Thursday, March 6, 2014

The biggest intension of writing


Name               : Moh. Chaerul Anwar
ID Num.          : 14121320246
Class                : PBI-D
Semester          : 4th Semester
Subject                        : Writing 4
Task                 : Critical Review 2
Theme             : The biggest intension of writing

            Chapter 2, “Speaking Truth to Power”, ditulis oleh Howard Zinn dalam bukunya yang berjudul “Anthropology of the shelf: Anthropologists on writing” secara garis besar mempresentasikan bahwa hal-hal yang dianggap penting dan berguna di dunia adalah menulis. Ini dibuktikannya bahwa tulisan dapat merubah dan melahirkan “sejarah”. Sejarah di sini bukanlah sejarah yang sudah terjadi di masa lalu, dan telah ditulis atau diabadikan oleh para sejarahwan, melainkan sejarah yang sedang dan akan datang dan belum pernah terjadi pada kehidupan seseorang maupun bangsa.

            Satu orang satu sejarah. Semua orang terlahir melalui sejarah dan meninggal-pun dengan sejarah. “Semua”, tapi tidak semuanya bisa mendapatkan sejarah yang berkualitas. Tulisan merubah sejarah, orang tanpa tulisan tidak akan melahirkan sejarah. Quality history follows the human where he has been doing quality done. Sejarah yang berkualitas mengikuti seseorang dimana ia melakukan sesuatu yang berkualitas pula.
            “Buku ini merubah hidupku”. Dari perkataan inilah saya menyimpulkan bahwa sebuah tulisan merupakan benda ajaib. “Orang tanpa tulisan” akan jauh berbeda dengan “orang dengan tulisan”. Sejarah akan terbentuk sejalan ia memperkaya pengetahuannya dengan tulisan. Bagaimana bisa (How does it work)? Tiap kata, kalimat dalam sebuah tulisan mengandung makna dan kekuatan. Tulisan tidak hanya cetusan pikiran penulis semata, akan tapi ia pun dapat membentuk pikiran bahkan memengaruhi publik. Dengan demikian,  deretan kata yang membentuk kalimat dalam tulisan itu dapatlah dikatakan mempunyai kekuatan. Bahkan kekuatan kata-kata dalam tulisan ini bisa menggerakkan peristiwa-peristiwa, sehingga mengukir sejarah. Tidak sedikit tulisan-tulisan itu dapat mengguncang dan mengubah sejarah dunia.
         Demikian kuatnya pengaruh tulisan dapatlah dipahami, sebab ia bisa dibaca oleh puluhan, ratusan bahkan ribuan orang. Tulisan pun dapat dipelajari berulang-ulang baik saat tulisan itu dipublikasikan maupun dalam kurun waktu yang lama setelahnya. Cetusan ide, data, fakta, dan pertistiwa tertentu yang terungkap dalam sebuah tulisan bisa mengejutkan orang. Ia terekam dalam benak seseorang, kemudian memengaruhi khalayak pembacanya. Pengaruh inilah yang bisa mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku seseorang. Sehingga, tak heran bila tulisan itu mempunyai makna dan kekuatan tersendiri.
         Manusia memang dipengaruhi oleh kata-kata yang didapatinya. Biasanya dalam  bertutur dan bersikap manusia merujuk dari apa yang ia rasakan, dengar, lihat dan baca. Dengan membaca tulisan seseorang, khalayak memeroleh pengetahuan baru. Membaca dengan segala kandungan dan falsafah yang tertuang dalam sebuah tulisan, telah sanggup mengubah keadaan. Perubahan-perubahan dahsyat di pentas dunia dipelopori oleh bacaan-bacaan atau tulisan –tulisan (Lilis Nihwan S, 2005:21).
            Karya tulis (tulisan) terutama yang telah diterbitkan menjadi baik buku konvensional maupun e-book berupa fiksi, maupun non fiksi seperti filsafat, ekonomi, sosial, dan budaya memiliki kekuatan untuk mendorong setidaknya menginspirasi terjadinya arus perubahan sosial. Novel Max Havelar karya Multatuli dipercaya telah mendorong gerakan politik etis di kalangan Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan politiknya terhadap warga pribumi. Hasilnya pemerintah Hindia Belanda lebih memerhatikan pendidikan kaum pribumi dengan mendirikan sekolah-sekolah untuk pribumi dalam lembaga penerbitan Balai Pustaka, sajak-sajak Rabendranat Tagore dipercaya telah mendorong rakyat India terlepas dari penjajahan Inggris. Sedangkan, Uncle Tom’s Cabin dipercaya telah menghapus perbudakan di Amerika Utara.
            Buku-buku karya pemikir Muslim seperti Sayid Quthub, Hasan Al Banna dan Yusuf Qardawi, juga dapat dianggap sebagai buku yang telah mengukir sejarah. Buku-buku Hasan Al Banna menginspirasi munculnya gerakan Ikhwanul Muslimin – akar gerakan Hizbut Tahrir yang kini berkembang di seluruh dunia. Buku-buku Quthub  menginspirasi gerakan jihad di dunia Islam dan buku-buku Qardawi menginpirasi gerakan pentingnya membangun masyarakat berbasis syariat.
            Bukan hanya itu, tulisan yang isinya hanya selembar kertas-pun mempunyai kekuatan yang tinggi dan dapat mempengaruhi seseorang. Misalnya yaitu selembar tulisan tata tertib, peraturan, sertifikat, piagam, surat perjanjian dan lain sebagainya. Itu menandakan bahwa tulisan memang sesuatu yang mempunyai kekuatan tinggi dibanding yang lain. Jika mengambil contoh dari dunia Islam, Pada jaman Rasulullah SAW, beliau menyuruh kepada para sahabatnya untuk menuliskan Al-Quran, demi menjaga kelestariannya dan tetap ada di bumi ini. Dengan itulah kita bisa mengatakan bahwa tulisan itu dapat melahirkan, menjaga dan melestarikan sesuatu.
            Revolusi-revolusi besar di dunia selalu didahului oleh jejak-jejak pena dari seorang penulis. Pena mereka mencetuskan suatu ide dan cita menjadi bahan pemikiran dan pedoman dalam perjuangan. Revolusi Prancis bergerak di bawah cahaya pikiran pikiran dan cetusan pandangan yang diungkapkan oleh JJ Rousseu dan Montesquieu. Revolusi Amerika dibimbing oleh Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) yang hingga kini dijadikan pedoman besar bangsa Amerika. Peristiwa aktual dapat disebutkan,  George Walker Bush menginvansi Afghanistan dan Irak serta mengancam Iran dan Suriah karena terprovokasi oleh buku Clash Civilization karya Samuel Huntington.
            Ridwan Hardiansyah dalam bukunya yang berjudul Menulis untuk Peradaban pernah mengakatakan bahwa “Melalui tulisan, manusia beralih dari zaman prasejarah menuju sejarah. Peradaban berkembang semakin cepat karena huruf-huruf yang tergores mulai dari dinding, daun, kertas, sampai yang tersimpan secara digital. Dengan tulisan, masa lalu dapat dipelajari sehingga bisa diperbaiki. Peradaban modern telah mensyaratkan manusia untuk menulis. Menulis menjadi pekerjaan sehari-hari. Sejak berusia muda, manusia sudah harus mulai mengenal huruf, angka, dan beberapa tanda baca yang melengkapi keduanya. Semakin maju peradaban, tulisan menjadi semakin penting. Melalui tulisan, manusia menuangkan pemikiran. Dan pemikiran menjadi semakin berkembang. Alhasil, peradaban pun berkembang, melalui tulisan. Pada akhirnya, manusia itu sendiri yang mendapat manfaat dari perkembangan peradaban karena tulisan.
            Isaak Asimov pernah berkata bahwa, “I write for the same reason I breathe because if I didnt, I would die”. “Saya menulis untuk alasan yang sama saya bernafas, karena jika saya tidak bisa menulis, saya-pun tidak akan bisa bernafas dan akan mati” Di sini saya menyimpulkan bahwa beliau menilai “menulis” itu sebuah kehidupan, jika tidak menulis maka kehidupan akan mati. Kita bisa mengartikan kehidupan ini sebagai peradaban. Dengan begitu, peradaban tidak akan berkembang jika tidak ada lagi kemauan akan meulis.
            Teks yang berjudul “Speaking Truth to Power” merepresentasikan kekuatan tulisan yang dapat merubah hidup seseorang. Ini dibuktikannya pada saat penulis bertanya kepada Alice Walker, salah satu siswanya tentang buku yang ia (Alice Walker) baca. “Buku ini merubah hidup saya”. Itulah jawaban yang diberikan Alice Walker kepada Howard Zinn (Penulis buku ini). Penulis juga menyadarinya, bahwa tulisan bisa melakukan hal itu, bahkan lebih. Bukan hanya merubah merubah hidup seseorang, melainkan juga merubah sejarah yang sedang dan akan terjadi di dunia ini.
            Howard Zinn juga mengatakan bahwa buku atau tulisan dapat merubah kesadaran. Salah satu contohnya, mereka (tulisan) memperkenalkan sebuah ide kepada pembaca yang mereka tidak pernah memikirkannya sebelumnya. Ide di sini diartikan sebagai pengetahuan. Ada yang berpandat bahwa Buku itu merupakan jendela dunia. Di mana kita sering membaca buku, maka di situ kita akan menguasai dunia.
            Ketika kita membaca dan menemukan sesuatu yang belum kita ketahui dan sadari bagaimana sesuatu tertentu terjadi, mungkin kita berkata “Oh iya ya”, “Oh, begitu”, “Saya baru tahu kalau itu yang menyebabkannya”. Begitulah expresi kita ketika mendapatkan hal-hal baru dari sebuah buku atau tulisan.
            Dengan demikian saya melihat tujuan dari pada penulis dalam menjelaskan teksnya yaitu untuk merepresentasikan bahwa tulisan mempunyai kekuatan. Ini didukung oleh penulis dengan apa yang ada pada dirinya dan siapa dirinya. Dia juga menampilkan bahwa dirinya sebagai seseorang yang rajin membaca buku dalam teks tersebut. Penulis menggunakan pengetahuan yang dihasilkan dari membaca buku juga penglaman dirinya maupun orang lain dalam penulisan teks ini.
            Howard Zinn (Penulis), menjelaskan juga aspek-aspek dalam membaca. Bahwasannya membaca diharuskan keseluruhan, tidak hanya cukup dalam satu bagian atau satu chapter. Itu akan mengakibatkan tidak lengkapnya suatu informasi. Penulis memberikan contoh pada Sejarah Christoper Columbus (Penemu benua Amerika) dalam buku yang berjudul “A people’s History of the United States”. Buku tersebut menceritakan perjalanan hidup Columbus yang dikenal sebagai pahlawan, penemu dan pembaca alkitab.
            Penulis buku yang berjudul “Anthropology of the shelf: Anthropologists on writing” itu menganggap bahwa orang-orang hanya membaca chapter pertamanya saja, yang menjelaskan hal-hal kebaikan tentang Columbus. Sehingga Columbus terkenal sebagai penemu besar, pahlawan dan pembaca alkitab yang saleh. Itulah pendapat Howard Zinn. Namun menurut saya penulis itu telah salah dalam menfsirkan/membaca situasi. Wajar saja jika Columbus terkenal akan kebaikannya, dan itu bukan karena sesuatu yang menjelaskan bahwa orang-orang hanya membaca pada chapter pertamanya, melainkan prestasi (kebaikan) Columbus yang memendam keburukannya. Memang, dalam perjalanan Christoper Columbus tidak selalu berjalan dengan lancar, terdapat beberapa perselisihan yang mengikutinya. Misalnya Columbus pernah ditangkap pada tahun 1500 dan diberhentikan dari perjalanannya. Dia dan anak-anaknya, Diego dan Fernando, kemudian melakukan serangkaian panjang kasus pengadilan terhadap mahkota Kastilia , yang dikenal sebagai pleitos colombinos , menyatakan bahwa Crown telah secara ilegal mengingkari kewajiban kontraknya untuk Columbus dan ahli waris. The Columbus keluarga memiliki beberapa keberhasilan dalam litigasi pertama mereka, sebagai penghakiman 1511 menegaskan posisi Diego sebagai Viceroy, tetapi mengurangi kekuatannya. Diego kembali litigasi di 1512, yang berlangsung sampai 1536, dan perselisihan lanjut terus sampai 1790. Seperti yang telah dijelaskan bahwa, Columbus dapat menunjukkan prestasi dan memendam keburukannya dengan prestasi tersebut yang ia capai.
            Dalam penilaian saya pada isi wacana yang berjudul “Speaking Truth to Power (Howard Zinn)” terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan. Penulis banyak memberikan contoh-contoh dan pengalaman orang lain sebagai pelengkap dan bukti nyata dalam representasinya. Itulah kelebihan yang pertama. Menurut saya itu bagus, tapi saya tidak tahu di mana letak definisinya. Di awal penulis akan merepresentasikan tentang pentingnya tulisan dan tulisan mempunyai kekuatan. Tapi penulis tidak memberikan definisi yang khusus tentang pentingnya sebuah tulisan. Saya berfikir bahwa, mungkin penulis mencoba menampilkan definisi melalui contoh-contoh yang ditampilkannya dalam teks, seperti wacana sejarah Christoper Columbus, si penemu itu. Bagaimanapun, akan lebih baik jika penulis memberikan definisi yang real sebagai pelengkap pemikiran pembaca.
            Ketika dalam pembacaan teks ini berlangsung, tidak ada perasaan bahwa yang menulis mengajak berkomunikasi kepada yang membaca. Penulis hanya memberikan apa yang ia ingin berikan tanpa kepedulian pembaca mengikuti dunianya atau sekedar membaca, atau tidak sama sekali. Bisa dikatakan tidak adanya kata-kata yang membangkitkan interaksi antara penulis dan pembaca. Munkin bagus juga, saya diajak serius dalam membacanya. Tapi saya merasa tidak diperhatikan dan tidak diberi kesempatan untuk masuk dan berperan serta dalam teks itu.
            Pengalaman para pembaca khususnya saya, akan merasa senang dan terhibur jika diberi perhatian lebih oleh penulis ketika teks yang dibaca mendapati kata-kata yang mendorong dan mengandung motivasi. Namun tidak ditemukannya suatu himbauan atau dorongan dari penulis teks ini. Lihat saja, teks ini kan menjelaskan tentang pentingnya menulis dan membaca, bukan hanya itu, juga meenjelaskan bahwa tulisan dapat merubah sejarah, tapi tidak ada dorongan kepada pembaca agar mengikuti jejak si penulis. Itu mungkin saja dan akan lebih baik  jika penulis memberikan kata-kata seperti berikut: “Ayo menulis, demi anak cucu kita”, “Ayo menulis, demi sejarah kehidupan yang berkualitas”, dan “Ayo menulis, untuk para penggila tulisan”. Jika kata-kata tersebut ada pada teks ini, para pembaca khususnya saya akan merasa terdorong dan termotivasi untuk mengikuti jejak si penulis.
            Sesuatu yang penting dari teks ini adalah bahwa tulisan dapat merubah kehidupan dunia ini, bahkan merubah peradaban. Seseorang akan mendapatkan kehidupan dan peradaban yang berkualitas dengan menulis dan membaca. Howard Zinn membuktikannya dengan menampilkan dirinya sebagai seorang yang gila akan tulisan. Mungkin itu salah satu dorongan motivasi yang tersembunyi. Bagaimana tidak,
            Sesuatu yang tidak disukai di sini, Howard Zinn menilai para pembaca tidak pernah membaca secara keseluruhan, melainkan hanya sebagian. Penulis itu pun mengambil kesimpulan seperti wacana tentang Columbus di atas bahwa “Pantas saja Christoper Columbus dikenal sebagai orang yang baik, tidak dikenal sebagai orang yang jahat. Jika dibacanya secara keseluruhan, mungkin akan dipertimbangkan”. Howard Zinn mungkin bermaksud agar para pembaca tidak mengambil keputusan tanpa informasi yang lebih lengkap dan sempurna.
            Jika diteliti, lama-kelamaan teks yang ditulis oleh Huward Zinn ini kurang kestabilan. Misalnya penulis berniat untuk menjelaskan tentang tulisan, namun ditengah-tengah ada beberapa pembahasan yang keluar dari jalur. Seperti penulis mengatakan bahwa “I am thingking of Rachel Carson’s the Sea around Us from 1951. People simply did not think about what is happening to the air, the water and the environment. It just never occured to them, and she calmly told all of us what was going on” Orang-orang tidak semata-mata berfikir apa yang sedang terjadi di udara, di air dan di lingkungan. Itu hanya pernah terfikir oleh meraka, dan dia memberitahukan hal itu kepada kita semua“. Pada kutipan tersebut saya tidak menangkap kesinambungan wacana yang dibangun di awal. Itu menandakn bahwa penulis memberikan penjelasan yang keluar dari jalur. Atau mungkin jika itu memang tedapat keterkaitan, penulis kurang menambahkan informasi yang membantu pembaca untuk memahaminya. Selain itu jugamasih terdapat pembahasan yang menurut saya keluar dari jalur. Seperti pembahasan tentang Perang Dunia ke-dua.
            Telah ditangkap makna dari wacana ini bahwa, penulis mencoba menjelaskan tentang betapa pentingnya tulisan. Salah satunya tentang Christoper Columbus yang tadi dijelaskan. Penulis melihat pentingnya tulisan dengan membawa keseluruhan informasi. “Kita bisa tahu di awal, tapi tidak menjamin akan tahu di belakang jika tidak melanjutkan membacanya”.
            Dalam teks ini juga menjelaskan bahwa tulisan dapat mengubah dunia. Bahwa sebuah buku/tulisan adalah jendela dunia yang dapat mengubah bumi tempat kita berpijak ini, tidak ada seorang pun yang memungkirinya. Sesaat sebelum membacanya, terkadang kita hanya memandang buku sebagai suatu tumpukan kertas tak berjiwa yang penuh oleh teori-teori, cerita-cerita, curahan hati sang penulisnya dan jauh dari kenyataan hidup sehari-hari.
            Namun siapa sangka, dibalik sebuah buku dapat tersimpan suatu kekuatan hebat. Sebegitu hebatnya kekuatan dari buku, sehingga ia merupakan instrumen yang berdaya kuat, mencengkeram erat, menggetarkan dan berkuasa mengubah arah peristiwa-peristiwa yang sedang atau akan terjadi. Yang bisa diarahkan untuk kebaikan maupun keburukan. Bagi kemaslahatan maupun bencana.
            Mengenai pengaruh dan kekuatan yang dapat ditimbulkan oleh suatu buku bagi manusia dan kebudayaannya, ada baiknya pula jika saya sitir kata-kata seorang penulis Amerika Serikat, Ray Bradbury. Dengan kalimat menyentak ia mengatakan, “Anda tidak perlu membakar buku jika ingin menghancurkan  kebudayaan. Perintahkan orang untuk berhenti membaca, itu sudah cukup!”. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa tulisan juga mengandung nilai kebudayan.
            Di simpulkan dari Howard Zinn dalam “Speaking Truth to Power” bahwasannya seseorang akan melihat sejarah dengan lengkap jika melalui penelusuran tulisan yang lengkap pula. Penulis juga mengatakan bahwa “There is something important that writing can do”/”Ada seseuatu yang penting yang bisa tulisan lakukan”. Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa sejarah bisa diungkap, dilahirkan dan dirubah dengan tulisan.
            How can writing change human’s life? Kita terlahir di dunia ini tidak membawa apapun kecuali sejarah. Sejarah kita lahir yaitu berawal dari orang tua kita. Ketika kita menjalani kehidupan, akan ada banyak pilihan yang tertuju pada kita. Tulisan merupakan jendela pengetahuan dunia. Jika kita hidup tanpa tulisan di samping kita, kita tidak akan mempunyai sejarah yang berkualitas. Namun jika kita hidup berdampingan dengan tulisan, maka sejarah berkualitas selalu mengikuti kita. Sejarahpun  kita akan memperkenalkan kita sebagai orang yang berpengetahuan, berilmu dan ber-peradaban. Itulah sejarah kehidupan yang berkualitas. Pernah mendengar bahwa peradaban akan maju jika masyarakat rajin menulis dan membaca. Ingatkah kita? Dalam upaya meningkatkan kesaaran akan menulis dan membaca, Prof. A. Chaedar Alwasilah dalam bukunya yang berjudul “Pokoknya Rekayaa Literasi” menggabungkan antara kecanggihan teknologi dengan kebiasaan. Rekayasa merupakan salah satu teknologi.
            Secara keseluruhan, dapat diambil beberapa simpulan dari tulisan yang berjudul “Speaking Truth to Power” ini. Pertama, tujuan penulis terhadap pembaca sudah tercapai walaupun penulis tidak mengemukakannya secara eksplisit pada bagian simpulan. Tapi bisa terlihat karena penulis memberikan contoh-contoh yang banyak serta menggunakan pengalaman baik dirinya mapun orang lain.  Kedua, sasaran penulis dalam menulis teks ini sudah cukup jelas, yaitu kepada pembaca yang masih belum percaya akan hebatnya kekuatan tulisan. Walaupun, penulis belum mengemukakan apakah tujuan penulisannya sudah tercapai atau belum, tetapi tulisan ini akan sangat berguna bagi pembaca khususnya mahasiswa yang sedang menngali potensi dalam menulis. Ketiga, penulis menyinggung para pembaca yang hanya membaca sebagian chapter, tidak dengan keseluruhan, yang mengakibatkan tidak efisiennya suatu informasi untuk disajikan kembali, apalagi disajikannya dengan sejarah yang akan dikenal oleh semua orang.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment