Thursday, March 6, 2014

MENGARUNGI SEJARAH, MEMPRAKTIKAN LITERASI


2nd Critical Review
RASDENI (14121320256)
PBI-D/4
                                                                                                                                   

MENGARUNGI SEJARAH, MEMPRAKTIKAN LITERASI

            Buku adalah gudangnya ilmu.  Begitupun sepenggal pepatah menyatakannya, tapi itu hanya dalam artian yang sempit.  Buku tidak hanya sebagai gudang ilmu, tapi juga pengungkap sebuah kebenaran yang selama bertahun-tahun terpendam.  Mediator penyampaian informasi baik informasi baru maupun informasi yang lama (sejarah) semua melalui buku.  Kemampuan membaca atau sebagai seorang literate pandai mampu mengungkap sebuah kebenaran-kebenaran yang tidak banyak orang mengetahuinya.  Sejarah memang sebuah misteri karena orang yang hidup pada masa sekarang hanya menerima informasi tentang garis besar atau permukaan sejarahnya saja, tanpa mencari lebih jauh mengenai kebenaran sejarah tersebut.  Akibatnya, orang awam yang enggan dan malas menguak kebenaran sejarah tersebut hanya dibodohi oleh topeng sejarah sebagai contoh orang-orang yang
berpengaruh dan berjasa untuk perkembangan dan dan kemajuan dunia.  Seorang penemu misalnya, sebagian besar orang berpandangan bahwa tokoh sejarawan penemu baik penemu rumus-rumus seperti Albert Einstein, penemu benua Amerika Christopher Columbus, dan sebagainya.  Orang awan yang tidak kritis mengenai sejarah hanya mampu menerima dan mengetahui satu sisi saja.
            Tulisan ini berbentuk critical review dari artikel yang ditulis oleh Howard Zinn (1922-2010) yang berjudul “Speaking Truth to Power with Books.”  Sebelum mengritisi artikel beliau ada benarnya kita mengenal siapakah sosok Zinn tersebut. Howard Zinn yang dilahirkan pada 24 Agustus 1922 dan wafat pada 27 Januari 2010 di usianya yang ke-88 adalah seorang sejarawan Amerika, penulis, dramawan, dan aktivis social.  Dia adalah seorang profesor ilmu politik di Boston University selama 24 tahun dan mengajar sejarah di Spelman College selama 7 tahun. Zinn menulis lebih dari 20 buku, salah satu karya terlarisnya yaitu A People’s History of the United States. 
            Pada tulisan ini, yang akan dikritik dari artikel Zinn yang tertulis pada buku Anthropology off the Shelf: Anthropologists on Writing Edited by Alisse Waterston and Maria D. Vesperi yaitu mengenai keterkaitan pendapat Zinn dengan sejarah Columbus dan menguak siapa sosok Columbus sebenarnya, sehingga dapat diketahui siapakah yang benar-benar dapat disebut sebagai penemu benua Amerika.  Pada artikel “Speaking Truth to Power with Books” Zinn menceritakan terlebih dahulu mengenai pengalamannya membaca buku.  Bahwasanya dengan membaca buku dapat memperoleh berbagai pengetahuan.  Tidak hanya membaca buku, tetapi hal terpenting dalam hidupnya juga menulis.  Menulis dan membaca buku memang sangat crucial bagi seorang Zinn.  Sebab dengan menulis dan membaca buku inilah yang dapat mengubah dirinya menjadi seorang tokoh yang patut untuk diteladani sampai akhir hayatnya.
            Kelemahan Zinn dalam artikel tersebut yang dengan buku, dapat menguak tentang kebenaran sejarah Columbus yaitu kurangnya bukti-bukti yang berkaitan dengan bantahannya terhadap Columbus.  Melalui literasi, Zinn memang berhasil menguak fakta-fakta tentang Columbus bahwasanya Columbus bukanlah seorang yang patut diteladani. Dituliskan dalam artikel tersebut Zinn mengungkapkan bahwa melalui teks sejarah terbongkar bahwa Columbus adalah seorang yang berwatak keras, pembunuh, penyiksa, penculik, mutilator, munafik, orang yang tamak terhadap harta, dan sebagainya.
            Disinilah pentingnya membaca buku, khususnya buku-buku mengenai sejarawan dunia.  Disebutkan bahwa buku dapat mengubah kehidupan.  Kita pasti pernah mengalami sebuah ketertarikan yang sangat terhadap sebuah atau beberapa buku, mungkin pada unur 15, 16, atau 17 tahun.  Entah buku apa itu, tapi dengan buku tersebut dapat mempengaruhi kehidupan kita.  Contohnya ketika sudah sangat menyukai buku komik misalnya, seolah-olah tingkah laku yang diperankan pada seorang tokoh yang sangat kita sukai dalam komik tersebut mampu mempengaruhi kehidupan kita.  Tingkah laku maupun perkataan solah-olah disamakan dengan karakter salah satu tokoh yang disukai dalam komik tersebut.  Itulah faktanya bahwa buku fiksi maupun akademik mampu menpengaruhi bahkan mengubah sebagian besar atau kecilnya kehidupan.  
            Pada umur 14 tahun, Howard Zinn sudah menyukai sebuah buku yang ditemukannya di sebuah jalan.  Walaupun orang tuanya tidak memiliki sebuah buku pun di rumahnya, tapi Zinn tetap mencintai buku-buku dan sudah tertarik untuk membacanya.  Salah satu keberhasilannya dalam menjadi seorang pembaca yang literate, Zinn mempunyai seorang murid bernama Alice Walker yang juga menuruninya sebagai seorang penulis.  Zinn sangat bangga ketika ada seorang yang mengatakan bahwa buku karya muridnya disukai oleh pembaca bahkan pembaca tersebut mengatakan bahwa buku The Color Purple karya Alice Walker disinyalir telah merubah hidup seorang pembaca tersebut.
            Menurut Zinn, buku dapat mengubah kesadaran pembaca karena melalui buku, terungkaplah ide-ide atau informasi baru yang belum diketahui sebelumnya oleh pembaca.  Mentransfer ilmu kepada pembaca melalui buku inilah yang dimaksud oleh Zinn dengan mengubah kesadaran.  Buku memang hanyalah tulisan kata-kata dan kalimat yang ada pada beberapa lembar kertas, namun efek untuk kehidupan sangat besar.  Buku dapat mempengaruhi kualitas kehidupan, dalam buku terdapat banyak fakta-fakta dan bukti-bukti tentang kebenaran yang sudah terungkap, maupun yang masih terpendam. 
            Dalam salah satu bukunya yang berjudul A People’s History of the United States yang kemudian ditulislah dalam artikel yang akan dikritik ini bahwa Zinn mengungkap sebuah fakta terpendam tentang penemu benua Amerika, Christopher Columbus.  Artikel tersebut tertulis bahwa Columbus, yang selama ini diagung-agungkan sebagai penemu benua Amerika bahkan ada peringatan tentang hari Columbus sedunia yang mereka (Bangsa Amerika) sebut sebagai Columbus Day.  Bangsa Amerika berpandangan bahwa Columbus adalah seorang yang sangat berjasa yang telah merevolusi kehidupannya ke arah yang lebih baik, Columbus adalah seorang pahlawan bagi mereka, penemu besar, dan seorang yang taat beragama.  Namun di balik itu semua, Zinn mengungkapkan bahwa Columbus tidak semulia yang mereka ketahui.  Columbus adalah sosok yang arogan, pembunuh, penyiksa, penculik, tamak terhadap harta khususnya emas, memutilasi dan menggantung penduduk pribumi ketika ia sampai di benua Amerika demi mencari dan mendapatkan emas Columbus membunuh penduduk pribumi benua tersebut.
            Kelemahan Zinn dalam mengungkap fakta-fakta mengenai kekejaman Columbus dalam artikel tersebut belum berisi bukti yang cukup.  Zinn tidak secara rinci dan jelas membuktikan entah melalui perbandingan-perbandingan dari berbagai sumber untuk menguatkan pendapatnya mengenai Columbus.  Zinn juga tidak mencantumkan dalsam artikelnya bahwa Columbus bukan merupakan penemu pertama benua Amerika.  Pendapat pertama, penemu pertama benua Amerika sebelum Columbus datang adalah seorang berkebangsaan Eropa bernama Leif Ericson.  Beliau datang lebih dulu dengan pendaratan pertamanya yaitu di Amerika Utara (termasuk Greenland).  Leif Ericson lebih dulu menemukan benua Amerika hampir kurang lebih 500 tahun sebelum Christopher Columbus menemukannya.  Namun karena Leif bukanlah seorang yang berpengaruh besar di Negaranya, penemuan tersebut berlalu begitu saja tanpa ada yang mempermasalahkan.  Lain halnya dengan Columbus, beliau merupakan orang ternama dan mahsyur di negaranya, sehingga penemuannya untuk benua Amerika tercatat dalam sejarah dan diketahui oleh semua orang sampai pada saat sekarang. 
Di benak semua orang terutama bangsa Amerika, pasti mengetahui jika mereka diberikan pertanyaan mengenai siapa penemu benua Amerika?  Pasti yang terlintas dipikiran mereka adalah Christopher Columbus.  Hal ini merupakan masalah yang dapat dikatakan cukup serius.  Akibat kurangnya literasi seseorang akan salah beranggapan. Kemampuan berliterasi tidak hanya mengenai kemampuan membaca dan menulis saja, tetapi literasi juga mampu menguak fakta-fakta yang berkaitan dengan sejarah seperti yang sedang diperbincangkan di atas.  Literasi dengan sejarah adalah keterpaduan yang sepadan, dengan literasi yang tinggi dapat mengungkap dan membongkar rahasia kebenaran sebuah sejarah seperti yang telah dilakukan oleh Zinn dalam bukunya yang membahas tentang kenyataan seorang Columbus. 
Dengan kemampuan literasinya, Zinn memang menulis kebenaran-kebenaran mengenai Columbus dalam bukunya maupun dalam artikel “Speaking Truth to Power with Books” ini.  Praktek literasi yang Zinn contohkan dalam artikel tersebut masih belum lengkap, Zinn hanya mengungkapkan sifat dan sikap buruk Columbus, beliau tidak menyebutkan alasan-alasan yang cukup untuk mendukung pernyataannya tersebut.  Orang awam yang membaca artikel tersebut mungkin saja belum tersadarkan seperti apa yang Zinn pernah katakana bahwa buku dapat menyadarkan seorang pembaca tentang kebenaran yang belum begitu benar.  Namun dengan kurangnya bukti-bukti yang Zinn sisipkan dalam artikel yang ditulisnya tersebut, pembaca terutama yang menyukai atau menggemari sosok Columbus tidak begitu percaya dengan pendapat yang diungkapkan Zinn.  Bangsa Amerika khususnya, mereka tidak akan terima jika pahlawan mereka dikatakan oleh Zinn sebagai seorang yang tidak berwatak baik dan tidak pantas untuk disebut sebagai pahlawan. 
Dengan demikian perlu adanya penambahan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pernyataan Zinn yang mengungkap sisi kegelapa seorang yang dari cover adalah pahlawan, siapa lagi kalau bukan Christopher Columbus.  Kita bisa berliterasi lebih dari Howard Zinn dengan manambahkan dan menulis fakta-fakta mengenai Columbus.  Bahwasanya, tujuan seorang Columbus pergi berlayar yang menurut semua orang untuk menemukan benua baru sebenarnya adalah menghindari masalah yang sedang menimpa dirinya.  Masalah sebenarnya adalah karena Columbus memperkosa puteri salah satu bangsawan Spanyol yang masih berusia 13 tahun.  Pengadilan tidak bisa memutuskan ia harus dihukum mati, sehingga akhirnya Ratu Isabella mengirimnya dalam misi mencari benua baru dengan harapan bahwa Columbus tidak bisa pulang kembali.  Columbus akhirnya menemukan sebuah benua yang dikiranya itu adalah benua Hindia tapisebenarnya benua Amerika.  Di benua tersebut Columbus seperti yang dikatakan Zinn, ia menyiksa penduduk pribumi, menggantung, mencambuknya, hanya demi menemukan satu informasi penting, yaitu letak emas. 
Dalam artikel “Speaking Truth to Power with Books” Zinn lupa menyebutkan siapa penemu benua Amerika yang sebenarnya.  Selain Leif Ericson (kurang lebih 500 tahun sebelum Columbus) yang menemukan benua Amerika, ada fakta lain yang menyebutkan bahwa penemu benua Amerika yaitu penjelajah Muslim 603 tahun sebelum Columbus menginjakkan kakinya di benua Amerika, 103 lebih dulu dibandingkan dengan Leif Ericson.  Hal tersebut mengungkap bahwa penemu pertama benua Amerika yaitu dari kalangan Muslim.
Dari tokoh muslim yang pernah mendarat di benua Amerika, salah satunya yang tercatat yaitu Khashshah bin Said bin Aswad, pada tahun 889 Masehi telah mendarat di benua Amerika.  Beliau seorang navigator muslim yang berasal dari Qordoba, Spanyol.  Spanyol pada saat itu menjadi pusat peradaban Islam di Barat, di bawah pimpinan Khilafah Bani Umayah II.  Kekuatan armada Khilafah Bani Umayah II di Spanyol saat itu memang sangat besar dan luar biasa juga luas pengaruhnya.  Dengan dmikian, tidak menutup kemungkinan untuk para pelaut di kala itu untuk mengarungi samudera Atlantik.  Dengan semangat yang sangat tinggi demi menegakkan ajaran Islam dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia, mereka mengarungi lautan tanpa kenal lelah.  Dengan fakta ini, dapat dikatakan bahwa benua Amerika termasuk benua yang sejak awal mengenal ajaran Islam.  Kekuatan yang sangat luar biasa yang dimiliki oleh penjelajah Muslim, dengan kemampuannya dan semangat juangnya mereka menyebrangi lautan Altantik yang terbilang luas, mereka berhasil tercatat sebagai pembawa agama Islam ke Amerika.
Sepatutnya khayalak ramai mengetahui sejarah tersebut dan mengubah perspektifnya bahwa yang menemukan benua Amerika jauh sebelum Columbus yaitu sekelompok penjelajah Muslim, bukan Amerigo Vespucci ataupun Columbus, analisisnya yaitu:
Ø  Amerigo Vespucci mendarat atau menemukan benua Amerika di tahun 1499-1500 Masehi,
Ø  Christopher Columbus mendarat dan menemukan benua Amerika di tahun 1492 Masehi, dan
Ø  Khashshash bin Said bin Aswad mendarat dan menemukan benua Amerika di tahun 889 Masehi.

Fakta tersebut berhasil menguak dan mengungkap tentang siapa penemu benua Amerika sesungguhnya, bukan Leif Ericson, bukan Amergo Vespucci dan bukan pula Columbus, melainkan Khashshash bin Said bin Aswad seorang penjelajah Muslim yang menyebarkan ajaran Islam ke benua tersebut.
Selain Khashshash bin Said bin Aswad, ada salah seorang tokoh yang juga berpengaruh terhadap kebenaran untuk mengungkap siapa penemu benua Amerika yang sesungguhnya, yaitu Laksamana Ceng Ho.  Sejarah juga mencatat bahwa Laksamana Ceng Ho yang beragama Islam juga pernah mendarat di benua Amerika.  Laksamana merupakan seorang Da’i Muslim, mendarat di benua Amerika 70 tahun lebih awal dari Columbus.  Namun, karena sejarah dunia dicatat dan ditulis oleh orang lain, maka fakta bahwa Laksamana Ceng Ho mendarat lebih dulu daripada Columbus seolah lenyap di balik kebohongan yang nyata, kebohongan yang tertutup oleh kabut yang sangat tebal sehingga orang awam yang melihat, mereka menganggap bahwa itulah kebenarannya.  
Disinilah peran literasi sangat penting.  Seharusnya sejarawan yang tugasnya mencatat tentang berbagai hal peristiwa yang bersangkutan dengan kepentingan umum, harus diteliti keabsahannya.  Melaui literasi, seorang sejarawan akan sangat berhati-hati untuk menyampaikan melalui catatan sejarahnya dengan meneliti lebih fokus apa yang mereka akan catat sebagai sejarah, karena sejarah merupakan peristiwa yang abadi karena peristiwa tersebut tidak berubah-ubah dan dikenang sepanjang masa, sejarah itu unik karena peristiwa tersebut hanya terjadi satu kali, dan sejarah itu penting karena peristiwa yang terjadi tersebut mempunyai arti dan dapat pula menentukan kehidupan orang banyak.
Seorang sejarawan seharusnya memberikan informasi yang lebih lengkap, akurat, dan didukung oleh banyak bukti untuk membantah suatu peristiwa sejarah yang kurang tepat seperti peristiwa sejarah penemu benua Amerika tersebut.  Melalui literasi yang tertuang kepada buku-buku, seharusnya bisa menyadarkan pembaca mengenai sebuah kekeliruan tersebut, seperti apa yang dikatakan oleh Howard Zinn bahwasanya dengan membaca buku, dapat mengubah kesadaran pembaca mengenai informasi yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya.
Namun pada kenyataannya sangat berlawanan, sungguh ironi jika seorang yang membaca buku dan mengetahui tentang fakta sebenarnya tidak mempunyai kesadaran akan kebenaran yang salah.  Howard Zinn, seorang sejarawan memang mempunyai kesadaran berliterasi dengan membaca buku, sehingga ia berhasil mengungkap sisi dibalik seorang Columbus yang dikenal sebagai penemu benua amerika yang disebutkannya sebagai seorang yang mempuyai watak tidak sebaik yang orang lain pikirkan.  Meskipun Zinn hanya memandang Columbus dari sisi buruknya saja, tatapi paling tidak ia menyadari dari buku yang ia baca bahwa Columbus memiliki sisi negatif yang belum tentu orang lain mengetahuinya.
Pada hakikatnya kembali ke pemahaman bahwa dengan literasi memang menjadi tombak dalam segala hal yang brsangkutan dengan kehidupan sehari-hari.  Praktek literasi yang paling sederhana tetapi mampu mengubah hidup maupun kehidupan yaitu membaca dan menulis.  Pentingnya literasi dapat dibuktikan dengan mengaitkan pada persoalan di atas yaitu antara praktik literasi dengan perkembangan sejarah. Akibat kurangnya literasi yang dimiliki oleh bangsa Muslim, sejarawan mencatat kesalahpahaman yang telah berakar dan menjalar ke masyarakat luas.  Lebih khususnya mengenai permasalahan Columbus di atas.  Begitupun sebaliknya, orang-orang Barat mempunyai tingkat literasi yang jauh lebih tinggi dari bangsa Muslim.  Mengakibatkan mereka menguasai ilmu pengetahuan dan berhasil mencatat sejarah yang menjadikannya abadi dan dikenang oleh orang banyak. 
Kurangnya literasi yang mengakibatkan kesalahan pemahaman sejarah yang fatal tersebut dapat pula diselesaikan dengan jalan melallui literasi juga.  Baik mengenai sejarah maupun informasi lain yang diterima harus diseleksi dan digali lebih dalam lagi.  Salah satu solusinya yaitu sama persis dengan penyebabnya, pembangunan dan peningkatan literasi melalui membaca dan menulis dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut.  Seperti yang dikatakan oleh Zinn dalam artikel yang ditulisnya yang berjudul “Speaking Truth to Power with Books” Zinn menyatakan bahwa dengan membaca buku, dapat menyadarkan kita dari kesalahpahaman tersebut.
Keterlanjuran sejarah yang salah menimbulkan banyak masalah yang dapat mempengaruhi paradigm seseorang dalam menilai siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab atas masalah ini dan siapa pula yang akan disalahkan dan ditetapkan sebagai orang yang bersalah atas semuanya.  Tidak ada gading yang tak retak, seorangsejarawanpun yang memiliki tingkat literasi yang tinggi pasti melakukan kesalahan, baik kesalahan kecil maupun kesalahan besar.  Misteri tentang penemuan benua Amerika oleh Columbus berhasil terbongkar oleh orang-orang yang mempunyai kepedulian terhadap kebenaran, mereka yaitu orang-orang literate yang mampu mengubah kesadarannya melalui buku dan tulisan.
Sumber yang berupa teks sejarah belum cukup, orang yang berliterasi masih membutuhkan sumber-sumber lain yang dapat membuktikan keabsahan tentang suatu hal.  Howard Zinn menekankan tentang pentingnya membaca buku sebagai sumber pengetahuan, karena di dalam buku, terdapat sumber-sumber yang dapat meningkatkan pengetahuan dan literasi untuk dapat digunakan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 
Howard Zinn meskipun sudah sadar dan berusaha menyadarkan sebuah kenyataan mengenai Columbus dari dan melalui buku, tetapi dalam praktiknya yang dulis dalam sebuah artikel “Speaking Truth to Power with Books” kurang mengaitkan dengan fakta-fakta yang cukup.  Sangat tanggung sekali jika ia hanya mengungkapkan sebagian dari kebenaran Columbus tersebut yang ia tuangkan dalam artikel.  Pembaca akan merasa kebingungan jika yang diungkapkan oleh Zinn dalam artikel hanya setengah-setengah.  Oleh karena itu praktek literasi harus digunakan dengan sebaik-baiknya, dengan membaca buku tentunya.  Pembaca yang tidak menelan mentah-mentah bacaannya, pembaca yang berani dan tidak muntuk mencari sumber-sumber bacaan lainnya guna menguatkan fakta-fakta tentang apa yang sudah ia baca.  
Berdasarkan kenyataan di atas menyatakan bahwa orang Barat, termasuk di dalamnya Howard Zinn lebih jago literasi, mereka mengandalkan kemampuan literasinya untuk mengubah kehidupan menjadi lebih sejahtera. Berliterasi dengan memperbanyak membaca buku, Zinn yakin bahwa dengan buku dapat mengubah kehidupan, dan memang pada kenyataannya demikian.  Buku merupakan salah satu titik sumber kesuksesan seseorang dalam menapaki dan menjalani putaran kehidupannya.  Dengan buku seseorang dapat menjelajah seluruh isi dunia, termasuk mengungkan tabir sejarah yang selama ini selalu terbungkam oleh kenyataan yang bisa dikatakan bertentangan dengan fakta.




REFERENCES
Artikel Speaking Truth to Power with Books dari buku  Anthropology off the Shelf: Anthropologists on Writing Edited by Alisse Waterston and Maria D. Vesperi
Hart, Michael. 1989.  Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta: Pustaka Jaya





           



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment