Saturday, March 8, 2014
Created By:
Metta Hittoh Mu'awanah
Jum’at 28 Februari 2014, hari itu merupakan akhir bulan
Februari, tetapi bagi kelas pbi-d itu merupakan awal menuju perubahan jadwal di
mata kuliah writing 4 ini. Jadwal pembelajaran menjadi lebih awal dari biasanya
masuk jam 07.30 menjadi 07.00. Awalnya
ketika perubahan jadwal ini disampaikan
saya merasa keberatan, karena jarak tempuh dari rumah menuju kampus sangat jauh
dan membutuhkan waktu dengan menggunakan
transportasi umum dengan segala halangan yang sudah diperkirakan seperti macet
dan lamanya menunggu elf.
Alhamdulillah, tepat pukul 07.00 teman-teman pbi-d sudah
kumpul dan tidak seorang pun yang terlambat, meskipun ininpertama kalinya kami
mulai perkuliahan sepagi ini. Tak lama kemudian mr. Lala pun datang dan memulai perkuliahan, seperti biasa mr. Lala
mengecek kehadiran mahasiswa terlebih dahulu, lalu beliau mengatakan bahwa
bulan pertama di mata kuliah ini dengan tugas critical review pertama dengan
2500 kata merupakan cara untuk mengetahui stamina para mahasiswa.
Kemudian mr. Lala melanjutkan dengan mengulas critical
review mengenai artikel “Classroom Discourse to Foster Religion Harmony” karya
A. Chaedar Alwasilah. Banyak mahasiswa yang masih dominan membahas religion
harmony, sedangkan mengenai classroom discourse hanya dibahas sepintas.
Seharusnya dalam critical review
pembahasan mengenai classroom discourse dan religion harmony seimbang
dan harus didukung dengan data-data informasi lain.

Classroom adalah “sacre
site” yang berarti untuk menciptakan classroom kita harus melakukan
beberapa ritual layaknya kita akan beribadah, ritual-ritual yang harus
dilakukan misalnya harus saling mengahargai satu sama lain, ketika seseorang
tidak bisa saling menghargai kita tidak akan bisa terbentuk classroom.
Classroom sangat complicated dan crucial, hal ini disebabkan karena beberapa
hal. Pertama, background setiap siswa berbeda-beda, seperti perbedaan etnik,
pendidikan, ekonomi dan politik sehingga mereka akan memiliki pola pikir yang
berbeda-beda sesuai latar belakang mereka masing-masing. Kedua, communicative
strategis yaitu mahasiswa harus memiliki strategi dalam berinteraksi di kelas.
Ketiga, meaning making practice adalah hasil dari pembelajaran yang dilakukan
di dalam kelas, meaning making practice bisa berbentuk ideologi dan value
(nilai).
Dalam critical review kita tidak hanya mengkritik artikel
yang telah dibaca, tetapi seharusnya kita bisa menemukan kekurangan artikel
tersebut, misalnya dalam artikel “Classroom Discourse to Foster Religion
Harmony” dari pak Chaedar ini ternyata ada hal yang terlewati oleh beliau bahwa
classroom discourse ini tidak hanya participant yang diperlukan, tetapi juga
talk. Talk adalah sifat yang paling penting yang harus ada dalam kelas. Hal ini
bertujuan untuk melatih siswa berbicara, sehingga bisa berdialog mengenai
perbedaan yang terjadi dan bisa mewujudkan religion harmony.
Selanjutnya, mr. Lala menampilkan slide power point ada
satu slide yang begitu menarik perhatian saya yaitu berisikan “Berkariblah dengan
sepi, sebab dalam sepi ada [momen] penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah
dicari. Dalam sepi ada berhenti dari menerima ramainya stimulus yang
memborbardir indera kita. Stimulus yang harus dipilah dan dipilih satu satu
untuk ditafakuri, lalu dimaknai, dan dijadikan berguna bagi kita. Bila tidak
mereka hanya dengungan yang bising di kepala saja tak mengendap menjadi sesuatu
yang mengizinkan kita memahami dunia di sekitar kita [sedikit] lebih baik.
Berkariblah dengan sepi, sejak dalam sepi kita menemukan diri yang luput dari penglihatan
dan kesadaran ketika beredar dalam ramai; dalam sepi kita dapat melihat
pendaran diri yang diserakkan gaduh, mendekat, lalu merapat, membentuk bayang
jelas untuk dilihat tanpa harus memuaskan keinginan yang lain. Berkariblah
dengan sepi karena dalam sepi berlalu lalang inspirasi yang tak kita mengerti,
atau tak dapat kita tangkapi ketika kita sibuk berjalan dalam hingar yang
pekak. Berkariblah dalam sepi sebab dalam sepi suara hati lebih nyaring
terdengar jernih. (Budi Hermawan)” . Menurut saya inti dari teks di atas yaitu kita harus berkarib dengan
sepi, karena kita akan menemukan ide-ide yang baru, jawaban, inspirasi yang
kita butuhkan.
Dalam slide selanjutnya menampilkan quotes dari Betsy
Rynes (2008) yang menulis buku classroom discourse yaitu :
“Those of us whopresume
to “teach” must not imagine
that we know how each student
begins to learn.”
(Vivian
Gussin Paley The boy who would
be a helicopter , 1990, p.78
), maksud yang ingin disampaikan
yaitu ketika kita breni untuk mengajar, kita tidak boleh mengajarkan bhawa kita
tahu bagaiman setiap siswa mulai belajar karena setiap siswa pasti memiliki
cara yang berbeda-beda.
Dengan demikian dari artikel “Classroom Discourse to
Foster Religion Harmony” dapat disimpulkan bahwa religion harmony dapat terjadi
jika para generasi penerus sudah memiliki kerja sama yang baik, karena
classroom terdiri dari suatu kelompok yang complicated. Inilah awal perubahan
dan hasil mengulas lebih dalam mengenai artikel ini.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)