Saturday, March 1, 2014
Created By:
Hilmi Salam
Class Review 3
Perkawinan Antara Baca dan Tulis
Melahirkan Literasi
Hilmi Salam
Indonesia
dihadapkan pada kenyataan bahwa bangsanya adalah bukan termasuk bangsa penulis,
serupa dengan wacana yang tertulis pada buku “Pokoknya Rekayasa Literasi” oleh
Profesor Cheadar. Statementnya yang terdengar frontal namun jika bercermin pada
kenyataan yang terjadi memang tidak dapat dipungkiri lagi.
Pada
pertemuan minggu lalu di kelas writing 4 Mr. Bumela memberikan kuis seperti
biasanya kepada mahasiswa dengan metode tanya jawab seputar literasi, secara
tidak langsung membuktikan bahwa benar bangsa ini terjangkit virus “Lack of Literacy” sehingga pada
konteks ini diilustrasikan dengan “Rekayasa Literasi”. Masih terekam di memori
ketika Mr. Bumela bertanya mengenai objek apakah yang direkayasa? Tentu saja
kembali pada permasalahan awal yang membahasa tentang literasi, sehingga jelas
bahwasanya pengajaran baca tulislah yang direkayasa.
Semua
terjadi karena latar belakang yang menjadi problematika bangsa Indonesia yang
diklaim bukan bansa penulis, dengan rekayasa literasi ini diharapkan bangsa
Indonesia dapat “dipaksa” menjadi bangsa yang literat dengan terbiasa membaca
dan menulis. Kata dari “Rekayasa” pada konteks ini bukan berarti melakukan
rekayasa yang mengada-ada atau di luar pada kenyataannya seperti yang
dijelaskan oleh Mr. Bumela, namun pada pengertian sebenarnya bisa disinonimkan
dengan perbaikan mutu dalam bidang literasi (membaca dan menulis).
Kekayaan
literasi tidak terbatas pada kegiatan membaca dan menulis karena literasi
merupakan sendi dari sebuah bahasa yang mencakup kemampuan berbahasa yaitu
diantaranya membaca, menulis, mendengar dan berbicara, semuanya merupakan satu
kesatuan komponen berbahasa. Dari beberapa komponen tersebut, dua komponen yang
benar-benar crucial adalah membaca
dan menulis, kemudian dikoneksikan dengan pengajaran.
Adapun
yang dimaksudkan dengan pengajaran adalah merupakan suatu media untuk melakukan
proses literasi melalui pengajian yang baik secara tidak langsung literasi
dapat bertumbuh dengan baik. Antara membaca dan menulis terdapat kekuatan
relasi yang sangat kuatm kemudian diaplikasikan dengan pengajaran.
Sangat
jelas terbukti dan dapat dirasakan proses rekayasa literasi yang terjadi dalam
pengajaran writing 4 oleh Mr. Bumela, dengan adanya sistem passport (Class
review & Chapter Review) dan beberapa essay adalah merupakan perwujudan
dari rekayasa literasi ditambah lagi setiap mahasiswa diwajibkan untuk
memposting hasil karya tulisnya di blog, otomatis mahasiswa dituntut untuk
dapat menulis akademik dan juga menjadi pembaca yang baik, maka proses literasi
akan berjalan secara terarah dan baik.
Mengenai
akademik writing tidak terlepas dari beberapa elemen yang menjadi pilar-pilar
yang diantaranya adalah:
·
Konteks
o Adanya kesinambungan antara kalimat dan paragraf.
·
Kejelasan
o Arti atau makna yang dikomunikasikan harus jelas dan
terarah.
·
Urutan yang
logis
o Urutan yang teratur dan penulisan harus logis yang
biasanya berjalan dari umum ke khusus.
·
Konsisten
o Penulisan yang tetap tidak berubah-ubah.
·
Unity
o Adanya kesatuan antar paragraph
·
Keringkasan
o Menggunakan kata yang mengacu pada inti
·
Lengkap
o Ditulis rinci dengan data
·
Beragam
o Memberikan konten yang beragam agar tidak
membosankan
·
Formalitas
o Menggunakan bahasa yang baku
Setelah mengetahui elemen-elemen penting tersebut
kemudian ada pula empat hal yang terkait dengan literasi.
1.
Read with high repetition
2.
Respond
3.
Re-write
4.
Re-produce
Dari beberapa poin di atas diketahui bahwa yang
dimaksud dengan read with high repetition adalah membaca dan melakukan
pengulangan, ada pula respond, jika membaca teks harus bisa merespon teks
tersebut, kemudian re-write yang pada halnya pembaca harus dapat menulis
keterangan kembali sesuai pemahamannya dan yang terakhir adalah re-produce
seorang pembaca juga harus dapat memproduksi teks maka semuanya dapat
dikategorikan literat.
Berkaca terhadap pendapat Hamilton (1998) seperti
dikutip dalam buku Ken Hyland (2006) bahwa aksara itu terletak pada kegiatan
interaksi manusia. Ketika berbahasa tentu saja ditekankan untuk pandai dalam
penggunaan bahasa sebagai praktik keaksaraan. Secara general aspek literasi
sangat luas, namun secara khusus dihighlight pada kegiatan membaca dan menulis,
seandainya sistem pendidikan dapat berorientasi pada kebiasaan literasi, sudah
dapat dipastikan kualitas bangsa Indonesia dapat meningkat sehingga klaim yang
menyebutkan bukan bahsa penulis dapat direalisasikan menjadi Indonesia bangsa
yang literat.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)