Monday, March 10, 2014

Jalan Menuju Perubahan


Class Review  4
Jalan Menuju Perubahan

Jumát 28 Februari merupakan pertemuan ke-4 matakuliah writing 4. Pada kesempatan tersebut agak sedikit berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya, yakni pada kesempatan itu matakuliah ini dimualai pukul 7.00, lebih awal dari sebelumnya. Hal tersebut dilakukan karena Mr. Lala ingin meningkatkan kedisiplinan mahasiswa IAIN. Hal tersebut juga akan terus berlangsung untuk seterusnya dalam matakuliah beliau. Memang rasanya sulit untuk menyetujui aturan ini terutama bagi saya yang berdomisili jauh dari kampus, tapi saya yakin bahwa ini merupakan hal baik dan pasti akan ada hikmah dari semua ini.    

Pada pertemuan ke-4 tersebut beliau Mr. Lala memberikan sebuah puisi penuh makna dari salah satu guru beliau, puisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
Berkariblah dengan sepi, sebab dalam sepi ada (momen) penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari. Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang memborbardir indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu untuk ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak mereka hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu yang mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita (sedikit) lebih baik.
Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain. Berkariblah dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti, atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang pekak.
Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih. (Budi Hermawan). Saya setuju dengan bait puisi tersebut terutama pada bagian “Berkaliblah dengan sepi...” karena betul ketika kita susah mengetahui ataupun menemukan inspirasi tetapi tatkala dalam sepi kita mudah menemukan hal hal tersebut.
Pada pertemuan tersebut kita membahas tenang critical review dari artikel yang berjud Classroom Discourse to Foster Religious Harmony yang ditulis oleh prof. Chaedar Alwasilah. Pada critical review yang perdana tersebut kebanyakan mahasiswa kurang tepat dalam membuatnya, karena kebanyakan mahasiswa menulis critical review lebih condong ke pembahasan mengenai Religious Harmony. Seharusnya dalam membuat critical review tersebut harus seimbang mengenai pembahasan classroom discourse dan religious harmony. Bagi seorang pemula memang susah dalam membuat critical review ini apalagi kita harus menulis critical review dalam 2500 kata atau lebih. Hal tersebut dilakukan guna mencapai Qualified writer. Kesulitan dalam membuat critical review ini bagi pemula adalah wajar  karena kita, khususnya saya masih dalam tahapan reader atau qualified reader.
Dalam kesempatan tersebut dibahas mengenai classroom discourse. Beliau Mr. Lala menyampaikan bahwa yang disebut classroom discaurse adalah merupakan sebagai berikut:
v  Classroom Discourse is “sacred site”
Sacred site memiliki arti suci, dalam hal ini suci  diperjelas dengan adanya ritual. Dengan kata lain wacana ini dilakukan harus dengan struktur awal yang baik.
v  Classroom complicated
Dalam hal ini ada beberapa faktor utama yang membuat kelas complicated yaitu background. Beckgound disini adalah perbedaan  dari setiap individu siswa, baik dari suku, budaya, tingkat pendidikan ataupun ekonomi.
Meaning-making practice
Meaning-making parcitice di dalamnya yaitu Ideology dan Values. Ideology adalah sets of beliefs, di dalam kelas bisa terjadi ideological classes.
Didalam kelas dikelilingi oleh ideologi dan nilai-nilai yang dibawa oleh setiap individu. Sehingga tidak heran jika didalamnya terdapat perbedaan. Tension atau tegangan dalam kelas ditimbulkan karena adanya perbedaan tersebut. Namun, perbedaan tersebut harus tetap dihargai sebagai wujud dari local differences untuk menciptakan mutual understanding.
Salah satu alasan adanya praktik clasroom discourse analysis adalah untuk memahami penyebab yang tidak dapat diduga saat terjadinya interaksi di kelas. Caranya bisa dilakukan dengan merekam, mengamati, menulis penjelasan dan menganalisis contoh interaksi di kelas. Guru mulai melihat langkah dalam berbicara dan merespon yang tepat sebagai bagian dari aktivitas sosialisasi pada anak-anak dengan bahasa baik dirumah maupun lingkungan lain. Selain itu alasan adanya praktik classroom discourse sebagai mana dikatakan Prof.Dr. Chaedar Alwasilah dalam artikelnya yaitu:
ü  Siswa diharapkan mampu mendengarkan penuh perhatian,
ü  Menyumbangkan ide-ide atau pendapat,
ü  Mengajukan pertanyaan, menyatakan kesepakatan dan ketidaksepakatan
ü  Mencapai kompromi dengan cara yang hormat. 
 Di sini dalam classroom discourse sosok Guru mempunyai peran penting sebagai pemersatu perbedaan dalam suatu kelas. Seorang guru harus mampu menciptakan interaksi yang efektif. Seperti memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya baik dengan memberikan motivasi,  penggunaan model pembelajaran maupun mengenal perbedaan dari berbagai individu.
 Negara kita merupakan negara yang memiliki bayak ragam di antaranya budaya, suku, ras, agama. Dengan perbedaan perbedaan trsebut tidak jarang sering terjadinya perselisihan sehingga classroom discourse merupakan salah satu alternatif untuk mencapai kedamaian yang dimulai dari lingkungan kelas. Dalam hal ini  untuk melakukan suatu wacana kelas yang baik dibangun melalui interaksi atau percakapan antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa. Dari percakapan itu, akan timbul rasa keharmonisan dalam menjalin hubungan termasuk keharmonisan beragama. Jika sudah tercipta saling berinteraksi dengan baik, maka dengan sendirinya akan muncul rasa saling memahami satu sama lain. Sehingga terciptalah sikap toleransi pada setiap perbedaan yang ada.




































Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment