Sunday, March 9, 2014

One Step Closer to Be Good Writer


Class Review IV
28 Februari 2014
ONE STEP CLOSER TO BE GOOD WRITER
By Eka Berniati
            Tidak seperti biasanya, hari ini masuk pukul 07.00 sehingga saya berangkat lebih awal dari rumah jam 06.00, karena jarak dari rumah ke kampus sekitar 1 jam kurang, tetapi tidak disangka mobil yang saya naiki lambat yang mengakibatkan saya telat walaupun hanya beberapa menit tetapi tidak dapat absen. Pada pertemuan mendatang saya masih harus membuat critical review tentang “Colombus” dan ini the last critical review in bahasa, tetapi masih harus mengerjakan minimal 2500 kata. Mahasiswa diharuskan membawa laptop untuk minggu depan karena kita akan membuat critical writing 500 kata hanya dalam 30 menit. Kelas akan dijadikan seperti lab kita harus bias menunjukkan mana unitnya dari tulisan yang akan dibuat nanti, boleh bertanya kepada teman. Mr.Lala bertanya, kalian semakin banyak menulis apakah hidupnya merasa terisolasi atau tidak? Banyak sekali jawaban
dari anak-anak mengenai ini,ada yang bilang karena menulis kurang makan, kurang tidur, tidak pernah maen dan lain-lain, tetapi disini Mr.Lala bertujuan untuk IAIN lebih maju dari anak-anak lain terkenal dengan tulisannya. Seperti Mr.Lala tunjukkan powerpointnya yang berisi what my lecturer says: Berkirablah dengan sepi dst, disitu isinya seperti yang saya alami ketika hendak menulis, dalan sepi saya menulis sampai tidak bisa tidur karena dalam sepi saya bisa menemukan inspirasi yang paling penting dari teks tersebut adalah “berkirablah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih” Budi Hermawan. Menulis juga seperti meditasi.
            Masih berbicara tentang critical writing, dari critical writing menuju critical review Mr.Lala menyampaikan hasil bacaan dari critical review kita.
Berbicara tentang religious harmony banyak perbedaan dan munculnya konflik, korupsi, dan etnis makin banyak setelah revormasi.
1.      Classroom is a “sacred site”
Kenapa bisa disebut sacral, karena untuk menjadi mahasiswa ada langkah-langkahnya dulu, tidak sembarangan orang yang bisa belajar disini atau ritualnya banyak.
2.      Classroom is complicated dalam artian sebenarnya.
·         Dilihat dari background dari masing-masing mahasiswa pasti berbeda, seperti yang kita lihat dikelas ini, dari sesame agama saja masih belum bisa kompak apalagi jika kita ada ditengah-tengah umat Kristen itu dikarenakan etnik, education, ekonomi, politik dll. Seperti kata Vivian Gussin Paley “saya tidak bisa menilai kalian dengan kemampuan IQ, EQ yang sama.
·         Interactions: Caranya berbeda-beda, participans sudah pasti ada dalam interaksi, dibangun dengan TALK, kenapa harus ada talk? Karena semua data ada di talk, coba bayangkan jika dikelas tidak ada talk bagaimana kita bisa menulis.
Kelemahan dipaper kita menganggap interaksi itu kompleks, harusnya discourse yang didalamnya ada teks dan conteks dihidupkan dikelas. Tetapi kelas saja tidak cukup karena ada bidang ekonomi, politik, social. Karena tidak akan pernah jadi warga Negara yang baik jika tidak bisa kritis.
·         Toleransi dibangun dari example (para nabi), tidak bisa diajarkan. Itu sesuai kesadaran masing-masing, dan bagaimana cara membangun trust sendiri? Itupun sama, tidak bisa diajarkan sama halnya juga dengan disiplin.
3.      Meaning making practice
Artinya, karena background mahasiswa beragam, akan banyak perbedaan pendapat walaupun beragama yang sama. Kita ambil contoh Ideologi, apa sih ideology? Ideology sering kita sebut dengan gagasan atau self of beliefs. Dan kenapa IAIN berbeda dengan Universitas lain? Ini masalah WC, lingkungan belajar juga dapat mempengaruhi classroom discourse, karena IAIN adalah perguruan tinggi islam tetapi tidak mencerminkan keislamannya di akibatkan wc yang belum memadai. Sedangkan, standar wc di dunia yang layak pakai adalah sebagaimana kita bisa makan dan baca buku dengan nyaman.
·         Kelas itu bisa jadi situs munculnya ideology self of beliefs karena perbedaan cara-lnteraksi dll.
·         Values: pemahaman nilai-nilai bahwa kuliah pagi itu bagus seperti dikelas Mr.Lala.
Banyak pertentangan mengenai disiplin, dan itu semua berangkat dari talk. Coba bayangkan bagaimana jika seorang guru mengajarkan ke muridnya tentang disiplin, tetapi sang guru sendiri tidak menerapkannya, apa jadinya? Karena disiplin itu tidak perlu diajarkan tetapi masing-masing individu harus mempunyai kesadaran tentang hal tersebut.
Kita itu sedang membicarakan perbedaan, Mr.Lala ingin kita membahas perbedaan untuk kemajuan bangsa, yang pasti berhubungan dengan religious harmony. Seperti halnya kasus pernikahan yang berbeda agama, orang islam sudah pasti dilarang menikah dengan orang Kristen, bisa dibilang zina jika sampai terjadi, karena prinsip besar orang Kristen yaitu 3D dipacari, dinikahi lalu di kristenkan dan ini masalah besar untuk orang islam. Ini terjadi di Negara kita, padahal di Indonesia sendiri sudah ada hokum yang tidak boleh mengajak berpindah agama jika sudah mempunyai agama, termasuk Malaysia dan singapura. Tetapi yang sangat disayangkan tokoh agama di negeri ini tidak jeli dengan masalah besar ini, seperti MUI, polisi mereka hanya diam membungkam, yang menangani kasus ini adalah FPI dan mereka berarti memiliki literasi yang tinggi.
Kita itu masih dalam kategori evolusi dalam membaca atau masih termasuk reader belum ke quality reader, Mr.Lala ingin anak IAIN terkenal dengan jago nulis.
Kesimpulan: Untuk bisa menulis bagus kita harus bisa menjadi pembaca yang berkualitas, bisa kritis menanggapi apa yang ada di teks tersebut (kelemahan penulis) dan mengerti apa yang disampaikan penulis.

Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment