Sunday, March 9, 2014

Reading Harmony in Classroom


Reading Harmony in Classroom

            Nuansa berbeda dirasakan dipagi hari yang masih terbaluti kabut putih. Riuh nyaring sepatu berbunyi , berlarian, berdatangan memasuki kelas. Ya, itu lah segelintir anak manusia yang sedang mencari segumpal ilmu dalam mata kuliah writing 4. Jarum jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. We start the class earlier.
            Jangan jadikan kegagalan kemarin sebagai penghambat hari ini. Semangatlah untuk membuat hari esok lebih baik, melalui hari ini. Phrase bergenre semangat ini seakan semakin menggebu-gebu tatkala hari Jum’at 28 Februari 2014  mr.Lala selesai memberikan suplemen dikelas writing 4 PBI-D. Semangat menggebu-gebu dikarenakan semua alur yang dilalui mahasiswa PBI-D dalam merangkai ide pada critical review minggu lalu ternyata melewati alur yang kurang tepat. Maka dari itu pada pertemuan keempat kali ini mr.Lala menunjukkan kami alur yang tepat untuk dilewati. Kegagalan tugas minggu lalu tak urung membuat PBI-D menyerah, justru PBI-D mendapatkan semangat baru untuk berkreasi pada alur yang baru. We will show our best ^_^

            Perjalanan penuh tantangan seakan menggambarkan suasana pembelajaran writing 4 kali ini. Revolution. Kata tersebut lantang diucapkan oleh mr.Lala dalam opening the class. Kata tersebut bermakna perubahan yang terjadi entah itu dikelas ataupun perubahan dalam diri mahasiswa itu sendiri. Perubahan yang terjadi dikelas, yaitu dengan dimulainya jadwal perkuliahan lebih awal dari sebelumnya. Untuk perubahan yang terjadi dalam diri mahasiswa itu sendiri mungkin terjadi karena method of teaching mr.Lala yang menekankan mereka pada aspek reading and writing.
           
 

            Berdasarkan proses pembelajaran yang mengedepankan literasi, tingkatan mahasiswa dalam mencapai aspek tersebut dapat di lihat pada gambar diatas. Dari method of teaching yang diberikan, akankah terlihat adanya perubahan tingkatan yang signifikan atau tidak. Posisi yang didapat oleh mahasiswa PBI-D selaku “beginner of learner” masih diposisikan dalam tingkatan awal yaitu sebagai Reader.

Classrom Discourse Clarification
            Tulisan 2500 kata mengenai “Classroom Discourse to Foster Religion Harmony” yang diselesaikan sebagai tugas critical review minggu ketiga, ternyata belum sepenuhnya menyentuh apa yang diharapkan mr.Lala. Dipaparkan oleh mr.Lala bahwa “What will appear from Classroom Discourse?”
1.      Classroom is Sacred Site
Dikatakan sacred karena classroom bukanlah tempat untuk sembarangan orang. Tidak semua orang mampu memasukinya. Terdapat begitu banyak ritual yang harus dijalani dalam tahapan memasuki kelas tersebut. Mahasiswa terlebih dahulu membayar SPP, Lulus SD,SMP dan SMA dahulu, dll. Itulah mengapa classroom is sacred.
2.      Classroom is complicated
Complicated dikarenakan orang-orang yang berkumpul dalam ruangan tersebut adalah orang-orang yang berasal dari berbagai background. Seperti halnya perbedaan background ethnic, education, economic, or politic.
3.      Meaning- Making Practice
Berdasarkan praktek pembelajaran dalam classroom discourse, terdapat beberapa maksud yang didapat, diantaranya :
-          Ideology (Sets of beliefs)
-          Values (Values of discipline are important)
           
            Point yang timbul dari pembahasan classroom discourse diatas terungkap maksud dari buku yang dikaji “Classroom Discourse to Foster Religion Harmony” karangan Dr.Chaedar yaitu beliau hanya focus pada ungkapan classroom discourse yang berkaitan dengan interaction. Namun sisi lain yang terungkap yaitu tidak adanya pembahasan mengenai TALK. Sebelum tingkat interaction diraih, maka seharusnya talk(pintar berbicara) terlebih dahulu yang dikuasai oleh pelajar.
            Hampir semua pembahasan dalam critical review mengenai artikel Dr.Chaedar, tidak ditemukan keseimbangan pembahasan antara classroom discourse dan religion harmony. Toleransi yang cenderung dipaparkan hanya sebatas aspek kepercayaan. Toleransi tersebut tidak mempunyai rumusan yang harus dikaji, itu hanya lah sisi lain yag timbul dari beberapa contoh beragama. Sebagai emphasis , mr.Lala katakan bahwa yang kurang dari teks critical review yaitu interaction-participants-talk.  

About Link
            Karya tulis yang dirasa belum cukup cita rasanya, diharuskan berasal dari berbagai referensi. Sehingga mampu menghasilkan cita rasa yang luarbiasa. Buku-buku hebat yang membahas classroom discourse ternyata belum ada satupun yang mahasiswa sentuh. Seperti halnya :
-          Discourse Analysis
-          Classroom Discourse in Literacy
-          Irena handono
            Kilasan ulang materi classroom discourse didapat dari buku “Discourse Analysis” karangan Betsy Rymes (2008). Yang menjelaskan bahwa discourse merupakan language in-use, sedangkan discourse analysis merupakan langkah bagaimana language in-use dipengaruhi oleh context yang digunakan. Dalam suatu kelas, context dapat muncul dari adanya pembicaraan pelajaran sebagai alat mahasiswa/siswa bersosialisasi. (2008:13)
            Discourse analysis menjadi classroom discourse ketika penelitian kelas mempengaruhi variasi context dan menjadi pertimbagan analysis. Discourse dikatakan pula sebagai language in-use . Muncul pertanyaan mengapa dikatakan language in-use, tidak language saja? Alasannya dikarenakan definisi yang istimewa dari discourse itu sendiri. (discourse kemudian in-use). Beberapa orang mempercyainya sebagai komponen bahasa. (2008:14)
            Example :
I saw a tree
            Saat siswa berkata kalimat diatas, itu dikatakan language in-use, karena semua orang dapat mengerti apa yang anak itu sampaikan.Anal tersebut ingin memberitahukan bahwa ia telah melihat pohon. Dan si anak tidak seharusnya menunjuk atau pun menggambarkan apa yang hendak ia sampaikan.

Conclusion
            Masih pemula. Itulah alasan tepat untuk mahasiswa writing yang masih berada dalam titik awal (reader). Berawal dari reader maka diraihlah quality reader, pembaca dengan nalar kritikan yang kuat dan membangun. Artikel classroom discourse to foster religion harmony menunjukkan bahwa pelajar pemula dituntut untuk bersaing dalam sisi interaction dengan diikuti oleh ungkapan talk (pintar berbicara) terlebih dahulu sebagai tahap utama. Classroom discourse sebagai sacred site, complicated dan meaning- making practice, mempunyai makna bahwa awal terjadinya pengalaman belajar, praktik berinteraksi dengan partner sebaya yang berasal dari berbagai latar belakang dan lain sebagainya terjadi dalam kelas pembelajaran. Adapun religion harmony bermakna bahwa kerukunan/toleransi beragama dianggap sebagai efek dari berhasilnya proses pada classroom discourse. Toleransi tersebut tidak mempunyai rumusan yang harus dikaji, itu hanya lah sisi lain yang timbul dari beberapa contoh beragama.
           
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment