Saturday, March 8, 2014
Created By:
Eka Ramdhani Niengsih
Class
Review 4
Kelas : Membangun Toleransi
“Classroom Discourse to Foster Religious
Harmony”
Eka
Ramdhani Niengsih
PBI-D
Semester 4
Salam
semangat! Selamat menjalani aktivitas. Awali hari-hari kita dengan saling
berbagi semangat agar semakin banyak energi positif yang kita dapatkan. Dengan
energi positif yang didapat, Insya Allah membuat kita lebih banyak berbuat
kebaikan. Pagi ini, terasa lebih banyak kekhawatiran dibandingkan sebelumnya. Mata
ini masih terjaga ketika jarum jam sudah tiba di angka dua bahkan lebih. Rasa
lelah, lapar, bingung dan takut saling menyatu menjadi satu kekhawatiran yang
mendera diri ini. Takut akan tidak bisa
memenuhi apa yang sudah ditugaskan. “Critical Review” ya, itu lah tugasnya.
Belum pernah dibayangkan, harus menulis sebanyak 2500 kata. Jauh dari dalam
hati ini, harus diakui bahwa sesungguhnya diri ini bukanlah seorang yang mahir
merangkai kata. Ketika teringat bahwa ada ayat Alqur’an yang mengajarkan bahwa
Allah SWT. tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali jika mereka sendiri
yang merubahnya. Dengan firman Allah SWT. tersebut tidak ada salahnya jika kita
sebagai makhluk lemah ciptaan-Nya untuk terus selalu berusaha melakukan yang
terbaik yang bisa kita lakukan. Well, sebisa mungkin saya mencoba menulis
Critical Review. Bismillah, perkara hasilnya jadi tulisan bagus atau tidak itu
bukan hal utama, yang terpenting saya sudah berusaha sejauh pemahaman saya.
Mata
yang sudah lelah sudah tidak bisa lagi diajak bekerja sama. Saat itu juga saya
memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu. Tidak begitu lama, ibu saya
mulai melakukan tugasnya. Ya, saya meminta ibu untuk membangunkan saya sekitar
pukul 04.00 WIB. “Terima kasih bu, engkau selalu jadi penolong”. Big hug for
her. Lalu, bergegaslah saya bersiap-siap untuk pergi ke kampus mengingat mulai
kali ini mata kuliah Writing akan masuk pukul 07.00 WIB.
Saat
itu, langit masih gelap. Diliriklah jam, masih menunjukan pukul 05.15 WIB akan
tetapi saya harus segera berangkat. Ciuman di kening, di pipi kanan kiri serta
satu plastik makanan adalah sajian paling menyenangkan di pagi hari dari sosok
malaikat berwujud manusia yang saya panggil “Ibu”. Betapa beruntungnya saya
bisa memiliki sosok ibu seperti beliau yang selalu mengajarkan sebuah
perjuangan hidup.
Tak
terasa, perjalanan menuju kampus saat itu. Dinginnya pagi hari sama sekali
tidak menyurutkan sedikitpun semangat untuk belajar. Sekitar pukul 06.15 WIB
saya tiba di kampus. Alhamdulillah saya tidak datang terlambat. Lalu, kaget
juga saya saat mengetahui bahwa Pak Lala ternyata sudah datang lebih dahulu
dibanding mahasiswanya. Really amazing. He give us good example.
Pukul
07.00 WIB perkuliahan dimulai. Diawali dengan sebuah teks yang cukup menggugah
jiwa. Teks mengenai kesendirian.
Berkariblah dengan sepi sebab
dalam sepi suara hati lebih nyaring terdengar jernih. ( Budi Hermawan )
Itu
adalah penggalan bait-bait yang dibuat
oleh pak Budi hermawan. Dosen hebat nya pak Lala saat masih kuliah. Sendiri,
sunyi terkadang sangat dibutuhkan oleh kita untuk mengevaluasi segala sesuatu
yang pernah kita lakukan. Keramaian memang bisa membuat kita tidak merasa bosan
dan sepi. Akan tetapi, mungkinkah keramaian bisa membuat kita nyaman? Tidak.
Keramaian belum tentu bisa membuat kita nyaman. Justru kedamaian, kesendirian
itu bisa membuat kita nyaman. Zaman dulu, banyak orang-orang yang bisa
menghasilkan maha karya luar biasa seperti karya novel, sajak, seni kaligrafi
dan lainnya ketika mereka sedang menyendiri. Ada yang sedang dipenjara, ataupun
sengaja pergi menyendiri ke suatu tempat. Kesendirian memberikan kita
inspirasi, ide-ide jenius. Para penulis hebat,
seniman selalu mengunjungi suatu tempat yang asing dan sepi. Dari
pengalamannya mereka pasti menemukan hal-hal baru yang bisa dituangkan kedalam
sebuah karya seni luar biasa. Terkadang, ketika kita sendiri itu seperti ada
bisikan mengenai suatu hal. Misalnya, ketika hendak melaksanakan sholat,
tiba-tiba ada pikiran jernih muncul. Wallahu’alam. Mungkin itu hanyalah godaan
setan untuk kita.
Selanjutnya,
pembahasan mengenai ‘Critical Review’. Apa itu Critical Review? Menurut artikel
yang saya baca, Critical Review merupakan rangkuman dan evaluasi terhadap ide
dan informasi sebuah artikel. Ini menunjukan sudut pandang kita mengenai subjek
yang sudah kita ketahui. Menelaah dengan kritis berarti berpikir dengan
hati-hati dan jernih serta mengambil benang merah akan kekuatan dan kelemahan
sebuah materi didalam suaatu artikel. Ada dua kemampuan yang harus dimiliki
untuk me-review suatu artikel. Pertama: melihat informasi, mengambil informasi
dengan efisien sehingga menjadi informasi yang baik didalam suatu subjek
pembahasan. Kedua: me-review secara efektif,
menanyakan informasi yang ada dalam subjek pembahasan lalu menunjukan
sebuah evaluasi. Evaluasi tersebut termasuk menganalisis isi dan konsep
suatu teks, memisahkan ke dalam
masing-masing komponen dan memberikan pengertian bagaimana semuanya saling
terhubung.
Isi
sebuah Critical review :
è Introduction, dimulai dengan kalimat pernyataan
pembuka dari penulis, judul dan penjelasan terhadap topik yang dibahas.
è Summary, rangkuman poin utama suatu
artikel. Berisi penjelasan dan tujuan penulisan dari penulis.
è Main Body
(Critique), mengevaluasi kekuatan dan kelemahan serta bagian penting
yang ada pada artikel.
è Conclusion, bagian akhir yang berisi
pernyataan ulang dari semua pembahasan. Juga berisi masukan-masukan kita
terhadap artikel tersebut.
è Reference, sumber yang telah digunakan harus
dicatat.
Menjadi
seorang penulis tidak mudah. Saya rasa seperti itu. Penulis harus sabar, sabar
menemukan ide-ide menarik. Pintar merangkai kata-kata sehingga menghasilkan
bait-bait kalimat menarik. Bagi kita yang memang masih pemula cukup sulit untuk
mencoba membuat Cirtical Review. Saya sendiri harus berulang kali membaca
artikel yang bersangkutan, membaca artikel-artikel referensi penguat
pernyataan. Jari-jari terasa kaku karena harus membuat tulisan sebanyak 2500
kata. Kurang tidur, kurang makan sudah barang tentu kita alami. Lebih dari pada
itu, menulis Critical Review memberikan sensasi tersendiri bagi saya. Tulisan
tersebut mengharuskan kita berpikir kritis menanggapi suatu perkara. Berpikir
jernih dan cermat dalam menentukan sesuatu.
Sebelum
menjadi penulis hebat, kita harus jadi seorang pembaca. Seorang pembaca pun jika
bacaannya tidak bagus maka tidak bisa dibilang pembaca berkualitas. Pembaca
harus membaca bahan bacaan yang berkualitas. Saya dan teman-teman sepertinya
sedang berada di posisi sebagai pembaca yang perlahan bergerak maju menjadi
pembaca berkualitas. Pak Lala mengharapkan kita menjadi seorang penulis
berkualitas. Dengan perlahan kita dilatih menjadi seorang penulis. Dan, tidak
menutup kemungkinan jika kita terus menunjukan progres bagus, maka kita bisa
jadi seorang penulis berkualitas. Amiiiin.
Critical
Review pertama yang ditugaskan itu adalah sebuah artikel karya Prof. Chaedar “Classroom Discourse to Foster Religious
Harmony”. Membahas toleransi umat beragama didalam suatu kelas pembelajaran
disekolah. Sekolah adalah tempat menuntut ilmu. Bumi Indonesia yang beragam
suku bangsa membuat kita sering bertemu banyak orang yang berbeda budaya, latar
belakang. Tak ayal, ini menimbulkan permasalahan komplek. Banyaknya suku
bangsa, agama dan budaya menghadirkan perbedaan. Lalu, karena perbedaan itulah
Indonesia kerap dilanda masalah perseturuan, percekcokan antar budaya dan
agama. Kerusuhan di Poso, pembakaran
mesjid, pembakaran gereja hanyalah contoh kecil masalah perbedaan tersebut.
Kerukunan beragama seharusnya menjadi pekerjaan utama Kemenag Indonesia. Mereka
seharusnya menjadi mediator pihak-pihak terkait pelaku keributan yang berkaitan
dengan kerukunan beragama. Masalah kerukunan beragama semakin sering terjadi
sejak Masa Reformasi. Tak hanya itu, masalah ekonomi, korupsi serta
permasalahan lainnya pun banyak terjadi sejak masa itu. Mengapa itu bisa
terjadi? Apakah ada yang salah dengan sistem pemerintahan setelah Masa
Reformasi? Padahal masa sebelumnya permasalahan seperti itu jarang terjadi. Hal
ini disebabkan karena pemerintah menuntaskan tiap permasalahan sampai akhir.
Hingga tidak ada lagi akar-akar permasalahan kecil yang mungkin suatu saat
nanti bisa tumbuh lagi.
Dampak
konflik antar agama lebih banyak yang tidak tertulis. Suatu konflik besar pasti
sebelumnya ada konflik kecil. Contohnya kasus Asmirandah dan Jonas.
Pengakuan memeluk suatu agama yang hanya
kebohongan belaka bisa mendapatkan ancaman hukuman serius. Agama Islam dan
Kristen lebih sering terdengar konflik. Dari sejarah juga bisa kita tangkap bahwa
keduanya memang sering terjadi konflik. Islam dan Kristen seperti dua sosok
yang tidak bisa berdamai.
Menurut
pak Lala, agama kristen memiliki tiga prinsip; dipacari, dihamili dan
dikristenkan atau dipacari dikristenkan lalu dihamili. Berikut ini contoh cara kristen
menghancurkan Islam dalam skala kecil. Ada seorang pemeluk Kristen sebut saja
A, lalu B seorang muslim. Mereka menikah dengan masih memegang kepercayaan
masing-masing. Setelah itu mereka mempunyai dua anak. Anak pertama mengikuti B
memeluk Islam, sementara itu anak kedua mereka memeluk kristen seperti A. Suatu
ketika si A mengajak kedua anaknya pergi ke gereja dan membaptis mereka menjadi
pemeluk Kristen. Lambat laun, si A memberikan pilihan pada si B, akan pergi
tanpa anak dengan masih menjadi seorang muslim ataukah tetep hidup bersama
kedua anak mereka dan memeluk agama kristen. Bagaimanapun juga si B sebagai
perempuan akan kalah karena perasaannya yang tidak mungkin bisa berpisah dengan
anak-anaknya. Contoh lain yang terjadi disekitar kita; ketika kita tinggal
dilingkungan mayoritas kristen lambatlaun mereka akan membangun gereja sebagasi
tempat ibadah. Umat Islam disekitar situ akan protes atau bahkan akan menyegel
gereja tersebut. Pada akhirnya media akan menyorot bahwa Islam telah melanggar
kebebasan umat untuk beragama. Kristen selalu ada cara untuk menghancurkan
Islam. Maka dari itu, kita harus mempelajari kajian kristologi guna mengetahui
tiap ajaran aneh kristen dan juga agar kita bisa mengantisipasi kemungkinan
buruk yang akan terjadi.
Kehidupan
didalam masyarakat luas memang selalu menimbulkan perbedaan. Tak hanya itu,
dalam lingkup kecil keluarga pun perbedaan kerap kali terjadi. Ketika kita
terjun ke masyarakat, kita harus siap dengan semua perbedaan yang akan muncul.
Maka dari itu, sejak kecil kita harus belajar menghargai perbedaan, toleransi
antar umat beragama. Salah satunya, saat kita masih duduk di bangku pendidikan
kita sangat perlu belajar toleransi. Teman-teman kita pasti berasal dari budaya
yang berbeda, kita tidak boleh membeda-bedakan mereka hanya karena berbeda
budaya. Sekolah adalah tempat paling baik untuk belajar toleransi. Guru sebagai
mediator agar para siswa bisa mengatasi perbedaan yang ada. Guru harus bisa
membuat para siswa saling berinteraksi. Teman sebaya akan memberikan dorongan
dan pengaruh besar terhadap perkembangan seseorang. Ini bisa dilakukan dengan
membuat kelompok-kelompok kecil lalu siswa mendiskusikan suatu masalah, disitu
akan ada perbedaan pemikiran, perbedaan tujuan dan lainnya. sehingga nantinya
mereka akan terbiasa dengan perbedaan yang ada, lalu dengan inisiatif sendiri
mereka akan mencari jalan untuk mengatasi perbedaan tersebut.
Prof.
Chaedar membahas masalah pendidikan bisa mempengaruhi kerukunan umat beragama. Melalui
artikel “Classroom Discourse to Foster
Religious Harmony” beliau memberikan cara untuk mengatasi perbedaan-
perbedaan dan masalah kerukunan beragama.
Classroom, tempat kita menuntut ilmu. Discourse terdiri dari dua elemen penting, yaitu text dan context. Text
dapat berupa tulisan atau ujaran. Menurut Mikko Lehtonen (2000:72 "Texts are surely physical beings, but they exist in such forms in order to be semiotic beings.
Conversely, texts can be semiotic beings only when they have some physical form."
Sedangkan context menurut beliau adalah "In
traditional notions of texts and contexts, contexts are seen as separate ‘backgrounds’ of texts, which in the role of a
certain kind of additionalinformation can be an aid in understanding the texts
themselves." (2000:110).
Dapat dikatakan, text dan context di dalam
classroom dicourse sangat berpengaruh terhadap masyarakat untuk menentukan
meaning.
Berikut
sedikit penjelasan mengenai Classroom Discourse:
1.
Classroom
Discourse is a sacred site.
Pendidikan melalui
beberapa proses. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan pendidikan. Tukang nasi
mana mungkin langsung bisa kuliah tanpa masuk SMA terlebih dahulu. Harus
dimulai dari TK, SD, SMP dilanjut dengan SMA hingga akhirnya bisa masuk kuliah.
Jika guru atau siswa
didiknya tidak serius belajar itu artinya mencederai kesucian kelas belajar.
2.
Classroom is
Complicated
Dalam kelas, interaksi
yang tidak complicated. Dengan latarbelakang yang beda dipengaruhi oleh etnik,
edukasi, ekonomi dan politik. Interaksi bisa dibangun dengan ‘TALK’. Siswa yang
tidak saling berbicara mana mungkin bisa saling berinteraksi. Toleransi harus
dibuktikan dengan contoh. Percuma jika kita menggembar-gemborkan toleransi tapi
tidak kita contohkan.
3.
Meaning-Making
Practice
Toleransi menunjukan
IDEOLOGY dan VALUES.
TALK
to DIFFERENCES to RELIGIOUS HARMONY.
Selanjutnya,
pak Lala menyuruh kita mengevaluasi tugas masing-masing. Apakah itu sudah benar
atau belum. Tugas milik saya cenderung membahas kerukunan beragama dan budaya.
Seharusnya lebih membahas Classroom Discourse. Dari evaluasi tersebut, ternyata
di kelas PBI-D cenderung membahas kerukunan agamanya. Pak Lala memberikan saran
pada kita bahwa tidak apa-apa memunculkan kembali pernyataan yang sudah ada
dalam artikel tersebut akan tetapi tidak boleh terlalu banyak tanpa memunculkan
informasi-informasi baru dari sana. Ketika pembuatan Skripsi, hal ini tidak
boleh dilakukan. Oleh karena itu, berhati-hatilah saat membaca suatu artikel.
Temukan bahasan utamanya dan juga temukan bahan rujukan jika kita menyetujui
atau tidak isi artikel tersebut.
Sungguh
hari yang luar biasa. Mata kuliah Writing pun berakhir.tugas Critical Review
dikumpulkan. Semoga hasilnya cukup memuaskan. Salam semangat! Sampai bertemu
dengan celotehan-celotehan saya di Class Review 5. Keep Spirit guys! Semoga
Allah selalu memberikan kita kemudahan dalam menjalani segala sesuatunya.
Amiin.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)