Thursday, March 27, 2014

Meniru yang mencerahkan


Name               : Moh. Chaerul Anwar
NIM                 : 14121320246
Class                : PBI-D
Semester          : Fourth Semester
Task                 : Class Review 6
Judul               : Meniru yang mencerahkan
                                                                                         
“Katanya, tugas mereka yang tercerahkan – kaum literat – adalah meneroka ceruk-ceruk “baru” tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan peberi pengetahuan. Mereka yang hanya beri tahu teori ini dan itu dari “suara-suara”  penuh kuasa di bidang yang mereka geluti, belumnlah dapat dikatakan yang tercerahkan – literat ; mereka baru pada fase awal ; peniru.

Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda-tanda yang terserak, yang diabaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kitamerasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan. Padahal kita baru sampai pada tahap meniru, lalu dengan ponyaggahnya mengatakan ‘ini salah satu tak benar’, tanpa dasar yang ‘tak bergetar’ pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru; kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari “Rejim kebenaran tak terbantahkan”.
Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyakdari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui”
Itulah kutipan yang berisi motivasi yang diberikan oleh Mr. Lala pada pertemuan ke 6, hari jumat tanggal 21 Maret 2011. Dalam kutipan tersebut juga dijelaskan tentang arti meniru. Memang, pada awalnya seseorang merupakan peniru, yaitu sebelum menjadi penyedia. Dengan berjalannya waktu, peniru berubah menjadi penganalisis, kemudian menjadi penyedia. Namun, untuk menjadi seorang peniru, seseorang harus mempunyai dasar yang mendukung serta referensi yang cukup. Dasar yang mendukung dan referensi yang cukup itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meniru. Dengan demikian, peniru bisa mengkaji lebih dalam dan mengembangkan apa yang telah ditiru.
Tak sedikit memang, peniru yang yang bermodalkan dasar-dasar dan referensi yang kuat dan menganggap bahwa suatu tulisan “tak benar”. Begitulah peniru yang tak sadar akan siapa dan bagaimana dirinya.
Pencerahan, itulah sesuatu yang akan didapatkan oleh peniru. Tapi, bukan hanya peniru biasa, melainkan peniru yang mempunyai dasar dan referensi seperti yang telah dijelaskan di atas. Jadi, tidak semua peniru mendapatkan pencerahan.
Di pertemuan ini, banyak hal-hal yang disajikan oleh Headcoach, misalnya yang dikutip kembali oleh beliau dalam slide presentasi. Mungkin beliau melakukan ini dengan beberapa pertimbangan bahwa ini merupakan sesuatu yang pantas dan harus diingat oleh setiap mahasiswa.
-          “Like the historian critical linguist aims to understand the values which underpin social, economic and political formation, and diachronically, changes in values and changes in formations.” (Fowler, 1996;10)
-          “Ideology is of course both a medium and on instrument of historical process.” (Fowler, 1996;12)
“Ideology is omnipresent in very single text (Spoken, written, audio and visual or the combination of all of them.” (Fowler, 1996)
-          “Text production is never neutral!” (Fairclough, 1989;1992;1995;2000; Lehtonen 2000)
-          “Literacy is never neutral” (Alwasilah, 2001;2012)
Dengan demikian Mr. Lala juga menyatakan bahwa membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideologis. Menulis di perguruan tinggisering mengambil bentuk persuasi meyakinkan orang llain bahwa penulis memiliki ketertarikan sudut pandang logika pada subjek yang dipelajari. Persuasi merupakan keterampilan berlatih secara teratur dalam kehidupan sehari-hari.
            Dalam pertemuan ini juga, Mr. Lala menjelaskan tentang thesis statement. Tak heran bahwa setiap penulis akan diminta atau harus mampu meyakinkan pembaca melalui sudut apndang si penulis. Bentuk persuasi, sering disebut argument akademis, mengikuti pola yang diprediksi secara tertulis. Setelah pengenalan singkat tentang topic, penulis harus menyatakan sudut pandang pada topic tersebut secara langsung dan sering dalam satu kalimat. Sehingga kalimat tersebut akan menjadi thesis statement yang berfungsi sebagai ringkasan dari sebuah argument yang telah dijelaskan.
Thesis essay merupakan ide utama, yaitu merupakan pernyataan satu atau dua kalimat yang mengungkapkan gagasan penulis dan pendapat penulis yang memiliki topic tersebut.
Thesis essay mempunyai dua fungsi, yaitu:
1.      Penulis menciptakan thesis untuk focus kepada subjek.
2.      Adanya thesis yang baik akan membantu pemahaman pembaca.
Thesis juga merupakan hasil dari proses berfikir yang panjang. Sebelum penulis mengembangkan topic argument, penulis harus mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti terlebih dahulu, mencari kemungkinan hubungan antara fakta yang diketahui (seperti kontras mengejutkan atau kesamaan), serta berfikir tentang pentingnya suatu hubungan tersebut (antara fakta yang diketahui).
Berikit adalah pembahasan beserta contohnya:
1.      Jika pembaca merespon “So what?”. Berarti penulis perlu menjelaskan hubungan atau mennghubungakn masalah yang lebih besar.
2.      Jika thesis penulis dan body essay nampak tidak berimbang, maka salah satunya harus dirubah.
3.      Jika pembaca merespon “How?/Why?”. Berarti thesis penulis terlalu terbuka dan kurang diketahui oleh pembaca.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment