Thursday, March 6, 2014

BOOK WAR (History is A Mystery)


Mahromul Fadlillah (14121320242) PBI-D 4th Semester
Critical Review 2 (Writing & Speaking 4 Assignment)

BOOK WAR
(History is A Mystery)

Tidak ada literasi yang netral.  Semua praktik literasi dan teks tulis memiliki ideologi, yakni didikte oleh lingkungan sosial politiknya.“
(Prof. A. Chaedar Alwasilah)
“Misteri adalah sumber semua seni sejati dan semua ilmu pengetahuan”
(Albert Einstein)

                  Kebenaran adalah suatu hal yang sulit untuk dicari, kebenaran adalah kerelatifan.  Nilainya tergantung pada orang yang menyudutpandanginya.  Sama halnya seperti kita melihat gambar tiga dimensi kubus, bentuk dasar apa yang kita lihat di sana?

Berdasarkan indera penglihatan kita atas gambar tersebut, kubus terdiri dari dua persegi yang letaknya di sisi depan dan belakang, kemudian tersusun juga oleh empat jajar genjang pada bagian atas bawah dan sisi kanan kiri.  Namun, pada kenyataannya kubus adalah suatu bangun ruang yang terdiri dari enam persegi yang sama; atas, bawah, kiri, kanan, depan, belakang.
Contoh di atas memberikan pengertian bahwa untuk mengetahui suatu kebenaran kita tidak bisa menilainya berdasarkan satu sisi saja, tidak bisa dibuktikan hanya dengan satu indera saja.  Kebenaran suatu hal letaknya dipuncak, dihasilkan dari perdebatan-perdebatan dasar orang-orang atas opini dan argumentasi mereka.  Pencarian kebenaran tentang suatu hal didasari oleh naluri seorang manusia, semua itu panggilan hati yang berkolaborasi dengan rasa keingintahuan mereka. Salah satu cara untuk memenuhi hasrat keingintahuan manusia adalah dengan membaca, membaca tulisan, membaca buku, membaca segala sesuatu yang ada di sekeliling kita, membaca segala sesuatu yan ada di jagat raya ini.  Kemudian di sepanjang jalan menuju puncak kebenaran, manusia bertemu dengan doktrin, ideologi, dan dogma yang beraneka ragam.
“Buku adalah gudangnya ilmu, dan membaca adalah kunci untuk membukanya”  Kalimat di atas sangatlah familiar sekali, banyak menempel di dinding perpustakaan-perpustakaan.  Buku adalah suatu kata benda yang sangat sederhana, namun isi bacaan yang ada di dalamnya bisa berdampak luar biasa.  Buku dan membaca adalah bukti nyata hubungan antara penulis dan pembaca, harus ada kolaborasi di antara keduanya.  Penulis berusaha semaksimal mungkin menuliskan pengetahuan dan pengalamannya ke dalam buku untuk disajikan kepada pembaca.  Pembaca pun harus berusaha semaksimal mungkin dalam membaca, mengerahkan semua pengetahuan dan keterampilan dalam membaca agar penulis dan pembaca dapat bertemu di suatu titik pusat “Kesatuan Arti”.
Membaca adalah kegiatan berbenang merah, di mana bacaan yang satu dan yang lainnya berkaitan.  Mengaitkan dengan masa sebelum membaca, ketika sedang membaca, dan setelah membacanya.  Selalu saja terjadi siklus input- storage – output.


       Tulisan ini sebenarnya berjenis Critical Review teks yang akan menanggapi sebuah artikel berjudul “Speaking Truth to Power with Books” yang ditulis oleh Howard Zinn.Pengaruh dahsyat buku dalam artikel “Speaking Truth to Power with Books" memperkuat bahwasannya kebenaran adalah relatif.  Kebenaran hakiki adalah bagai orang bisu berbicara kepada si tuli bahwa si buta melihat si lumpuh berjalan, susah sekali menemukannya, hampir tak mungkin, that’s impossible.  Zinn merenungkan kalimat nasehat dari kepala sekolah kepada guru muda di dalam bacaan Dickens’ Hard Times “Remember, just give them facts, nothing but facts”, kalimat tersebut memberikan pemahaman bahwa tidak ada sesuatu kebenaran (fakta) murni yang didapat dari hasil penilaian alamiah.
Pendapat utama Howard Zinn dalam artikel “Speaking Truth to Power with Books” adalah bahwa buku dapat mengubah kehidupan seseorang, buku dapat mengubah dunia.  Bacaan dalam buku dapat membawa kita ke alam bawah sadar, kemudian ia membekali kita dengan ideologi-ideologi yang secara tersurat maupun tersurat dituliskan oleh penulis.  Seperti yang dikatakan oleh profesor Chaedar Alwasilah bahwa literasi tak ada yang netral, penulisannya didikte oleh kekuasaan (ideologi) yang dianutnya.
Tulisan Howard Zinn dalam oto-baografinya: "You Can't Be Neutral on a Moving Train" (Kau Tak Bisa Netral terhadap Kereta yang Bergerak) (1994), "Sejak awal, apa yang aku ajarkan dimaknai juga oleh sejarah hidupku. Aku harus mencoba selalu jujur terhadap pandangan-pandangan yang berbeda, tapi aku ingin lebih dari sekadar mengajarkan 'obyektivitas'; aku ingin mahasiswa-mahasiswaku meninggalkan kelas bukan saja sekadar mendapatkan informasi yang lebih baik, tapi lebih siap menghancurkan kebisuan, lebih siap untuk berbicara, lebih siap bertindak melawan ketidakadilan di mana pun mereka temukan itu. Hal tersebut, tentunya, merupakan resep untuk mengatasi berbagai masalah." 
Fakta tentang sesuatu dipengaruhi oleh paradigma masing-masing orang.  Howard Zinn mempunyai penilaian yang berbeda terhadap Christopher Columbus, fakta yang dipercaya oleh kebanyakan orang bahwa Columbus adalah penemu benua Amerika, dia adalah pahlawannya Amerika Serikat, lelaki yang taat pembaca alkitab, dan yang mencetuskan bahwa bumi ini bulat bukan daratan datar.  Namun Zinn menganggap bahwa Columbus adalah pembunuh, penganiaya, penculik, pemutilasi penduduk asli Amerika, dan Columbus adalah orang yang munafik, dia adalah lelaki yang mencari dan menginginkan emas.  Columbus adalah pelaku genosida (sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan bangsa tersebut).
Sejarah selalu ditulis oleh yang menang, karena bangsa Eropa selalu menang, maka mereka selalu benar dan menjadi pahlawan meskipun kenyataannya melakukan kekejaman terbesar dalam sejarah manusia.  Hari besar Colombus diperingati setiap tahunnya di Amerika dan dia dianggap sebagai pahlawan.  Di balik anggapan kepahlawan Columbus, ternyata tidak sedikit orang utamanya para sejarahwan yang menuliskan kekejaman Columbus.
Beginilah cerita singkatnya tentang kekejaman Columbus:
Columbus menghukum suku setempat, yang dikenal sebagai Taino, dengan kejam. Dia memperbudak banyak penduduk lokal dan membantai lebih banyak lagi, menurut Ward Churchill, mantan profesor studi etnis di University of Colorado, sampai tahun 1496, populasi telah berkurang dari sebanyak delapan juta menjadi sekitar tiga juta.
Beberapa dibunuh langsung ditempat sebagai hukuman 'atas kejahatan' untuk seperti tidak membayar upeti kepada penjajah. Banyak yang tidak bisa atau tidak mau membayar kemudian tangan mereka dipotong dan dibiarkan berdarah sampai mati. Columbus dan anak buahnya didokumentasikan oleh sejarah Las Casas, dikenal sebagai Brev'sima-n relaci, yang melakukan penggantungan manusia secara massal, orang dipanggang di pantai, pembakaran dipertaruhkan dan bahkan memenggal kepala anak-anak dan memberikannya sebagai makanan anjing sebagai hukuman untuk tindak kejahatan yang paling kecil.
Para master Spanyol membantai penduduk pribumi, kadang-kadang ratusan hanya sebagai bentuk olahraga, membuat taruhan tentang siapa yang bisa membelah seorang pria menjadi dua, atau memotong kepala hingga putus dalam satu pukulan, kadang pula mereka memancung kaki anak-anak kecil hingga putus hanya untuk menguji ketajaman pedang mereka.  Taino orang-orang yang disiksa oleh Spanyol.
Pembela Columbus berpendapat bahwa sejumlah besar korban tewas akibat penyakit namun mereka gagal untuk mengenali bahwa sebagian besar penyakit ini disebabkan oleh kondisi hidup yang buruk di kamp-kamp kerja paksa. Kehilangan hasil panen mereka dan ladang, banyak jatuh korban disentri dan tifus, yang bekerja sampai mati atau dibiarkan mati kelaparan.  Setelah kematiannya warisan yang mengerikan itu akan hidup, secara 1514, sensus menunjukkan hanya 22.000 Taino tetap hidup. Pada 1542 hanya ada 200 yang tersisa dan setelah itu mereka dianggap punah, seperti yang terjadi pada banyak kasus di seluruh cekunganKaribia.
Hanya dalam waktu sekitar lima puluh tahun Colombus dan para pengikutnya mendapatkan segalanya tetapi mengeliminasi populasi sekitar lima belas juta orang. Proses ini hanya merupakan awal dari pembantaian massal sekitar 100 juta orang oleh bangsa Eropa yang disebut sebagai 'peradaban' di Belahan Barat membuat awal penemuan Dunia Baru (benua Amerika) menjadi kasus genosida massal terburuk dalam sejarah manusia.
D
ua penilaian yang berbeda terhadap seseorang adalah dipengaruhi oleh paradigma.    Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandang terhadap dunia, penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran yang dilakukan oleh para filusuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Model itu disebut dengan paradigma, (Moleong, 2010: 49).
Paradigma sangat penting dalam mempengaruhi teori, analisisi maupun tindak perilaku seseorang. Secara tegas dikatakan bahwa tidak ada suatu pandangan atau teori yang bersifat netral dan objektif, melainkan salah satu di antaranya sangat bergantung pada paradigma yang digunakan. Karena menurut Kuhn (1970) paradigma menetukan apa yang tidak kita pilih, tidak kita inginkan, tidak ingin kita lihat, dan tidak ingin kita ketahui.  Paradigma mempengaruhi pandangan seseorang apa yang baik dan buruk, suka atau tidak suka. Oleh karena itu, jika ada dua orang yang melihat sebuah realitas sosial yang sama atau membaca lembaran tulisan buku yang sama, akan menghasilkan pandangan, penilaian, sikap dan perilaku yang berbeda pula. Perbedaan itu terjadi karena perbedaan paradigma yang dimiliki, yang secara otomatis mempengaruhi presepsi dan tindak komunikasi seseorang.
Howard Zinn (24 Agustus 1922 - 27 Januari 2010) adalah seorang sejarawan, penulis naskah, dan aktivis. Zinn, seorang Yahudi yang jelas pendirian Anti Israel dan Anti Zionisnya. Hampir keseluruhan karya-karya akademiknya, wawancara, tulisan atau syarahannya mengkritik AS, industri perang Amerika dan dasar imperialisme AS sejak dari Vietnam, Panama, Granada, Palestina hingga ke Afghanistan dan Iraq.  Howard Zinn meninggal dunia dalam usia 87 tahun.  those physical, social, and psychological precepctions of ourselves that  we have derived from experiences and our interaction with others  (Rakhmat, 2005: 99).  Apa dasar pengalaman kehidupan Howard Zinn sehingga ia berniat sekali mengkritik semua tentang Amerika, lebih jauh lagi kenapa ia mengungkapkan bahwa Columbus adalah seorang pembantai, bukanlah pahlawan penemu benua Amerika?  Hanya karena buku-buku sajakah paradigmanya muncul, hanya bukukah yang mendasari perubahan dalam kehidupannya?
Horward Zinn mengungkapkan bahwa Columbus adalah seorang pembantai dalam bukunya yang berjudul A People’s History of the United States.  Pada chapter pertama Zinn menjuduli bacaannya dengan “Columbus, the Indians, and Human Progress”.  Terbaca bahwa Zinn bukanlah di pihak Columbus adalah tentang opini yang dia berikan pada catatan kaki Columbus.
  Columbus wrote: 
 As soon as I arrived in the Indies , on the first Island which I found, I took some of the natives by force in order that they might learn and might give me information of whatever there is in these parts.”
Zinn’s critical:
The information that Columbus wanted most was: Where is the gold? He had persuaded the king and queen of Spain to finance an expedition to the lands, the wealth, he expected would be on the other side of the Atlantic -the Indies and Asia , gold and spices. For, like other informed people of his time, he knew the world was round and he could sail west in order to get to the Far East . 
Pandangan Zinn atas Columbus adalah berbeda dengan orang-orang lainnya yang telah menerima fakta mentah-mentah bahwa Columbus adalah seorang penemu hebat.  Kekontraannya pada Columbus ia ungkapkan lebih lanjut:
“My viewpoint, in telling the history of the United States, is different: that we must not accept the memory of states as our own. Nations are not communities and never have been, Thehistory of any country, presented as the history of a family, conceals fierce conflicts of interest (sometimes exploding, most often repressed) between conquerors and conquered, masters and slaves, capitalists and workers, dominators and dominated in race and sex. And in such a world of conflict, a world of victims and executioners, it is the job of thinking people, as Albert Camus suggested, not to be on the side of the executioners.”
Paradigmanya tentang Columbus pun didukung oleh opini lain, Samuel Eliot Morison, sejarahwan dari Harvard yang tidak berbohong tentang Columbus.  Morison menulis buku dengan “Christopher Columbus, Mariner, written in 1954”.  Morison menulis tentang perbudakan dan pembunuhan dalam kebijakan yang kejam dalam naungan Columbus, semuanya dirangkum dalam satu kata, yaitu “GENOSIDA”.
Namun, tulis Zinn, fakta yang tertera di satu halaman ini (Genosida) kemudian ia kubur dalam ratusan halaman lain yang mengagungkan kebesaran sang pelaut. Keputusan untuk lebih menceritakan sebuah heroisme dan abai pada penekanan fakta pembantaian masal yang terjadi pada suku Indian Arawaks bukanlah sebuah kebutuhan teknis ala pembuat peta, namun murni pilihan ideologis. Sebuah pilihan ideologis untuk menjustifikasi apa yang telah terjadi, pungkas Zinn.
Seandainya Morison adalah seorang politisi dan bukan sarjana, pilihan ideologis ini tak akan jadi begitu serius. Namun justru karena fakta ini diceritakan oleh seorang intelektual, maka implikasinya jadi begitu mematikan. Kita seakan diajarkan sebuah imperatif moral bahwa pengorbanan, meski begitu tak manusiawi, itu perlu untuk sebuah kemajuan. Morison seakan mengatakan dengan kalem bahwa benar telah terjadi pembantaian pada suku Arawaks, namun fakta kecil itu tak sebanding dengan jasa dan kepahlawanan Columbus bagi kita. Sense inilah yang kemudian direproduksi  di kelas pengajaran sejarah, dan buku pegangan para siswa.  Background kehidupan seseorang terbukti mempengaruhi tulisannya.
            Seperti yang dikatakan profesor Chaedar bahwa literasi tidak ada yang netral, semua teks tulis pasti memiliki ideologi, yakni didikte oleh lingkungan sosial politiknya.  Tidak terkecuali dengan Howard Zinn yang berliterasi tentang siapa Columbus sebenarnya.  Identitas Zinn adalah salah satu alasan kenapa Zinn berani membuat buku A People’s History of the United States.
Mary Grabar mengungkapkan identitas Zinn, bahwa Zinn adalah sebagai anggota rahasia Moskow yang dikendalikan oleh komunis Amerika Serikat.  Mary Grabar dalam bukunya “The Bad History of Howard Zinn and the Brainwashing of America” mengungkapkan bahwa:  Although Howard Zinn denied membership in the Communist Party when he was questioned by FBI agents in 1953 and 1954, he continued to work on behalf of the Communists through his teaching and writing.  In both activities he played the role of subversive.  As a history professor, he targeted young and vulnerable populations.  As a scholar, he wrote revisionist histories that should appall anyone with a respect for the truth.  But Zinn cleverly distanced himself from the truth, proclaiming, in a fashion that has become common for academics, “Objectivity is impossible, and it is undesirable.”  In his teaching duties at both Spelman College in Atlanta and at Boston University, Zinn was better known for implementing his activist view of education, of bringing his classes to the protests of his choosing that involved not only civil rights but anti-American causes.  In this way, he attempted to pass himself off as a hero to the downtrodden proletariat of America.
Buku juga sebagai media perang, perang para intelektual, perang otak mempertahankan ideologinya masing-masing.  Lebih lanjut lagi, karya tulis Zinn dikritik oleh Sam Winebrug dalam tulisannya yang berjudul Undue Certainty (Where Howard Zinn’s A People of History Falls Short).  Sam berpendapat bahwa “not only is Zinn certain about the history that's happened.  He is certain about the history that did not”.  Profesor Oscar Handlin (sejarahwan Harvard) juga mengkritik bukunya Zinn, dia benci bukunya Zinn, dan Zinn hanya menjawab “terserah, para sejarahwan suka atau tidak suka buku saya itu berdasarkan sudut pandang mereka.”  Dapat diprediksi bahwa Howard Zinn menulis agar dia tercatat dalam sejarah, mencuci otak orang-orang Amerika bahwa Columbus bukanlah pahlawan, Howard Zinn lah yang sebagai pahlawan pembawa bukti kebenaran tentang siapa Columbus.  Zinn tidak mempermasalahkan kritikan pro dan kontra.  Zinn berpegang teguh pada doktrinnya Kurt Vonnegut “I write so you would know there are people who feel the way you do about the world, that you are not alone
Sejarah adalah satu detik yang lalu, sejarah tak mungkin terjadi dua kali, sejarah itu suatu misteri. “Hal terindah yang dapat kita alami adalah misteri. “Misteri adalah sumber semua seni sejati dan semua ilmu pengetahuan” (Albert Einstein). Saat mempelajari sejarah, mungkin kita akan menemukan beberapa versi, dan saat kita menggabungkan versi-versi itu, kita akan menemukan sejarah yang sebenarnya.
Sejarah mengandung banyak kontroversi pelaku dan peristiwa.  Itulah sebabnya fenomena alam lebih mudah dipelajari dan ditangani daripada fenomena sosial.  Banyak kontroversi yang terjadi pada suatu fakta dalam sejarah, berbeda dengan teori alam yang ditentukan oleh adanya rumus dan dapat dipatahkan dengan adanya bukti yang didapat dari hasil penelitian dan percobaan nyata, bukan imajinasi, bukan sekedar hipotesa tak bertepi.  Alam adalah nyata, sifat dan sikapnya dapat dipelajari oleh manusia.  Namun manusia sebagai subjek sejarah sangat sulit dipelajari kebenarannya.  Keinginan manusia hanya mereka sendiri yang tahu, niat mereka adanya di hati, tak terukur kedalamannya.  Itulah sebabnya ilmu humaniora sebagai dasar dari munculnya ilmu-ilmu lain.  Ilmu humaniora mempelajari manusia menghadapi perubahan dalam setiap bentuknya, lambat atau cepat. Ilmu humaniora mempunyai peran yang sangat karena di samping ilmu pengetahuan lain yang canggih-canggih. Ilmu science muncul dari basis peradaban dan basis kebudayaan. Basisnya dulu adalah humaniora dan melalui itulah manusia memiliki kemampuan berpikir, berkreasi, bercita-cita, dan berimajinasi, maka tumbuh penciptaan. Oleh karena itulah, humaniora tetap memegang peranan penting. Kini, generasi muda kurang memiliki ruang dan kesempatan untuk berimajinasi. Yang ada hanya ingin serba cepat tanpa proses. Akhirnya, hanya menjadi pemakai dan pengekor teknologi. Sejarah muncul dari penciptaan-penciptaan. Untuk itulah, ruang untuk menjadi kreatif itu yang perlu dibangun, ruang untuk berimajinasi. Sebuah ruang yang banyak dimiliki masa lampau yang dibangun melalui ilmu humaniora. Sejarah telah mengajarkan, maka belajarlah dari sejarah. 
Definisi Humaniora itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988), adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Kategori yang tergolong dalam ilmu ini antara lain:
Sejarah dan literasi memiliki benang merah, keduanya merupakan ilmu humaniora.  Zinn berliterasi karena membaca sejarah, karya literasinya juga akan menjadi sejarah.  Sejarah yang dituliskan tidak netral 100%, semuanya didikte oleh lingkungan sosial politiknya sehingga secara tidak langsung pelajaran sejarah memberikan pembelajaran ideologi kepada para pembacanya.  Berdampak membentuk manusia (pembaca) yang mempunyai paradigma berbeda.  Bukan hanya pertentangan Zinn terhadap kepahlawanan Columbus, bahkan ajaran Islam-Kristen pun marak diperbincangkan.  Masing-masing mempunyai landasan teori, contoh pro kontranya adalah terwadahi dalam buku Islamic Invasion karya Robert Morey VS Islam Dihujat karya Hj. Irena Handono.
Kesimpulannya, kita belajar dari sejarah.  Kita mengetahui sejarah dari teks tulis berupa bacaan sejarah tersebut.  Sejarah bukanlah ilmu pasti, ada banyak versi dalam penceritaannya, dan kebenaran hakikinya adalah suatu misteri.  Mengapa Zinn menguak keburukan Columbus? Mengapa Robert Morey bernarasi tentang keburukan Nabi Muhammad?  Mereka ingin menjadi pemenang dan dikenang,  menggeser pemenang-pemenang terdahulu dan menyebarkan ideologi mereka ke seluruh manusia dunia.  Sejarah selalu ditulis oleh yang menang, maka dari itu jadilah pemenang!



DAFTAR PUSTAKA
E-book A People’s History of the United States by. Howard Zinn
E-book “The Bad History of Howard Zinn and the Brainwashing of America” by. Mary Grabar
E-book “Undue Certainty (Where Howard Zinn’s A People of History Falls Short).” By. Sam Winebrug
http://id.wikipedia.org/wiki/Genosida diunduh pada hari Rabu, 05 Maret 2014 pukul 14.12 WIB
http://socyberty.com/history/christopher-columbus-and-the-genocide-of-the-taino-nation/ diunduh pada hari Rabu, 05 Maret 2014 pukul 19.14 WIB
 
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100414194533AAE6PxE diunduh pada hari Rabu, 05 Maret 2014 pukul 21.25 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Humaniora diunduh pada hari Rabu, 05 Maret 2014 pukul 21. 35 WIB
http://rizky-ramdanie027.blogspot.com/2012/02/kata-kata.html diunduh pada hari Rabu, 05 Maret 2014 pukul 21. 50 WIB




Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment