Saturday, March 15, 2014

MENGASAH DAN MENGUPAS CRITICAL REVIEW

5th Critical Review
RASDENI (14121320256)

MENGASAH DAN MENGUPAS CRITICAL REVIEW
            Hari itu, diawali dengan mentari pagi yang cukup bermanfaat yang sinarnya berhasilmemberikan vitamin untuk kulit kita, maka hari itu pula perkuliahan dimulai.  Masih pada jam yang sama yaitu pukul 07.00 tepat, mahasiswa kelas PBI-D sudah bersiap siaga untuk menerima rangkaian-rangkaian ilmu dari mata kuliah yang sangat super sekali, yaitu Writing and Conversation 4 dengan dosen yang tidak kalah supernya yaitu Mr. Lala Bumela.
            Masih pada hari yang sama, yaitu Jum’at, 07 Maret 2014, ketika mahasiswa sudah duduk rapi di kursi masing-masing, tepat pukul 07.01 saat itu juga pembelajaran dimulai.  Jiwa semangat belajar ditunjukkan oleh kelas PBI-D  dengan datang tepat waktu dan mudah-mudahan tidak diselimuti rasa kantuk yang dibawa dari rumah.  Kita harus mampu menjadi mahasiswa profesional dan disiplin persis seperti yang dicontohkan dosen kita.  Mr. Lala Bumela mencontohkan keprofesionalnya dengan datang tepat waktu pada jam pembelajaran dan mengajar dengan penuh semangat.

            Sebelum kita memasuki ke area pembahasan, ada kalanya kita menilik kembali ke masa lalu terlebih dahulu sebagi introspeksi kekurangan pada komposisi class review 4 yang kurang membahas lebih jauh tentag classroom discourse dala buku karya Betsy Rymes yang berjudul “Classroom Discourse Analysis: A Tool for Critical Reflection.” Dalam buku tersebut menyebutkan bahwa seorang guru harus dapat menumbuhkan classroom discourse untuk berbagai kalangan ssiswanya.  Guru harus mengadakan classroom discourse melalui interaksi (talk) dengan semua siswa tanpa melihat status sosial mereka dan keaktifan mereka.
            Menurut Betsy Rymes (2008) mengatakan bahwa: “Those of us who presume  to ‘teach’ must not imagine that we know how each student begins to learn.”  Dimensi pertama dalam classroom discourse yaitu Konteks Sosial.  Dimensi ini merupakan dasar dari adanya classroom discourse, dapat pula dikatakan sebagai Language-in-use (discourse) dan konteks sosial yang massing-masing saling mempengaruhi satu sama lain dalam sebuah dialektika hubungan.  Penggunaan bahasa yag diucapkan melalui interaksi dapat mempengaruhi konteks sosial.  Language-in-use <- affects-> social context (Betsy Rymes, 2008:33).
            Pembahasan di atas mewakili pembahasan classroom discourse yang kurang ditambahkan pada class review ke-4.  Selanjutnya kita mulai beranjak pada materi dipertemuan ke-5 ini dengan pembahasan lebih jauh tentang classroom discourse dan critical review yang ke-2.  Dalam tiga minggu ke depan, kita akan dibebaskan dari critical review, pundak kita sedikit lebih diringankan tanpa melupakan persiapan untuk membuat critical review yang ke-3 menggunakan bahasa Inggris, selama tiga minggu mulai dari sekarang.
            Untuk dapat menulis critical review yang baik, kita semestinya menjadi reader dan writer yang bagus dan berkualitas.  Reader yang bagus adalah mereka yang mampu menemukan apa yang orang lain tidak temukan dalam suatu teks, sedangkan writer yang bagus adalah writer yang mampu mempresentasikan apa yang sebenarnya orang ketahui.
            Menjadi reader dan writer yang bagus tentunya membutuhkan sebuah proses yang lumayan membutuhkan waktu, biasa disebut sebagai Evolusi.  Perubahan dari reader biasa menjadi quality reader ataupun writer biasa menjadi quality writer kini sudah terlihat di kelas PBI-D.  Tetapi sebagai manusia, meskipun perubahan baik tersebut sudah terlihat, tetap masih ada saja kekurangannya.  Contohnya pada pembuatan critical review.  Sudah kedua kalinya menulis critical review, tapi tetap masih ada yang harus diperbaiki dan dibangun.  Point-point yang harus diperbaiki dan dibangun pada critical review, diantaranya yaitu:
  1. Generic Stucture
Generic structure harus dimunculkan dengan jelas dan sesuai urutan penulisan critical review yang benar.  Penulisan critical review yang sesuai struktur harus diawali dengan introduction, kemudian summary, main body (berisi kritikan), conclusion dan terakhir harus mencantumkan referensi.  Kesemuanya harus berurutan dan dimunculkan dengan jelas.
  1. References
Semakin banyak referensi yang dicantumkan pada penulisan, maka tulisan tersebut semakin bagus.  Contohnya semakin banyak Lehtonen (2000:91) maka semakin bagustulisan tersebut.
  1. Voice
Voice disebut juga sebagai kekhasan tulisan harus ditunjukkan, karena voice merupakan karakteristik yang dapat memberikan kekhasan bahwa tulisan tersebut merupakan tulisan dan hasil karya kita sendiri.  Semakin kuat voice yang dibangun, maka tulisanpun akan mempunyai ciri khas tersendiri.
            Ada tiga kategori kesalahan sebagai kelemahan kita dalam membuat critical review maupun class review, diantaranya yaitu:
Weakness        => kelemahan yang bersifat ringan.
Mistake           => sudah berupa kesalahan, dan sifatnya lebih berat dari weakness.
Ignorance        => level bahaya!  Bisa disebut kesalahan akut.
Insane              => hilangnya kesadaran bahwa telah melakukan kesalahan.
            Kita jangan sampai masuk pada kategori ‘ignorance’ apalagi smpai ke kategori ‘insane.’ Entah kita ada di kategori yang mana, tetapi kesalahan-kesalahan terbesar kita pada critical review pertama, yaitu:
v  Terjebak dalam hal-hal yang sepele.
v  Tidak mengenal kata kunci classroom discourse dengan baik.
v  Lebih banyak menceritakan fakta-fakta dan konflik agama tanpa menunjukkan sudut pandang  yang kuat.
v  Generic structure tidak dibangun dengan baik.
v  Pola referensi hilang.
Ada banyak ruang untuk memperbaiki critical review yang kurang tersebut, yaitu dengan menambahkan beberapa pemahaman mengenai Writing Research and Teaching (Hyland 2002;2009) dalam bukunya yang berjudul Teaching and Researching Writing, yang membahas mengenai key issues in writing, diantaranya adalah:
  1. Writing and Context (Hyland, 2002:44)
Context disini bukan dimaksudkan pada kata yang kita tulis dan disampaikan kepada orang lain, akan tetapi terbentuk melalui interaksi antara writer dan reader berdasarkan latar belakang tujuan penyampaian suatu informasi dari writer kepada reader.

Menurut Vin Djih, ada tiga aspek dalam context, yaitu:
a)      Situational Context, yaitu melihat dari situasi atau mengenai apa yang orang lihat tentang situasi apa yang sedang terjadi di sekitar mereka.
b)      Background Knowledge, yaitu latar belakang pengetahuan tentang dunia, aspek kehidupan, dan saling mengenal serta memahami satu sama lain.
c)      Co-textual Context, yaitu memahami tentang apa yang telah diucapkan.
Sedangkan menurut Halliday (1985), context terdiri dari:
a)      Field    :berkaitan dengan apa yang terjadi, jenis-jenis tindakan social dam pola yang khas yang digunakan oleh teks.
b)      Tenor   : mengacu pada siapa yang ikut berpartisipasi, peran dan hubungan dengan partisipan.
c)      Mode   : berkaitan dengan peran atau penggunaan bahasa dalam teks, disebut sebagai context dalam berbahasa.
  1. Writing and Literacy (Hyland, 2002:48)
Menurut Scribner and Cole (1981:236) mengatakan bahwa “Literasi tidak hanya membaca dan menulis naskah tertentu saja, tetapi menerapkan kemampuan baca-tulis tersebut untuk tujuan tertentu dan dalam konteks tertentu.” Tulisan bukan hanya sebagai keterampilan abstrak, tetapi tulisan juga sebagai praktek social dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam konteks traditional school melihatbahwa literasi sebagai psikologi dan tekstual, yaitu sebagai sesuatu yang dapat diukur dan dinilai.  Literasi juga merupakan keterampilan yang bebas nilai, yang memanipulasi alat-alat tulis dan dipelajari melalui pendidikan formal.
Beberapa konsep pandangan tindakan social yang berkaitan dengan literasi, diantaranya yaitu:
a)      Literasi adalah kegiatan social.
b)      Setiap orang memiliki keahlian berbeda.
c)      Tindakan masyarakat terletak dalam hubungan social yang lebih luas.
d)     Literasi didasarkan pada sistem simbol.
e)      Sikap dan nilai-nilai yang berkaitan dengan tindakan komunikasi.
f)       Sejarah kehidupan kita tentang bagaimana kita belajar.
  1. Writing and Culture (Hyland, 2002:54)
Culture (budaya) memainkan peran penting dalam perkembangan literasi.  Lantolf (1999) menyatakan bahwa “Budaya secara umum dipahami sebagai historis yang ditransmisikan dan jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia.”  Hal tersebut berarti bahwa nilai-nilai budaya kita, tercemin dalam dan dilakukan melalui bahasa.  Tetapi budaya juga diambil dengan cara tertentu untuk mengorganisir persepsi yang kita gunakan untuk berkomunikasi dan belajar secara tertulis.
  1. Writing and Technology (Hyland, 2000:58)
Untuk menjadi orang literate, semestinya harus menguasai teknologi dan memiliki kontrol atas media media cetak dan elektronik.  Teknologi memiliki dampak yang besar dalam cara kita menulis atau teknologi mempunyai dampak pada writing, yaitu:
v  Mengubah, mengedit, mengoreksi, maupun memformat teks.
v  Mengkombinasikan teks tertulis dengan media visual dan audio.
v  Mengakses danmempublikasikan teks.
v  Memperluas dan memberikan peluang untuk pengetahuan pembaca.
v  Memfasilitasi teks untuk masuk dalam komunitas wacana online.
Kress and Van Leeuwen (2006) menyatakan bahwa “Draw attention to consequent shifts is authority, in forms of engagement with the world.”  Sebagai seorang guru, harus mampu mengenali siswa lewat tugas-tugas yang diberikannya setelah tugas tersebut dipublikasikan melalui media online.  Hal tersebut yang Mr. Lala Bumela terapkan pada writing and conversation 4.  Beliau melihat kualitas siswanya melalui tulisan-tulisan yang dipublikasikan pada blog.
  1. Writing and Genre (Hyland, 2000:69)
Menurut Conor (1996:5) mengemukakan bahwa “Bidang konstraktif retorika dari para guru bahasa untuk membuat retorika dalam menulis dan menanyakan fitur wacana berbeda antara pengguna bahasa dan pengaruh bahasa terhadap penulis.”  Sedangkan menurut Ken Hyland, keterkaitan writing dan genre yaitu sebagai komunikatif tindakan yang berarti untuk kegiatan partisipasi dalam acara social, sekolah berdiskusi untuk menghadapi atau mengikuti aliran menulis mereka sendiri.
Ada 3 pendekatan untuk genre (Hyon, 1996: Johns, 2002) yaitu:
a)      Australia bekerja dalam tradisi fungsional di bidang linguistic.
b)      Mengajar bahasa Inggris dengan tujuan tertentu.
c)      Jatuhnya context yang dilambangkan dalam studi retorika di Amerika.
  1. Writing and Identity (Hyland:69)
Identitas merupakan cara seseorang untuk menampilkan siapa mereka kepada orang lain (Benwell and Stokoe, 2006:6).  Identitas juuga dipandang sebagai constructed (sesuatu yang dibangun oleh kedua teks yang saling berkaitan) atau dapat pula dikatakan sebagai keterkaitan antara penulis dengan teks yang ditulisnya.  Melalui hubungan itulah terjadi pergerakan atau perkembangan dari mulanya identitas pribadi bergerak ke ranah public.
Kaitannya dengan writing, identitas bukanlah sesuatu yang kita miliki, tetapi identitas merupakan sesuati yang kita lakukan (identity is not something we have but identity is something we do).  Identitas sama dengan voice, yang muncul dari dalam diri kita sendiri. Sepeti yang Bolemmaert (2005) amati, bahwa bagaimanapun identitas kita hanya akan sukses atau berhasil jika diakui oleh orang lain, dan ini berarti bahwa employing appropriating and transforming (mentransfer wacana yang ada) yang kita hadapi (Bakhtin,1986).
Selanjutnya yaitu pembahasan mengenai critical review yang ke-2 yang membahas mengenai Howard Zinn (sang sejarawan) dengan Columbus (katanya penemu Benua Amerika).  Penulisan critical review jika di dalamnya belum mengaitkan antara sejarah dengan literasi, berarti tulisan tersebut belum dikatakan bagus.  Tidak ada teks yang netral karena teks sifatnya selalu bias, yaitu ada orang yang diuntungkan maupun dirugikan oleh teks.  Oleh karena itu, pembahasan yang dibahas dalam ciritical review seharusnya memuat tentang:
v  Literacy sebagai social practice (praktik sosial)
v  Literacy sebagai political practice (praktik sejarah)
v  Literacy sebagai historical practice (praktik sejarah).
Menulis critical review itu jika diibaratkan seperti permainan sepak bola.  Ketika posisi pemain back dalam keadaan lemah, kita bisa mengambil posisi bola atas, bola tengah, atau apapun untuk dapat menciptakan gol.  Artinya, menulis critical review boleh mengkritik dari segi mana saja tetapi jangan hanya mengkritik, tampilkan pula sisi baik dari apa yang kita kritik.
The massive job yang harus kita persiapkan pada critical review ke-2, diantaranya yaitu membaca sejarah Benua Amerika, mengetahui siapa Columbus, dan mengetahui fakta-fakta tersembunyi mengenai Columbus.  Berikut akan dibahas secara ringkasnya.
Benua Amerika menyimpan banyak misteri yang seolah tidak bisa atau belum terpecahkan sampai sekarang.  Salah satu misteri tersebut terkait dengan sejarah penemu Benua Amerika tersebut.  Dunia mengenal sosok Columbus sebagai orang pertama yang mendarat dan menemukan Benua Amerika.  Namun fakta sejarah berkata lain.  Polemic seputar misteri inipun semakin menghangat sampai sekarang.  Sampai ada seorang sejarawan, Howard Zinn menulis buku yang isinya menguak misteri dibalik sosok Columbus.
Christopher Columbus adalah seorang penjelajah yang berasal dari Italia tepatnya di Genoa.  Pada awalnya, ia mengira bahwa Benua Amerika merupakan tempat tak berpenghuni, namun kemudian ia menjumpai suku asli di sana yang kita kenal dengan nama suku Indian,  pada mulanya, mereka menyambut Columbus dengan senang hati, namun setelah mereka mengetahui niat sebenarnya Columbus untuk menjadikan wilayah mereka sebagai salah satu koloni Spanyol, Columbus kemudian mendapatkan banyak penolakan dari suku Indian.
Beberapa fakta Columbus yang tersembunyi, yang tidak banyak orang mengetahuinya yaitu:
v  Columbus tidak pernah tidak pernah tiba di daratan Amerika Utara.  Perjalanannya membawa dia ke Amerika Tengah dan Selatan, Puerto Rico, Kepulauan Virgin Bahama dan Kepulauan Karibia lainnya.
v  Columbus bertanggung jawab langsung atas pembunuhan ribuan penduduk asli Amerika.  Dia mengeksploitasi mereka, memanfaatkan sumber daya dan memperbudak mereka.  Hugo Chavez menghancurkan patung Columbus di Caracas karena dia melihat Columbus sebagai imperialis yang banyak melakukan pembantaian.
v  Motivasi Columbus untuk eksplorasi adalah menjadi utusan untuk non-Kristen
Di atas adalah sekilas mengenai benua Amerika dan fakta tersembunyi mengenai Columbus.  Selanjutnya yaitu pembahasan mengenai hal yang berkaitan dengan intertextualitas.
Menurut Bkhtin (1986) yang dikutip dalam buku karya Hyland (2002) menyebutkan bahwa language is dialogic, artinya percakapan antara penulis dan pembaca dalam suatu kegiatan yang sedang berlangsung.  Sedangkan menurut pendapat Hyland (2002) sendiri, menulis mencerminkan jejak kegunaan sosialnya karena hal ini terkait dan selaras dengan teks-teks lain yang membangun dan mengantisipasi.
Bakhtin memberikan pengertian mengenai intertekstualitas bahwasanya wacana selalu terkait dengan wacana lain, baik perubahan teks tersebut dari waktu ke waktu, maupun persamaan teks pada setiap waktu.  Ini menghubungkan text-users ke dalam suatu jaringan dari text sebelumnya, serta menyediakan sistem pilihan untuk memproduksi makna. “Dalam model interaktif sosial, makna diciptakan melalui konfigurasi yang unik dan interaksi dari apa yang pembaca dan penulis sertakan dalam text.” (Nystrand et al., 1993:299).
Setelah panjang lebar membahas tentang baik kesalahan maupun kekurangan pada critical review yang pertama dan kedua, kini tibalah pada pelatihan menulis di dalam kelas mengenai Howard Zinn (sejarawan yang mengkritik mengenai kebenaran misteri Columbus).  Mr Lala Bumela memberikan tema Howard Zinn kepada mahasiswa untuk membuat tulisan bersangkutan tema tersebut, dan berikut adalah hasil karya tulisan saya sendiri.


This is my creative process:
Howard Zinn Born on August 24th, 1922 and passed away on January 27th, 2010 in his age 88.  Howard Zinn is a professor of political in Boston University for 24 years and taught about historical in Spelman College for 7 years.  Hi is a historical man who born in America, he also writer.  He written more about 20 books and one of the books that he has been written, the tittle is “A People’s History of the United States.”  He success to explain the truth about Columbus on the article that he was written on the book edited by Alisse Waterston and Maria D. Vesperi, the tittle of article is “Speaking Truth to Power with Books.”
Howard Zinn is a man that not agree about the truth that Columbus is a kind man.  He changed the perspective that many people have known about Columbus in his book, “A people’s History of the United States.”  Although many people opposite him, he still in his argument.  Howard zinn is a brave man, in that book, he explore about the weakness in Columbus.  He written that Columbus as a murderer, a torturer, a kidnapper, a mutilator and a greedy man looking for gold.  Many people disagree with him especially American because American trust that Columbus is their hero, Columbus is a man that found American continent, but Howard Zinn believe that his book can changed American perspective about Columbus through from his book, “A people’s History of the United States.”  He believe that the book can realize the wrong truth and reveal the truth about Columbus.

Mr Lala Bumela mengomentari pada tulisan saya, bahwasanya tidak perlu untuk menuliskan biografi dari Howard Zinn, karena itu merupakan hal yang kurang penting.  Seharusnya yang ditulis adalah mengenai masalah antara kritikan Howard Zinn untuk Columbus.
Kesimpulannya dari semua pembahasan di atas adalah bahwa ketika menulis sebuah teks baik class review maupun critical review pasti terdapat kesalahan, wajar dilakukan secara tidak sengaja pada kesalahan tersebut.  Hal yang penting adalah memperbaiki kesalahan tersebut dan yang paling penting kita tidak sampai pada kategori kesalahan ‘ignorance’ dan ‘insane.’  Menulis critical review juga harus memperhatikan generic structure yang benar, kemudian memunculkan voice pada tulisan kita agar tulisan yang kita buat, orang lain akan mengetahu siapa pemilik tulisan tersebut.  Begitupun ketika menulis critical review, sudut pandang dari apa yang kita kritik harus lebih dimunculkan dan dijelaskan melalui fakta-fakta dari berbagai sumber yang dapat mendukung pendapat atau kritikan kita terhadap suatu wacana yang kita kritik.  Setelah kesemuanya terpenuhi, barulah kita dapat menulis critical review yang baik dan benar.

           






Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment