Saturday, March 15, 2014
Created By:
Mega Widiastuti
Weakness yaitu, kami
melakukan kesalahan yang tidak kami ketahui.
Contohnya pada critical review pertama kami tidak memperhatikan tentang
structure dari critical review itu sendiri.
Mistake yaitu, kami
sudah mengetahui kesalahan sebelumnya, tetapi tetap saja tidak mencoba untuk
lebih baik. Contohnya pada critical
review kedua kami sudah di beri tahu untuk memperhatikan generic structurenya,
namun tetap saja kami tidak menerapkannya.
Hal ini sudah termasuk kedalam kategori mistake.
Ignorance yaitu
melakukan kesalahan terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan(budaya),
untuk tidak melakukan sesuatu sesuai dengan ruller yang ditentukan.
Insane, merupakan
tahapan yang paling buruk diantara kategori diatas, karena sudah mengetahui
kesalahan-kesalahan sebelumnya namun tetap saja melakukan yang sama.
Field: Mengacu pada apa yang
terjadi, jenis aksi sosial, atau apa yang teks adalah tentang (topik bersama
dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan pola biasanya digunakan
untuk mengekspresikan itu).
Tenor: Mengacu pada siapa yang
mengambil bagian, peran dan hubungan peserta (status dan kekuasaan mereka,
misalnya, yang pengaruh keterlibatan, formalitas dan kesopanan).
Mode: Mengacu pada apa bagian bahasa
diputar, apa yang peserta mengharapkan untuk lakukan untuk mereka (apakah lisan
atau tertulis, bagaimana informasi terstruktur, dan sebagainya). Halliday
(1985).
Class Review Kelima,
on 7th march 2014
“Mengarungi Lautan Literacy”
(Author: Mega Widiastuti)
(Author: Mega Widiastuti)
Selamat
datang pada class review yang kelima J,
pada kesempatan ini banyak sekali materi yang akan saya persembahkan kepada
pembaca. Khusunya mengenai materi yang
telah dibahas pada hari jum’at 7 maret 2014.
Pada hari itu kami memulai
pembelajaran pada pukul 07.03WIB, awal pembelajaran Mr.Lala menjelaskan tentang
the biggest weakness of our first
critical review. Pertama Mr.Lala
menjelaskan tentang structure dari critical review yang meliputi: Introduction,
summary, critic, and consclusion.
Melihat dari class review yang telah kami buat, banyak sekali kejadian
bahwa mahasiswa yang menulis critical review tidak memperhatikan structure atau
urutan yang seharusnya diperhatikan dalam membuat critical review. Hal ini bertujuan agar pembaca mudah untuk
mengetahui point mana yang menjadi claim penulis. Dan juga Mr. Lala pernah mengatakan bahwa
kami sebagai penulis harus bisa menjadi sebuah guide untuk para pembaca, dengan
carac memberikan rambu-rambu untuk pindah ke point selanjutnya. Misal, dari bagian introduction ke bagian
summary, dan seterusnya. Dengan kita
memberikan arahan atau rambu-rambu kepada pembaca pertiap bagian, hal itu
merupakan salah satu cara bahwa penulis memanjakan pembacanya.
Kemudian
kesalahan kedua yang ada pada critical review kami yaitu tidak peka dalam
mengambil key word untuk bahan kritikan yang ada pada teks yang kami baca. Karena
sesungguhnya reader yang baik adalah reader yang bisa memunculkan sesuatu yang
tidak terpikirkan oleh orang lain. Dan kesalahan selanjutnya yang ada dalam
critical review kami adalah mengenai referensi, dan trivial matters. Trivial matters yaitu data-data yang tidak
penting. Lalu untuk mengukur tingkat
kesalahan kami Mr. Lala menggambarkannya ke dalam skema di bawah ini:




Kemudian
setelah Mr.Lala menjelaskan tentang the weakness of our critical review,
kegiatan selanjutnya Mr.Lala berkeliling memeriksa class review kami
masing-masing. Dan selama kegiatan
tersebut, saya dan teman-teman di beri waktu 30 menit untuk mengetik critical
review tentang Howard Zinn menggunakan Bahasa Inggris. Selama 30 menit saya hanya mampu menulis 162
kata, dan beikut ini adalah hasil ketikan saya:
Howard Zinn able to explain about the facts of Colombus,
that Colombus is genosida, killer, and he lie about discovery Benua Amerika. In
the one hand, Howard Zinn no perfection in write the book, he not explain actually who is that found Benua Amerika. I think
Howard Zinn just able to critic, but he not gave statement to be better. Howard Zinn come from Yahudi, he dislike
anything about Amerika so that he search about history, government of Amerika,
and try to found the mistake of Amerika.
Whereas formely he ever be a bomber when world battle II, but now he
became criticus that always judgement about situation and condition of Amerika.
By the Book A people’s History of the
United State he has wrote, he be famous writer, but he also got some critical
from any people who have read the articel.
Some people said that, the statement’s Howard Zinn is wrong and
infuential to ideology reader. Howard
Zinn was born on...
Setelah melihat kerja keras kami
selama 30 menit, Mr.Lala kembali menjelaskan materi, yaitu mengenai key issues
in writing. Pada buku Ken Hyland yang
berjudul Teaching and Researching Writing(2002;2009) terdapat enam key
issues in writing yaitu:
1.
Context
Dalam menulis context dilihat sebagai latar belakang yang
terpisah teks, yang dalam peran jenis tertentu merupakan informasi tambahan
yang bisa jadi bantuan dalam memahami teks tersebut. (Lehtonen : 2000). Sedangkan menurut Hyland context adalah
hubungan interaksi dan aturan-aturan yang memesannya, keduanya saling
memfasilitasi dan membatasi penyusunan. Makna
dari teks tidak terletak di dalam kata yang dituliskan oleh penulis dan
dikirimkan kepada pembaca. Akan tetapi makna akan tercipta antara penulis dan
pembaca selama mereka merasakan teks
dalam cara-cara yang berbeda, masing-masing menduga maksud/tujuan dari yang
lain (Hyland : 2009). Well, saatnya kembali kepada buku Ken Hyland
(2009:45) menurut Van Dijk (2008 : viii). Konteks adalah sekelompok variable statis
yang mengelilingi penggunaan bahasa. Dan
menurut Cutting (2002 : 3) menyatakan bahwa dalam konteks terdapat tiga aspek
utama yaitu:
oKonteks
situasional : apa yang diketahui masyarakt tentang apa yang dapat mereka lihat
disekitar mereka.
o Latar
belakang konteks pengetahuan : apa yang diketahui masyarakat tentang dunia,
aspek kehidupan, dan satu sama lain.
o Co-textual
konteks : apa yang masyarakat ketahui tentang apa yang mereka telah ucapkan.
Sedangkan pandangan tentang context menurut
Halliday(1985) adalah sebagai berikut:



2. Literacy
Apabila
mendengar kata literacy erat kaitannya dengan menulis dan membaca, bahkan ada
yang menyebutkan bahwa menulis dan membaca adalah action dari literasi. Bagaimana
kita menggunakan sebuah bahasa dalam kehidupan kita. Konsep modern literasi melihat menulis
sebagai practice of literasi bukan sebagai skill abstrak dimana seseorang
menggunakan sebuah teks. (Hyland 2009:48).
Selanjutnya menurut Scribner dan Cole (1981 : 236) mengatakan bahwa
melek tidak hanya mengetahui cara membaca dan menulis naskah tertentu, tetapi
menerapkan pengetahuan ini untuk tujuan tertentu dalam konteks tertentu yang
digunakan. Dan ini pun layak dipertimbangkan.
Peran keaksaraan membantu kita untuk memahami bagaimana orang hidup yang
masuk akal melalui praktik rutin menulis dan membaca. Menurut Barton (2007:34-35) terdapat beberapa
konsep pandangan tindakan sosial, yaitu:
1)
Literasi adalah kegiatan sosial dan
jauh lebih baik dijelaskan dalam hal orang
praktik keaksaraan.
praktik keaksaraan.
2)
Orang-orang memiliki kemahiran yang
berbeda yang berhubungan dengan berbagai domain kehidupan.
3)
Praktik keaksaraan masyarakat
terletak dalam hubungan sosial yang lebih luas, sehingga perlu untuk
menggambarkan pengaturan peristiwa keaksaraan.
4)
Praktik keaksaraan berpola oleh
lembaga-lembaga sosial dan kekuasaan hubungan, dan beberapa kemahiran yang
lebih dominan, terlihat dan berpengaruh daripada yang lain.
5)
Literasi didasarkan pada sistem simbol
sebagai cara untuk mewakili dunia kepada orang lain dan diri kita sendiri.
6)
Sikap dan nilai-nilai yang berkaitan
dengan panduan keaksaraan tindakan kita untuk komunikasi.
7)
Sejarah kehidupan kita mengandung
banyak peristiwa keaksaraan dari mana kita belajar dan yang memberikan kontribusi hingga saat
ini.
8)
Sebuah peristiwa keaksaraan juga
memiliki sejarah sosial yang membantu menciptakan arus praktek.
3.
Culture
Budaya
merupakan efek samping dari literasi, dan budaya memiliki peran penting dalam
perkembangan literacy. Menurut (Lantolf : 1999) budaya secara umum
dipahami sebagai historis ditransmisikan dan jaringan sistematis makna yang
memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan
pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia. Akibatnya, bahasa dan
pembelajaran dikepung oleh budaya.
Selain itu budaya
memiliki keterkaitan dengan menulis karena nilai-nilai budaya kita dilakukan
melalui bahasa, tetapi karena budaya juga membuat kita tersedia untuk pasti
menggunakan cara mengorganisir persepsi
dan harapan kami, termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan berkomunikasi
secara tertulis (Hyland : 2009).
Menurut Hyland (2009:56) “Culture is
Fluid” artinya budaya adalah cairan. Budaya memiliki keragaman serta
orang-orang yang mungkin menolak atau mengabaikan pola budaya. Tapi dengan kata
lain, pengalaman sebelumnya membantu pengetahuan skema bentuk dan akan
berdamfak kepada bagaiman siswa menulis dan tanggapan mereka terhadap konteks
kelas.
4. Technology
Pada zaman sekarang untuk
menjadi orang yang literat harus mampu
menguasai technology, karena orang yang literat bukan hanya di lihat dari
kemampuan membaca dan menulisnya saja.
Adapun efek technology menurut (Hyland:2009:58) yaitu:
§
Merubah menciptakan, mengedit,
proofreading dan proses pormating.
§
Menggabungkan teks tertulis dengan
media visual-audio yang lebih mudah.
§
Mendorong penulisan non-linear dan
proses membaca melalui link hypertext.
§
Menantang gagasan tradisional
kepenulisan, wewenang dan kekayaan intelektual.
§ Memungkinkan
penulis mengakses untuk informasi lebih lanjut dan untuk menghubungkan
informasi itu dalam cara-cara baru.
5. Genre
Genre adalah istilah untuk
mengelompokkan teks bersama-sama, mewakili bagaimana penulis biasanya
menggunakan bahasa untuk menanggapi situasi berulang. Selain itu genre diakui juga sebagai jenis
tindakan yang komunikatif, yang berarti bahwa untuk berpartisipasi dalam acara
sosial, individu harus terbiasa dengan genre yang mereka hadapi disana. Oleh karena itu, genre sekarang menjadi
salah satu konsep yang paling penting dalam bahasa pendidikan saat ini. Ini adalah adat, dan untuk
mengidentifikasinya terdapat tiga pendekatan genre ( Hyon , 1996; Johns , 2002) :
·
Pekerjaan
Australia dalam tradisi Sistemik Fungsional ilmu bahasa
·
Pengajaran
bahasa Inggris untuk Keperluan Khusus
· Konteks studi
retorika baru dikembangkan dalam komposisi Amerika Utara.
6.Identity
Identitas
adalah cara seseorang untuk menampilkan siapa mereka kepada orang lain(Benwell
dan Stokoe, 2006:6). Identitas dipandang
sebagai diskontruksi antara penulis dan teks yang ditulisnya. Dari hubungan itulah terjadi perkembangan
dari yang tadinya identitas pribadi bergerak menjadi ke ranah publik. Kemudian pengertian identitas itu sendiri di
dalam writing adalah, bukan sesuatu yang kita miliki tetapi identitas itu
adalah sesuatu yang kita lakukan.
“Identity is something we do; not something we have” (Hyland 2009:70).
Apabila
ditelaah lebih jauh identity itu hampir sama dengan voice, yang dapat bisa muncul dari diri kita sendiri. Dengan cara-cara penulis dalam menampilkan dan
menemukan diri mereka diposisikan dalam membangun identitas discoursal secara
ekstensif akan dibahas oleh Ivanic (Ivanic, 1998; Ivanic dan Weldon, 1999).
1.
The
autobiografi self adalah diri yang penulis membawa ke tindakan menulis,
dibatasi secara sosial dan dibangun oleh lifehistory penulis. Ini termasuk
ide-ide mereka, pendapat, keyakinan dan komitmen: sikap mereka. Sebuah contoh
mungkin bagaimana penulis mengevaluasi tanda kutip ia membawa ke dalam teks,
atau topik ia memilih untuk mengatasi.
2.
The discoursal self adalah
penulis kesan sadar atau tidak sadarmenyampaikan dari diri mereka sendiri dalam
sebuah teks . Ini menyangkut penulis suara dalam arti bagaimana mereka
menggambarkan diri mereka . Sebuah contoh adalah sejauh mana penulis mengambil
praktek-praktek masyarakat yang atau dia menulis untuk, mengadopsi konvensi
untuk mengklaim keanggotaan.
3.
The
authorial self menunjukkan dirinya dalam tingkat authoritativeness
dengan yang penulis menulis. Ini adalah sejauh mana seorang penulis
mencampuri ke dalam teks dan mengklaim dirinya sebagai sumber isinya .
dengan yang penulis menulis. Ini adalah sejauh mana seorang penulis
mencampuri ke dalam teks dan mengklaim dirinya sebagai sumber isinya .
Next, kita akan membahas mengenai “The Issues of
Intertextuality”. Intertekstualitas merupakan salah satu teori yang
digunakan oleh pembaca untuk memperoleh makna dalam proses menbaca suatu karya
sastra. Teori intertekstualitas pada
awalnya diperkenalkan oleh Julia Kristeva seorang peneliti dari Prancis
mengungkapkan dalam (Culler, 1981: 104) bahwa jumlah pengetahuan yang dapat
membuat suatu teks sehingga memiliki arti, atau intertekstualitas
merupakan hal yang tak bisa dihindari, sebab setiap teks bergantung,
menyerap, atau merubah rupa dari teks sebelumnya. Bakhtin (1986), as cited in Hyland (2002): language
is dialogic: a conversation between writer and reader in an on going activity. Statement diatas menunjukan bahwa wacana selalu
terkait dengan wacana lain.
Fairclough
(1992:117) membedakan dua jenis intrtekstual, diantaranya:
· Intertekstualitas
Manifest mengacu pada berbagai cara untuk menggabungkan atau menanggapi teks-teks
lain melalui kutipan, parafrase, ironi, dan sebagainya.
· Interdiscursivity
concerns digunakan penulis set konvensi ditarik
dari jenis teks dikenali atau genre. Teks di sini kemudian berhubungan
dengan beberapa makna kelembagaan dan sosial.
dari jenis teks dikenali atau genre. Teks di sini kemudian berhubungan
dengan beberapa makna kelembagaan dan sosial.
Selanjutnya saya akan membahas mengenai sejarah dan
literasi sebagai sosial practice. Karena
Mr.Lala pernah mengatakan bahwa writer itu harus bisa mengaitkan antara masa
lalu dan masa sekarang, jangan sampai kami menulis teks seperti tukang jahit. Artinya
kami akan menulis dan kami akan membaca hanya ketika ada project misalnya waktu
ketika diberikan tugas oleh Mr.Lala saja . Harusnya kami harus mampu seperti
tukang cukur yang melihat dan mencari tahu model rambut seperti apa yang
sekarang sedang tren di industri pasar. Karena dengan membaca dan menulis akan
meningkatkan tingkat literacy seseorang, selain itu peran perpustakaan pun
sangat penting. Surga
itu seperti perpustakaan, kalimat bijak inilah yang paling pantas untuk
menggambarkan tentang buku sebagai jendela ilmu pengetahuan. Dari buku kita
mampu meyelam keribuan kilometer kedalaman laut. Mengarungi tujuh samudera
dunia. Mengangkasa di semesta yang tak pernah terjangkau oleh nalar. Buku-buku
layaknya sebuah surga yang menghadirkan begitu banyak celah-celah dunia yang
bisa kita intip. Buku adalah sebuah jalan keabadian. Buku mengekalkan penulis
hingga beribu tahun. Pada bukulah kita mampu melihat masa lalu. Melihat sejarah
peradaban dan menjadi lebih bijak di masa depan. Budaya literasi
menjadi satu-satunya jalan untuk mampu menjelajahi ruang dan waktu semesta.
Satu-satunya jalan untuk bisa melihat sejarah masa lalu. (Di kutip dari http://alfismamda.blogspot.com/2013/07/budaya-literasi.html)
Selain
kata-kata diatas, saya juga akan menuliskan sebuah quotes yang berhubungan
dengan sejarah dan literacy. Orang-orang yang menulis sejarah adalah
orang-orang yang berliterat (bisa baca-tulis). "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis,
ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabadian.” - Pramoedya Ananta Toer- (Di kutip dari Laras blog , yang berjudul “Mengukir Sejarah Dengan
Menulis).
So, apa hubungannya antara sejarah dan literacy?
Literasi adalah keberaksaraan, yaitu
kemampuan membaca dan menulis, budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan
kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada
akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan
menciptakan karya.
Sedangkan sejarah adalah rangkaian
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa silam dan membentuk suatu sejarah itu
sendiri, yakni penulisan kembali peristiwa-peristiwa masa silam agar dapat
dikaji oleh orang-orang yang hidup di masa kini.
Dari pemaparan diatas, dapat
disimpulkan bahwa keduanya saling berkaitan karena satu sama lainnya tidak
dapat dipisahkan. Karena sejarah itu
dapat terkuak melalui literacy khususnya oral dan lisan.
History
and literacy as a social practice
Dengan adanya peristiwa-peristiwa
atau peradaban manusia di masa lampau, seperti di dokumentasikan melalui proses
prasasti-prasasti yang telah terjadi, hal itu merupakan praktek sosial yang
dapat di jadikan pelajaran yang berharga.
Dan juga dapat menjadi objek kajian untuk generasi yang akan datang.
Literasi adalah kegiatan sosial
dengan karakter. Hal ini dapat
digambarkan sebagai praktik dimana orang menarik situasi dalam membaca yang
berbeda . orang-orang memiliki berbagai
jenis keterampilan, mereka memanfaatkannya dengan cara yang berbeda dalam
berbagai bidang kehidupan. Namun, segala
bentuk keaksaraan mencakup kemampuan untuk mengontrol sistem yang berbeda dari
simbol-simbol dimana realitas diwakili untyuk pembaca. (Mikko Lehtonen, 2000:53)
Dalam buku
Lehtonen juga dijelaskan bahwa teks itu terdapat dua versi, yaitu teks sebagai
makhlik fisik dan teks sebagai makhluk semiotik(Lehtonen, 2000:72). Jadi, meskipun pada jaman sejarah tidak ada
kertas untuk menuliskan sebuah kejadian, bisa saja menuliskannya pada media
lain seperti batu, dan contoh rillnya adalah prasasti ciaruteun.
Kini
tibalah saatnya saya untuk menuliskan kesimpulan tentang semua yang telah saya
paparkan diatas. Pada critical review
pertama yang telah kami tulisn masih terdapatr beberapa kelemahan diantaranya
mengenai structure, trivial matters, dan referensi. Kemudian di dalam menulis itu terdapat key
issues yang terdiri dari enam point: Context, literacy, culture, technology,
genre, dan identity. Kemudian dengan
berliterasi kita mampu meyelam keribuan kilometer
kedalaman laut. Mengarungi tujuh samudera dunia, dan dapat menjelajahi ruang
dan waktu semesta. Karena melalui
literacy adalah satu-satunya jalan untuk bisa melihat sejarah masa lalu.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)