Saturday, March 8, 2014

Cahaya Sepi


 Class Review 4
Author: Hilmi Salam

Cahaya Sepi

        Cahaya sering diibaratkan dengan kemenangan, cahaya juga bisa membuat orang bergembira, namun biasanya sepi seringkali menjadi hal yang ditakutkan banyak orang karena tidak ada orang yang menginginkan kesepian. Berbeda dengan hal yang satu ini, cahaya bisa diibaratkan dengan inspirasi kemudian sepi menjadi suatu hal yang memberi ketenangan. Seperti yang diungkap pada kelas Writing 4 pertemuan minggu lalu yang membahas betapa pentingnya ketenangan ketika kita sedang menulis, karena dengan tenang dan sepi maka cahaya inspirasi akan datang dengan sendirinya. Inspiratif memang ilustrasi yang diberikan oleh Mr. Bumela tersebut, dan tentunya sangat setuju dengan ini.

          Dalam menulis sebuah karya tulis, tidak akan mungkin seseorang dapat menciptakan masterpiece-nya dikala seseorang itu sedang berada dalam keramaian. Berkariblah dengan sepi, ungkapan itu yang menyadarkan bahwa betapa nyamannya dalam sepi karena dengan sepi kita bisa lebih mengetahui kedekatan kita dengan diri kita sendiri. Tak jauh halnya dengan apa yang dilakukan nabi di  gua Hira, pada saat itu Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu pertama dari Allah SWT melalui malaikat Jibril. Sudah terlihat bahwa setiap kesepian bukan berarti hal yang negatif namun bisa dijadikan kesempatan untuk berkhalwat dan mendapatkan inspirasi yang tanpa batas.
          Kelas writing 4 yang dibawakan oleh Mr. Bumela setiap pertemuannya merupakan hal yang urgen dan sayang untuk dilewatkan karena terbukti dari pengajarannya mempunyai komposisi yang mantap dalam menyampaikan materi. Dengan pola penyampaian yang menjurus pada inti tanpa banyak basa-basi, membuat mahasiswa mudah menangkap intisaridari setiap pemaparan Mr. Bumela. Setiap ungkapan yang dipaparkan begitu ilmiah dan memiliki unsur pengetahuan yang sangat tinggi untuk dikembangkan mahasiswa. Sungguh dapat menjadi panutan bagi mahasiswa yang rendah akan literasi. Mr. Bumela seolah menjadi pencetus pergerakan pembudayaan literasi di kampus, hal ini patut diacungi jempol.
          Pada 4th match di kelas writing satu minggu ke belakang, mahasiswa melakukan uji revisi sendiri terhadap apa yang telah ditulis dalam critical review 1 yang termasuk ke dalam kegiatan progress test 1. Setelah diberikan instruksi, mahasiswa segera merevisi tulisannya masing-masing. Sayangnya dari kebanyakan mahasiswa tidak memenuhi indikator yang diekspektasikan oleh Mr. Bumela dalam setiap papernya karena yang dibutuhkan adalah mengkritik argument dari Profesor Chaedar namun kebanyakan dari mahasiswa justru asik membahas tentang pluralism, liberalisme dan hal lainnya tanpa menjurus pada inti permasalah untuk mengkritisi. Padahal tidak salah membantah argumen Profesor Chaedar dengan baik, karena tugas mahasiswa adalah mengkritik bukan menceritakan ulang.
          Classroom Discourse adalah menjadi landasan yang diperbincangan, pada pertemuan itu classroom discourse digali lebih dalam lagi sehingga dapat dipahami bahwa yang disebut classroom itu adalah tempat yang tidak semua orang dapat masuk ke dalamnya. Untuk mencapainya sudah pasti melewati tahapan-tahapan dan rintangan yang tidak mudah dengan demikian classroom discourse dapat disebut sebagai sacred site. Terlebih classroom bisa disebut complicated karena dapat dilihat dengan uraian, classroom memiliki cakupan yang luas dengan terstruktur seperti di bawah ini:





          Dari data berikut yang disampaikan oleh Mr. Bumela dapat diketahui bahwa memang atmosphere di dalam kelas itu beragam. Ditinjau dari ethnic yaitu siswa berasal dari daerah, ras dan kebiasaan yang berbeda mau tidak mau dikombinasikan di dalam kelas, maka dengan itu siswa dituntut untuk cerdas dalam sosial dengan kecerdasan emosional agar dapat terwujudnya integrasi dalam kelas.
          Education yang berarti latar belakang pendidikan yang berbeda-beda menambah tantangan dalam berkompetisi di kelas, juga tidak luput dari unsure politik yang beragam. Ormas yang mempunyai ideloginya masing-masing dibawa ke dalam kelas sehingga keragaman background kontras terlihat. Indikator pencapaian dari classroom discourse adalah interaksi sosial yang terwujud dalam kelas. Adanya interaksi tidak terlepas dari pelaku yang disebut dengan participants untuk menjadi pelengkap dari kegiatan talk each other. Saat perbedaan terasa hangat di dalam kelas, sebenarnya beragam background tidak menjadi halangan untuk berprestasi karena untuk menjadi smart itu hanya efek samping yang ditimbulkan dari sebuah proses pembelajaran.
          Tidak terlepas dari semua itu, yang masih terngiang dan sangat menginspirasi adalah ketika pembahasan kekuatan dari sepi , yang sebenarnya hal ini lebih cenderung pada ketenangan. Hubungannya untuk menggali ide dari pikiran memang sangat dibutuhkan ketenangan maka dari itu sepi dapat menjadi cahaya penerang dalam menerangi inspirasi yang lahir dari ide.
          Keramaian bahkan dengan modus belajar bersama terkadang menyulitkan untuk berfikir dengan jernih karena ide lebih mudah ditemukan dari ketenangan. Jika dihubungkan dengan metode classroom discourse terdengar bertolak belakang, namun sebenarnya mempunyai indikator yang saling melengkapi. Classroom discourse menjadi wahana pengumpulan data dari berbagai sumber melalui proses interaksi, sedangkan pengembangan dilakukan dengan cara mandiri atau menyepi karena saat itulah kekuatan sepi dapat terasa.
          Dengan demikian komposisi yang mantap dari tenaga pengajar yang dikombinasikan dengan metode pembelajaran yang efektif maka tujuan inti menjadi bangsa yang literat akan perlahan tapi pasti dapat tercapai meski harus dipaksa, karena dari paksaan akan menjadi kebiasaan. Pembiasaan menulis dan membaca artikel hingga buku tebal merupakan jalur menuju kesempurnaan literasi, terlebih mengingat orang Amerika yang mempunyai budaya baca tulis hingga 99%. Sangat bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia bahkan dunia pendidikan sekalipun, sungguh ironis. Terobosan yang sangat baik dilakukan oleh Mr. Bumela dalam proses pengajarannya, semoga Indonesia dapat menjadi bangsa literat.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment