakan alat sumber data sejarah. Teks
merupakan produk, dalam arti bahwa teks itu merupakan keluaran (output) ;
sesuatu yang dapat direkam atau dipelajari (berwujud). Teks juga merupakan
proses, dalam arti merupakan proses pemilihan makna yang terus-menerus,
maksudnya ketika kita menerima atau memberi informasi dalam bentuk teks (lisan
atau tulis) maka tentunya di dalam otak kita terjadi proses pemahaman
(pemilihan makna) terhadap informasi tersebut. Adapun Konteks adalah sesuatu
yang menyertai atau yang bersama teks. Konteks mengacu pada segala sesuatu yang
mendampingi teks. Konteks ini terjadi karena adanya pembaca juga.
Berikut adalah yang
termasuk dalam konteks:
1.
substansi: materi fisik yang membawa atau menyampaikan teks
2.
musik dan gambar
3.
paralanguage: perilaku yang berarti bahasa yang menyertainya, seperti
kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukuran huruf (secara tertulis)
kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukuran huruf (secara tertulis)
4.
Situasi: sifat dan hubungan objek dan orang-orang di sekitarnya teks, seperti
yang dirasakan oleh para peserta
5.
co-teks: teks yang mendahului atau mengikuti yang di bawah analisis, dan yang
peserta menilai milik wacana yang sama
peserta menilai milik wacana yang sama
6.
intertext: teks yang peserta anggap sebagai milik wacana lain, tapi yang mereka
persekutukan dengan teks di bawah pertimbangan, dan yang mempengaruhi
interpretasi mereka
7.
peserta: niat dan interpretasi mereka, pengetahuan dan keyakinan, sikap
interpersonal, afiliasi dan perasaan
8.
fungsi: apa teks dimaksudkan untuk melakukan oleh pengirim dan addressers, atau
dianggap dilakukan oleh penerima dan addressees
dianggap dilakukan oleh penerima dan addressees
Ken Hyland membangun gambaran
konseptual sampai menjelajahi sejumlah isu kunci yang mendominasi pemahaman
menulis saat ini. Isu-isu ini, yang telah dipilih oleh Ken Hyland lebih luas
dari berbagai kandidat, yaitu konteks, literasi, budaya, teknologi, genre dan
identitas. (Ken Hyland : 2009). Beberapa Key Issues in Writing Research and Teaching
(Ken Hyland 2002;2009), diantaranya:
¯ Konteks,
cara kita memahami
tulisan memiliki perkembangan melalui pemahaman yang semakin canggih dari
konteks. Makna bukanlah sesuatu yang berada di kata-kata yang kita tulis dan
kirim ke orang lain, tetapi diciptakan dalam interaksi antara penulis dan
pembaca karena mereka memahami kata-kata ini dengan cara yang berbeda,
masing-masing berusaha menebak niat yang lain. Sebagai akibatnya, analis dan
guru sekarang mencoba untuk memperhitungkan pribadi, faktor-faktor kelembagaan,
dan sosial yang mempengaruhi tindakan menulis.
Dimensi Halliday tentang konteks (1985)
a)
Field
merujuk pada apa yang terjadi, bentuk dari aksi sosial atau text tentang apa
topik bersama dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan pola yang digunakan
untuk mengekspresikan hal tersebut.
b)
Tenor
mengacu pada siapa yang mengambil bagian atau berpartisipasi, peran dan
hubungan partisipan (status dan kekuasaan mereka misalnya pengaruh
keterlibatan, formalitas dan kesopanan)
c)
Mode mengacu
pada bagian bahasa yang diputar aau dimainkan apa yang partisipan lakukan untuk
mereka (apakah lisan atau tertulis, bagaimana informasi terstruktur dan
sebagainya)
Halliday mengembangkan analisis
konteks berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan bahasa penulis
dalam konteks situasi tertentu (Malinowski, 1949). Artinya, bahasa bervariasi
sesuai dengan situasi di mana ia digunakan, sehingga jika kita meneliti teks
kita dapat membuat dugaan tentang situasi, atau kita berada dalam situasi tertentu
kita membuat pilihan linguistik tertentu berdasarkan yang situasi.
Konteks situasi beroperasi lebih
luas dan lebih abstrak, konteks Halliday menyebutnya dengan konteks budaya. Hal
ini mengacu pada cara-cara struktur sosial, hirarki, dan ideologi kelembagaan
dan disiplin mempengaruhi bahasa yang digunakan dalam keadaan tertentu. Russell
(1997) menyelidiki di universitas jurusan biologi, misalnya, menunjukkan bahwa
menulis siswa dalam jurusan ini terletak baik di tingkat konteks mikro
(misalnya, lab riset profesor, tentu saja, administrasi universitas, dan yang
berhubungan dengan disiplin) maupun di tingkat makro sosial dan struktur
ekonomi (misalnya, perusahaan obat, keluarga, penelitian lembaga pemerintah).
Fairclough (1992) melihat wacana sebagai penghubung antara konteks lokal dari
konteks situasi dan konteks budaya dilingkungan kelembagaan. Hal ini karena
dalam wacana di mana 'perintah dari wacana', disetujuinya praktek kelembagaan
seperti tugas universitas, seminar, esai, dan sebagainya, beroperasi untuk
menjaga hubungan antara kekuasaan dan otoritas. Berbagai perspektif menyinggung
kekayaan dan kompleksitas konteks secara tertulis dan perlunya pendekatan untuk
lebih komprehensif untuk mempelajari konteks.
¯ Literasi,
Menulis bersama dengan membaca
adalah tindakan Literasi, bagaimana kita benar-benar
menggunakan bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari. Konsepsi modern keaksaraan
mendorong kita untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial, bukan sebagai
keterampilan abstrak dipisahkan dari orang-orang dan tempat-tempat di mana mereka menggunakan teks.
menggunakan bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari. Konsepsi modern keaksaraan
mendorong kita untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial, bukan sebagai
keterampilan abstrak dipisahkan dari orang-orang dan tempat-tempat di mana mereka menggunakan teks.
¯ Budaya
Budaya secara umum
dipahami sebagai historis ditransmisikan dan
jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan
dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia (Lantolf,
1999). Akibatnya, bahasa dan pembelajaran adalah dikepung
dengan budaya (Kramsch, 1993).
jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan
dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia (Lantolf,
1999). Akibatnya, bahasa dan pembelajaran adalah dikepung
dengan budaya (Kramsch, 1993).
¯ Tekhnologi
Untuk menjadi orang
yang melek hari ini berarti memiliki kontrol atas berbagai cetak dan media
elektronik. Dengan tekhnologi banyak dampak yang besar pada cara kita menulis,
genre kita buat, identitas pengarang kita asumsikan, bentuk produk jadi kami,
dan cara kita terlibat dengan pembaca.
¯ Genre
Genre adalah istilah
untuk mengelompokkan teks bersama-sama, mewakili bagaimana penulis biasanya
menggunakan bahasa untuk menanggapi situasi berulang. setiap genre
memiliki sejumlah fitur yang membuatnya berbeda dengan genre lain: masing-masing memiliki tujuan tertentu, struktur keseluruhan, fitur linguistik tertentu, dan bersama oleh anggota budaya. Bagi banyak orang itu adalah intuitif Konsep menarik yang membantu untuk mengatur label akal sehat kita gunakan untuk mengkategorikan teks dan situasi di mana mereka terjadi.
memiliki sejumlah fitur yang membuatnya berbeda dengan genre lain: masing-masing memiliki tujuan tertentu, struktur keseluruhan, fitur linguistik tertentu, dan bersama oleh anggota budaya. Bagi banyak orang itu adalah intuitif Konsep menarik yang membantu untuk mengatur label akal sehat kita gunakan untuk mengkategorikan teks dan situasi di mana mereka terjadi.
Ada keuntungan-keuntungan yang
didapat saat penulis menulis karyanya berbasis genre. Berikut adalah keuntungan
yang akan didapat :
Explicit
>>> memperjelas apa yang harus dipelajari untuk
memfasilitasi penguasaan keterampilan menulis.
Systematic
>>> Menyediakan kerangka kerja yang koheren untuk fokus
pada bahasa dan konteks secara bersamaan.
Needs-based >>> Memastikan
bahwa tujuan program dan konten berasal dari kebutuhan pembaca.
Supportive >>>
Memberikan
guru peran sentral dalam perancah belajar dan kreativitas siswa.
Empowering
>>> Menyediakan akses ke pola dan kemungkinan variasi
dalam teks.
Critical
>>> Memberikan penulis sumber daya untuk memahami dan
memperoleh tantangan di sebuah wacana.
Consciousness
Raising >>> Meningkatkan kesadaran untuk
menulis.
¯Identity
Pengertian saat ini
identitas melihatnya sebagai konsep plural, yang didefinisikan secara sosial
dan dinegosiasikan melalui pilihan penulis buat dalam wacana mereka. Pilihan
ini sebagian dibatasi oleh ideologi dominan kemahiran istimewa di masyarakat
tertentu, dan sebagian terbuka untuk interpretasi penulis 'sebagai akibat dari
pribadi dan sosial budaya
pengalaman. Identitas demikian mengacu penulis berbagai 'diri' mempekerjakan dalam konteks yang berbeda, proses hubungan mereka dengan khusus masyarakat, dan tanggapan mereka terhadap hubungan kekuasaan institusional tertulis di dalamnya.
pengalaman. Identitas demikian mengacu penulis berbagai 'diri' mempekerjakan dalam konteks yang berbeda, proses hubungan mereka dengan khusus masyarakat, dan tanggapan mereka terhadap hubungan kekuasaan institusional tertulis di dalamnya.
Bagaimanapun, konteks yang jarang
dianalisis dalam dirinya sendiri dan biasanya diambil untuk diberikan atau
didefinisikan agak impresionistis. Setelah itu, mengingat semua situasi di mana
kita bisa membaca atau menulis, konteks mungkin intuitif meliputi segalanya.
Berbicara mengenai context bahwa
bukan situasi sosial yang mempengaruhi (dipengaruhi oleh) discourse, tetapi
cara partisipan atau peserta mendefinisikan siatuasi seperti itu. Konteks
demikian bukan semacam kondisi “objektif” atau penyebab langsung, melainkan
(inter) konstruksi subjektif dirancang dan terud menenrus diperbarui dalam
interaksi oleh peserta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika mereka
semua dalam situasi sosial yang sama akan berbicara dengan cara yang
sama.konteks adalah gagasan atau konstruksi partisipan.(Van Dijk:2008 viii)
Bukan
melihat konteks sebagai sekelompok variabel statis yang mngelilingi penggunaan
bahasa, kita harus melihatnya sebagai hal yng mendasari hubungan sosial,
mendukung interaktif, dan terikat waktu. (Duranti dan Goodwin,1992).
Ada tiga
aspek penafsiran konteks menurut Cutting (2002:13) yaitu:
a)
The
situational context merupakan apa yang orang-orang tahu tentang ap yang dapat
mereka lihat di sekitar mereka.
b)
The
background knowledge context merupakan apa yang mereka tahu tentang dunia, apa
yang mereka tahu tentang aspek dari kehidupan dan apa yang mereka tahu tentang
satu sama lain.
c)
The co-
textual context merupakan apa yang orang-orang tahu tentang apa yang mereka
katakan.
.
Konteks sendiri bersifat eksplisit, yaitu sulit untuk dijekaskan.
Dalam sebuah wacana terdiri dari teks dan konteks. Konteks mencakup semua
faktor-faktor seperti yang penulis dan pembaca membawa ke proses pembentukan
makna, terutama diskursif mereka kompetensi dan kerangka pertimbangan nilai.
Sekilas tentang teks dalam literasi. Teks sendiri adalah bagian penting
dalam literasi karena ini sebagai raga dari literasi.
Di dalam bukunya, Hyland
mengatakan bahwa teks bisa berwujud sebagai berbagai fungsi:
Pertama,
teks sebagai objek. Teks adalah objek otonom yang dapat dianalisis dan
dijelaskan secara independen dari konteks tertentu, penulis, atau pembaca. Teks
memiliki struktur. Teks adalah sebuah oengaturan yang tertib antara kata-kata,
klausa, dan kalimat. Dengan mengikuti aturan-aturan tata bahasa, penulis dapat
mengkodekan penuh representasi semantik yang dimaksudkan.
Kedua, teks sebagai wacana. Wacana mengacu pada bahasa dalam
sebuah aksi dan dengan tujuan dan fungsi bentuk-bentuk bahasa yang melayani
dalam komunikasi. Penulis memiliki tujuan dan niat tertentu dalam menulis,
hubungan untuknya atau pembacanya, dan informasi tertentu untuk disampaikan
olehnya. Bentuk-bentuk teks adalah sumber daya yang digunakan untuk mencapai
tujuan dan niat penulis. Teks sebagai wacana menuntut penulis untuk benar-benar
menjadikan teks sebagai alat komunikasi yang berfungsi sempurna.
Jadi,
sejarah itu merupaka sebuah cerita masa lalu yang terbentuk dari teks dan
konteks. Dari situ sudah terlihat jelas adanya peran literasi dalam pembentukan
sejarah. Teks berperan sebagai raga, yaitu sebagai pembentkan sejarah yang di
catat, sedangkan konteks berperan sebagai raga, yaitu lebih ke penyampaian dan
pembentukan makna bahasa sejarah / discourse. Sifat sejarah sendiri tidak dapat
di jelaskan karena bersifat eksplisit dan ini menjadikan konteks lemah.
Kita bisa lihat bahwa sejarah
sungguh sangat crusial dengan segala teka teki nya. Lihat saja contohnya pada
sejarah yang di buat oleh Morrison tentang Colombus, lalu di bantah oleh Howard
Zinn yang notabene adalah sang sejarawan radikal Amerika. Ia menjadi terkenal
dari sebuah buku legendaris yang berjudul “A
People’s History of the United States”. Dalam banyak buku yang di buatnya
dia berani untuk mengungkap sisi gelap sejarah dan komitmen pada kaum subaltren
dalam definisi Spivak (mereka yang terpinggirkan dalam pollitik menarasikan
sejarah.
Dalam artikelnya, Howard Zinn
menyatakan bahwa kebenaran melalui buku adalah sesuatu yang bisa mengubah
kesadaran orang-orang dan bisa mengubah dunia. Ia berfikir bahwa karena ketika
suara diproduksi akan cepat hilang begitu saja ketika kita tidak dibarengi
dengan momen berbicara dengan mengingat dan menulis, lalu menorehkannya dalam
lembaran-lembaran kertas kemudian menyusunnya dalam sebuah bukunya. Banyak hal
– hal positif yang di suarakan oleh Howard Zinn. Dia begitu aktif menyuarakan
kebenaran sejarah yang telah tercetak di pikiran orang – orang. Namun sekali
lagi sejarah di rekayasa di sini. Dengan apiknya Howard tidak berbicara sesuai
dengan fakta yang benar – benar asli, dia hanya mengungkapkan sebagian fakta
saja. Dia tidak pernah mengatakan bahwa sebenarnya yang datang dan menemukan
Amerika itu adalah umat muslim.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)