Thursday, March 6, 2014
Created By:
Mega Widiastuti
2nd Critical Review
Menguak Kebenaran Untuk Kebermaknaan
“Prestasi
yang besar adalah apa yang menguntungkan orang lain.”
(Denis
Waitley dalam artikel Kebermaknaan karya Em Shoelihin)
Prestasi
berbuah kemaknaan, penuh kronik, serta dramatik bisa dikatakan di raih oleh
Howard Zinn karena dengan menulis sebuah buku A People's History of
the United States, beliau mampu mendulang prestasi tetapi
di sisi lain beliau juga menguak kebenaran tentang siapa sebenarnya Columbus,
hal itu dimaksudkan agar masyrakat dunia melek akan kebenaran yang hakiki.
Howard Zinn menyampaikan kebermaknaan
hidupnya dengan menulis sebuah buku. Buku
adalah sekumpulan kertas bertulisan yang dijadikan satu, kertas-kertas
bertulisan itu mempunyai tema bahasan yang sama dan disusun menurut kronologi
tertentu, dari awal bahasan sampai kesimpulan.
Buku juga merupakan jendela dunia yang dapat mengubah bumi tempat kita
berpijak ini, dan dibalik sebuah buku dapat tersimpan suatu kekuatan
hebat. Sebegitu hebatnya kekuatan dari
buku, sehingga ia dapat dijadikan instrumen yang berdaya kuat, mencengkeram
erat, menggetarkan dan berkuasa mengubah arah peristiwa-peristiwa yang sedang
atau akan terjadi. Yang bisa diarahkan untuk kebaikan maupun keburukan, bagi
kemaslahatan maupun bencana. Bahkan
kekuatan buku melebihi kekuatan nuklir, mengapa saya bisa demikian? Karena dalam artikel yang
bertajuk Speaking Truth to Power with
Books karya Howard Zinn, terdapat pemaparan mengenai kekuatan dari sebuah buku.
Pada
artikel Speaking Truth to Power with Books yang di
tulis oleh Howard Zinn terdapat point-point penting yang beliau paparkan. Yang pertama, beliau mengatakan “Lintasan
panjang antara menulis dan mengubah kesadaran, antara menulis dan aktivisme dan
kemudian mempengaruhi kebijakan publik, bisa berliku-liku dan rumit.” Yang kedua, kekuatan buku itu sangat
berpengaruh kepada perubahan pola fikir seseorang, seperti pengalamannya . Sebelum membahas secara lebih detail tentang
point-point yang terdapat dalam artikel Speaking Truth to Power with Books saya akan
memaparkan siapa sebenarnya Howard Zinn itu?
Howard Zinn adalah
seorang sejarawan , penulis naskah , dan aktivis. A People's History of
the United States
adalah salah satu buku yang sangat terkenal karya Howard
Zinn. Buku hasil karya
beliau yang sudah terjual lebih dari dua
juta kopi , kemudian beliau telah tampil di The Sopranos dan Simpsons , dan
dalam film Good Will Hunting. Howard
Zinn Lahir di Brooklyn, New York City,pada tanggal 24 Agustus 1922, dan meninggal pada tanggal 27 January
2010
, di
Santa Monica,
California, USA. Zinn dibesarkan di Brooklyn dalam
kelas pekerja , imigran rumah tangga .
Pada usia 18 tahun ia menjadi seorang pekerja galangan kapal dan
kemudian terbang menjadi misi bomber selama Perang Dunia II. Pengalaman ini
membantu membentuk oposisinya terhadap perang dan gairah untuk sejarah. Setelah
menghadiri kuliah di bawah GI Bill dan mendapatkan gelar Ph.D. dalam sejarah
dari Columbia , ia mengajar di Spelman , di mana ia menjadi aktif dalam gerakan
hak-hak sipil. Setelah dipecat oleh Spelman untuk dukungannya terhadap
demonstran , Zinn menjadi profesor ilmu politik di Boston University, yang ia
mengajar sampai pensiun pada tahun 1988.
Sisi lain dari Zinn, beliau merupakan seorang Yahudi yang jelas
pendirian Anti Israel dan Anti Zionisnya. Itulah sebabnya kebanyakan
karya-karya akademiknya, wawancara, atau tulisannya mengkritik AS, industri
perang Amerika dan dasar imperialisme Amerika Serikat.
Kembali ke point yang ada pada artikel
diatas, buku dapat merubah pola fikir seseorang. Hal ini sesuai dengan pengaman Zinn, ketika
ia membaca buku Dickens yang dihadiahkan
oleh orang tuanya ia merasa memiliki efek yang kuat pada pemikirannya hingga
saat ini. Itu artinya, buku mampu mempengaruhi
kita, mengubah cara pandang kita dalam memaknai segala sesuatunya.
Pengalamannya sering mengatakan
bahwa “Buku ini merubah hidup saya”.
Jadi, dia berfikir bahwa buku dapat melakukan hal itu, dan jika buku
dapat mengubah hidup seseorang dengan mengubah kesadarannya, hal itujuga bukan
tidak mungkin jika buku akan memiliki efek pada dunia, dalam satu atau cara
lain, cepat atau lambat, dengan cara yang mungkin tidak bisa kita tebak,
kemudian
kekuatan buku juga dapat berpengaruh kepada perubahan ideologi.
Point-point dapat di
buktikan dengan jelas, ketika Howard Zinn menulis buku yang berjudul A People's History of
the United States,
ia berusaha
untuk menyajikan sejarah Amerika melalui mata orang-orang biasa dan bukan elit
politik dan ekonomi. Pada Chapter
Pertama dari buku A People's History of
the United States yang
berjudul “Columbus, The Indians, and
Human Progress” dalam buku tersebut, Zinn mengungkapkan kembali pertemuan
pertama Arawak
pria dan wanita yang muncul dari desa, mereka menuju ke pantai atau pulau dan
berenang keluar, untuk melihat lebih dekat perahu besar yang mereka anggap
aneh. Ketika Columbus dan pelaut itu mendarat, membawa pedang dan berbicara aneh. Arawaks berlari untuk menyambut mereka, mereka membawa makanan, air, hadiah. Dan Columbus pun menuliskan ini pada log-nya:
"They...
brought us parrots and balls of cotton and spears and many other things, which
they exchanged for the glass beads and hawks' bells. They willingly traded
everything they owned.... They were well-built, with good bodies and handsome
features.... They do not bear arms, and do not know them, for I showed them a
sword, they took it by the edge and cut themselves out of ignorance. They have
no iron. Their spears are made of cane.... They would make fine servants....
With fifty men we could subjugate them all and make them do whatever we
want."
Dari pernyataan diatas Zinn
memandang Coloumbus bukanlah sebagai penemu besar,dan sebagai pahlawan bagi
Amerika, tetapi Zinn memandang Coloumbus sebagai seorang penakluk yang munafik dan tamak untuk mencari
emas dan sumber daya lainnya yang juga memiliki keinginan untuk menyiksa,
menculik, membunuh, dan mutilator orang pribumi untuk mencapai tujuannya
tersebut. Karena pernyataannya tersebut
Zinn menerima surat dari seorang guru di Callifornia, karena pembahasan pada
buku yang ia tulis menyimpang dari kebanyakan buku-buku terdahulu yang
menceritakan tentang Columbus. Mengapa bisa dikatakan menyimpang? Karena orang
Amerika telah terpaku kepada sejarah yang terdahulu, atau terpaku kepada buku
yang di tulis oleh Samuel Elliot Morrison sang sejarahwan
Harvard yang menulis buku seminal Christoper Columbus,
Mariner. Pada buku yang di
tulisnya Morison tak sedikitpun
berbohong soal kekejaman Columbus. Ia bahkan menyebut sang pelaut telah
melakukan genosida pada Indian Arawaks.
Tetapi pada halaman-halaman selanjutnya Morison kembali
mengagung-agungkan, dan membangga-banggakan Columbus. Hal ini berbanding terbalik dengan
fakta-fakta yang di tulis oleh Howard Zinn, sehingga penduduk yang ada di
seluruh dunia menjudge bahwa apa yang di tulis oleh Zinn adalah menyimpang,
karena pola fikir mereka, ideologi mereka sudah terkontaminasi oleh ke kuatan
dari buku-buku yang menurut mereka adalah benar, dan patut untuk dipercaya
bahwa Columbus adalah hero, Columbus penemu Benua Amerika, dan pernyataan yang
lainnya, yang membangga-banggakan Columbus.
Padahal sejatinya penemuan benua Amerika menurut cerita “Agama Islam”, menjelaskan bahwasannya
Christopher Columbus bukan orang pertama yang menemukan daratan luas yang
kemudian disebut Amerika. Mengapa seperti itu? Karena 70 tahun sebelum Columbus
menjejakkan kaki di Amerika, Laksamana Muslim dari China bernama Ceng Ho (Zheng
He) telah mendarat di Amerika. Bahkan berabad sebelum Ceng Ho, pelaut-pelaut
Muslim dari Spanyol dan Afrika Barat telah membuat sebuah kampung kecil di
Amerika dan berasimilasi secara damai dengan penduduk lokal di sana. Ini salah
satu fakta bahwa penemu Amerika bukanlah Columbus, penemu Amerika adalah Umat Islam. Mereka menikah dengan
penduduk lokal, orang-orang Indian, sehingga menjadi bagian dari local-genius
Amerika.
Ada sejumlah literatur yang
berangkat dari fakta-fakta empirik bahwa umat Islam sudah hidup di Amerika
beberapa abad sebelum Colombus datang. Salah satunya yang paling popular adalah
essay miliknya Dr. Youssef Mroueh,
dari Preparatory Commitee for
International Festivals to celebrate the millennium of the Muslims arrival to
the Americas, tahun 1996, yang berjudul “Precolumbian
Muslims in America”.
Dalam essaynya Dr. Mroueh
menuliskan, “Sejumlah fakta menunjukkan bahwa Muslimin dari Spanyol dan Afrika
Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus. Pada
pertengahan abad ke-10, pada waktu pemerintahan Khalifah Umayyah, yaitu
Abdurrahman III (929 – 961M), kaum Muslimin yang berasal dari Afrika berlayar
ke Barat dari pelabuhan Delbra (Palos) di Spanyol, menembus “samudra yang gelap dan berkabut”.
Setelah menghilang beberapa lama, mereka kembali dengan sejumlah harta dari
negeri yang tidak dikenal dan aneh. Ada kaum Muslimin yang tinggal bermukim di
negeri baru itu, dan mereka inilah kaum imigram Muslimin gelombang pertama di
Amerika.
Ini adalah bukti historis adanya
imigran Muslimin gelombang kedua sebelum tahun 1543 (dekrit kedua). Ada banyak
fakta yang membuktikan adanya kehadiran Muslimin gelombang pertama ke Amerika
jauh sebelum zaman Columbus. Bukti-bukti itu antara lain:
Bukti pertama, Abul-Hassan Ali Ibnu
Al-Hussain Al-Masudi merupakan seorang pakar sejarah dan geografi yang hidup
dari tahun 871-957 M. Dalam karyanya yang berjudul “Muruj adh-dhahab wa maad
aljawhar” (Hamparan Emas dan Tambang Permata), Abu Hassan menulis bahwa pada
waktu pemerintahan Khalifah Abdullah Ibn Muhammad (888-912), penjelajah Muslim
Khasykhasy Ibn Sa’ied Ibn Aswad dari Cordova-Spanyol, telah berlayar dari Delba
(Palos) pada 889, menyeberang Samudra yang gelap dan berkabut dan mencapai
sebuah negeri yang asing (al-ardh majhul) dan kembali dengan harta yang
mentakjubkan. Pada peta Al-Masudi terbentang luas negeri yang disebutnya dengan
al-ardh majhul. [Al-Masudi: Muruj Adh-Dhahab, Vol. 1, P. 1385]
Loe Weiner, pakar sejarah dari
Harvard University, dalam bukunya “Africa
and the Discovery of America” (1920) menulis bahwa Columbus telah
mengetahui kehadiran orang-orang Islam yang tersebar seluas Karibia, Amerika
Tengah dan Utara, termasuk Canada. Mereka berdagang dan telah melakukan
asimilasi perkawinan dengan orang-orang Indian dari suku Iroquois dan
Algonquin.
Geografer dan pembuat peta bernama
Al-Syarif Al-Idrisi (1099- 1166) menulis dalam bukunya yang terkenal Nuzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaaq
(Ekskursi dari yang Rindu Mengarungi Ufuq) bahwa sekelompok pelaut dari Afrika
Utara berlayar mengarungi Samudra yang gelap dan berkabut dari Lisbon
(Portugal) dengan maksud mendapatkan apa yang ada di balik samudra itu, betapa
luasnya dan di mana batasnya. Mereka menemukan pulau yang penghuninya bercocok
tanam dan telah mempergunakan bahasa Arab.
Columbus dan para penjelajah Spanyol
serta Portugis mampu melayari menyeberang Samudra Atlantik dalam jarak sekitar
2400 km, karena bantuan informasi geografis dan navigasi dari peta yang dibuat
oleh pedagang-pedagang Muslimin, termasuk informasi dari buku tulisan Abul
Hassan Al-Masudi yang berjudul Akhbar az-Zaman. Tidak banyak diketahui orang,
bahwa Columbus dibantu oleh dua orang nakhoda Muslim pada waktu ekspedisi
pertamanya menyeberang transatlantik. Kedua kapten Muslim itu adalah dua
bersaudara Martin Alonso Pinzon yang menakodai kapal Pinta, dan Vicente Yanez
Pinzon yang menakodai kapal Nina. Keduanya adalah hartawan yang mahir dalam
seluk-beluk perkapalan, membantu Columbus dalam organisasi ekspedisi itu, dan
mempersiapkan perlengkapan kapal bendera Santa Maria. Bersaudara Pinzon ini
masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Abuzayan Muhammad III (1362-66),
Sultan Maroko dari dinasti Marinid (1196-1465). (Thacher, John Boyd:
Christopher Columbus, New York 1950).
Ada sesuatu hal yang sangat mengejutkan
ketika Colombus melihat sebuah masjid dalam pelayarannya antara Gibara dan
Pantai Kuba. Ini menunjukkan bahwa Colombus pun mengakui bahwa sudah ada
sejumlah masyarakat di Amerika yang memeluk agama Islam, sebelum kedatangannya.
(21 Oktober 1492)
Colombus mengira bahwa pulau
tersebut masih perawan, belum berpenghuni sama sekali. Mereka berorientasi
menjadikan pulau tersebut sebagai perluasan wilayah Spanyol. Tetapi setelah
menerobos masuk, Columbus ternyata kaget menemukan bangunan yang persis pernah
ia lihat sebelumnya ketika mendarat di Afrika. Bangunan megah itu adalah Masjid
yang dipakai oleh Orang-orang Islam untuk beribadah.
Tetapi orang Amerika
tidak mengakui kebenaran tersebut, mereka masih saja membangga-banggakan
Columbus, bahkan sampai-sampai terdapat
Columbus Day. Kekurangan dari umat islam
dalam menyebutkan bahwa Islam jauh lebih dulu menemukan Benua Amerika adalah
tidak adanya bukti tertulis yang berkaitan dengan literacy seperti menuliskan
sejarah itu dalam sebuah buku, karena pola pikir dan ideologi seseorang dapat
di pengaruhi oleh kekuatan buku, hal itulah yang di lakukan oleh Columbus
sehingga semua orang percaya bahwa penemu Benua Amerika adalah dirinya. Hal itu
menunjukkan bahwa kekuatan sebuah buku itu melebihi nuklir, karena begitu meledak
bisa langsung mematahkan ideologi seseorang.
Bukan itu saja kekuatan dari
sebuah buku tetapi buku juga dapat merubah dunia, kita
mengambil contoh buku Common Sense (Pikiran Sehat) karya Thomas Paine,
seorang pengarang Amerika Serikat terbit
pada 10 Januari 1776. Singkat cerita,
setiap orang yang pandai memaca ketiga belas koloni jajahan Inggris masa itu
telah membaca buku Common Sense. Tidak ada buku di Amerika Serikat masa itu
yang mempunyai pengaruh begitu cepat seperti Common Sense. Buku ini
seperti tiupan nyaring sangkakala yang memanggil kolonis-kolonis Amerika untuk
bangkit memperjuangkan kemerdekaan mereka tanpa syarat. Paine telah
mengemukakan dalam bukunya bahwa revolusi adalah jalan satu-satunya untuk
menyelesaikan persengketaan mereka dengan Inggris dan Raja George III. “Lantaran
tidak ada cara lain mencapai tujuan kecuali ledakan-ledakan,” kata
Paine.
Hal yang membuat pena Thomas Paine begitu berarti
dalam perjuangan kemerdekaan Amerika Serikat adalah ia meminum dari tinta yang
gelap, lalu melukiskan cahaya. Buku
Paine ini salah satu seberkas cahaya yang diarahkan bagi kemaslahatan.
Memang untuk menunjukan kebenaran itu sulit, tidak
semua orang pro kepada niatan baik kita untuk meluruskan kebenaran yang
sesungguhnya, tak ayal dalam membuktikan kebenaran kita sering mendapatkan
contra seperti yang di alami oleh Howard Zinn.
Apalagi jika buku itu membahas mengenai sejarah, akan sulit merubah
paradigma yang sudah melekat pada pola fikir masyarakat. Seperti quotes yang ditulis oleh Zinn berikut
ini:
“TO BE
HOPEFUL in bad times is not just foolishly romantic. It is based on the fact
that human history is a history not only of cruelty, but also of compassion,
sacrifice, courage, kindness.
What we
choose to emphasize in this complex history will determine our lives. If we see
only the worst, it destroys our capacity to do something. If we remember those
times and places—and there are so many—where people have behaved magnificently,
this gives us the energy to act, and at least the possibility of sending this
spinning top of a world in a different direction.
And if we do
act, in however small a way, we don’t have to wait for some grand utopian
future. The future is an infinite succession of presents, and to live now as we
think human beings should live, in defiance of all that is bad around us, is
itself a marvelous victory.”
― Howard Zinn
Zinn
mengisyaratkan bahwa sejarah di masa lalu itu pada kenyataannya adalah agenda
yang siap terfokus pada menjaga kekuatan sosial yang elit. Selain itu, seharusnya sejarah diungkapkan
serapih mungkin berdasarkan fakta dan kenyataannya yang terjadi. Karena ketika sejarah diungkapkan
sembunyi-sembunyi dan setengah-setengah, hal itu akan mengakibatkan kebohongan
yang akan terus berkelanjutan dan kebodohan pun mengikutinya. Sejarah harus
menulis peristiwa, tempat, dan waktu yang hanya sekali terjadi. Sedangkan
sejarah harus terperinci artinya sejarah harus menyajikan yang kecil-kecil,
tidak terbatas pada hal-hal yang besar.
Pada artikel Speaking Truth to Power with Books karya
Zinn ini belum terlihat sempurna 100%, karena pada artikelnya Zinn hanya
menguak atau mengungkapkan tentang sisi negatif dari sebuah buku yang ia baca,
tidak menuliskan tentang apa kelebihannya, apa sisi positifnya saja. Contoh, ketika Zinn membaca sekaligus
mengkritisi tentang Herman Melville, Bild Budd.
Dalam kasusnya Bild Budd adalah seorang pria yang tidak bersalah, yang
di hukum mati, ini demi mematuhi hukum.
Dalam kritikannya Zinn mengatakan mengapa kita harus mematuhi aturan,
taat kepada guru, orang tua, bahkan kepada Presiden? Bahkan Zinn mengatakan bahwa aturan hukum
harus diperiksa, pada kritikannya Zinn tidak menyebutkan secara detail
bagaimana solusi yang terbaik atas kritikannya tersebut. Selain itu Zinn mengomentari sebuah tulisan
entah itu wacana ataupun sebuah buku yang telah ia baca yaitu “Sebuah Interpretasi
Ekonomi Charles Beard Konstitusi” Zinn mengatakan bagaimanapun Charles Beard
membedah dan menganalisis 55 orang yang Gat-Ered di Philadelphia untuk menulis
konstitusi. Dia memberitahu anda siapa
mereka, berapa banyak lahan yang mereka miliki, berapa banyak budak yang mereka
miliki, berapa banyak obligasi yang mereka pegang. Ini adalah bukti kekayaan orang kulit putih
dan mereka dibingkai konstitusi yang akan melayani kepentingan mereka. Menurut Zinn itu adalah ide yang berbahaya. Selain itu pada artikelnya Zinn tidak
menyebutkan klasifikasi buku yang berefek terhadap pola pikir itu yang seperti
apa? Tentu saja terdapat efek yang
berbeda ketika kita membaca buku motivasi dan buku tentang politik. Misalnya efek yang di dapat dari membaca buku
tentang motivasi yaitu dapat meningkatkan kualitas hidup kita contohnya dalam
belajar, setelah membaca buku Quantum
Learning karya Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, saya bisa lebih kreatif
dalam belajar misalnya dalam hal mengingat pelajaran yang disampaikan oleh
dosen, untuk lebih memudahkannya dalam hal mengingat saya membuat main map dari
apa yang di paparkan tadi, atau membuat tulis susun untuk memudahkan proses
pengembangan penulisan. Dan juga ketika
saya membaca buku karya Michael Andrea yang berjudul Kekuatan Super Dasyat Berfikir Positif saya menjadi lebih tenang
dalam menyikapi sesuatu yang terjadi kepada saya dan selalu mengatakan
AMBAK(Apa Manfaaatnya Bagiku?). Itu
merubah mindset kita menjadi lebih baik dan dapat menjadikan kita sebagai
pribadi yang bertanggung jawab dan berkualitas, jadi dengan membaca buku yang
bertemakan motivasi dapat merubah pola pikir kita ke arah yang baik. Berbeda jika kita membaca buku tentang
politik, budaya dan sebagainya hal itu bisa merubah pola pikir kita kearah lebih
baik tetapi juga bisa menjerumuskan pola pikir kita kedalam jurang kesesatan. Karena
tidak sedikit buku politik itu bertujuan untuk mendoktrin pikiran-pikiran
pembacanya.
Kebermaknaan hidup dapat dirasakan ketika kita mampu
membuahkan prestasi yang berguna bagi diri kita sendiri dan orang lain, hal itu
juga yang di lakukan oleh Howard Zinn.
Melalui peluncuran buku yang beliau tulis dapat mengungkapkan kebenaran
yang sesungguhnya. Hal yang bisa kita
lakukan salah satunya dengan membaca buku, karena dengan membaca kita dapat
membuka jendela dunia, bisa merubah pola pikir kita,dan bisa merubah dunia.
Dengan membaca buku-buku bersejarah,
politik, budaya, dan sebagainya, Tetapi di sisi lain kita harus bisa
memperhatikan beberapa aspek dalam membaca buku tersebut, karena kita selaku
tokoh akademisi harus mampu memilah dan memilih buku mana yang layak untuk di
baca dan di akui kebenarannya. Jangan
sampai dengan membaca buku membuat kekesatan bagi diri kita sendiri. Karena pada hakikatnya buku
bukanlah untuk mengukur nilai-nilai moral, akan tetapi untuk menunjukkan bahwa
buku adalah suatu instrumen belaka. Yang dapat menjadi senjata-senjata dinamis
dan hebat, tergantung sejauhmana kita meresapi dan mendalami kandungan isinya.
References
http://www.goodreads.com/quotes/tag/truth
http://www.thirdworldtraveler.com/Zinn/Columbus_PeoplesHx.html
http://en.wikipedia.org/wiki/A_People%27s_History_of_the_United_States
http://www.thirdworldtraveler.com/Zinn/Columbus_PeoplesHx.html
http://en.wikipedia.org/wiki/A_People%27s_History_of_the_United_States
Buku-Buku Pengubah Sejarah, Robert B. Downs, alih bahasa Asrul Sani, Penerbit
Tarawang Press Yogyakarta, April 2001
Created by : Mega Widiastuti
PBI-D 4th Semester


Subscribe to:
Post Comments (Atom)