Saturday, March 15, 2014
Created By:
Ghoyatul Farikhah
Class
Review
Cirebon,
10 Maret 2014
Masih Sejarah dalam Literasi
Sejarah
merupakan rangkaian peristiwa masa lalu yang terekam dalam text, baik itu text
yang berbentuk lisan maupun tulisan. Untuk dapat mengukir sejarah diperlukan
suatu media yang ampuh merekam semua peristiwa itu. Satu-satunya yang mampu
berperan adalah literasi. Mengapa harus literasi? Literasi tidak semata-mata
bersifat “jadul” seperti apa yang dijabarkan oleh Lethonen bahwa teks sejarah berperan sebagai
artefak yang dinamis. Dulu teks sejarah dapat berupa tulisan maupun
semiotik tertentu. Namun untuk mengukir sejarah pada zaman yang super canggih
ini ternyata nama “artefak” berubah menjadi “teknologi”. Sadar atau tidak
kegiatan writing para prajurit literasi yang meng“upload” ke internet ini
merupakan salah satu kegiatan mengukir sejarah. Seperti yang dilakukan Howard
Zinn yang mampu mendobrak sejarah kelam dengan literasinya.
Sejarah pun tidak lepas dengan
adanya teks dan konteks. Lehtonen ( 2000 ) dalam menginterpretasi teks, ia
melihatnya dari dua dimensi, yakni dimensi fisik ( teks as physical being ),
dan dimensi semiotik ( teks as semiotic being ). Teks adalah bentuk
fisik, tetapi mereka hadir dalam beberapa bentuk untuk menjadi semiotik. Teks
berupa fisik, hanya ketika mereka mempunyai beberapa bentuk fisik yang jelas,
seperti tinta, kertas, dan lain-lain. Teks adalah artefak yang berbicara (
cummunicative artefact ). Sebagai artefak, teks diproduksi melalui bantuan
beberapa tekhnologi, seperti pesan E-mail, ia adalah teks yang diproduksi oleh
keyboard computer, monitor, display dan lain-lain.
Sementara
secara semiotik, teks dapat diinterpretasikan ke dalam bentuk tulisan (writing
), pidato ( speech ), picture, music, dan symbol lainnya. Dari semua bentuk
tersebut, teks dikarakteristikkan ke dalam 3 feature, yakni materiality,
formal relation, dan meaningfulness. Secara material atau fisik,
teks diumpamakan seperti gelombang radio yang memancar selama kegiatan
pembicaraan berlangsung ( act of speech ). Dalam hubungan formalnya, teks
diklasifikasikan ke dalam hirarki-hirarki grammatikal.
Teks biasanya selalu dibarengi
dengan konteksnya. Konteks adalah anggota teks yang selalu ada bersama-sama
dengan teks, sering juga diartikan sesuatu yang ada disekitar atau diluar teks.
Dalam terma tradisional, konteks dimaknai sebagai background dari teks yang
berperan sebagai tambahan informasi, karena konteks digunakan untuk membantu
memahami teks itu sendiri. Konteks tidak akan hadir sebelum hadirnya author
(penulis) atau teks, karena konteks hadir diluar teks.
Konteks melibatkan semua faktor yang
penulis dan pembaca membawa ke dalam proses pembentukan makna. Berikut 8
parameter konteks :
1. substansi:
materi fisik yang membawa atau menyampaikan teks
2.
musik dan gambar
3.
paralanguage: perilaku yang berarti
bahasa yang menyertainya, seperti
kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukuran huruf (secara tertulis)
kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukuran huruf (secara tertulis)
4.
Situasi: sifat dan hubungan objek
dan orang-orang di sekitarnya teks, seperti yang dirasakan oleh para peserta
5.
co-teks: teks yang mendahului atau
mengikuti yang di bawah analisis, dan yang
peserta menilai milik wacana yang sama
peserta menilai milik wacana yang sama
6.
intertext: teks yang peserta anggap
sebagai milik wacana lain, tapi yang mereka persekutukan dengan teks di bawah
pertimbangan, dan yang mempengaruhi interpretasi mereka
7.
peserta: niat dan interpretasi
mereka, pengetahuan dan keyakinan, sikap interpersonal, afiliasi dan perasaan
8. fungsi: apa
teks dimaksudkan untuk melakukan oleh pengirim dan addressers, atau
dianggap dilakukan oleh penerima dan addressees
dianggap dilakukan oleh penerima dan addressees
Untuk menjelajahi sejumlah isu kunci
yang mendominasi pemahaman saat ini dalam ihwal menulis ( Hyland : 2009 )
mengemukakan isu-isu tersebut sebagai berikut:
Context
Context menurut Van Dijk (2008:
viii) bahwa bukan situasi sosial yang mempengaruhi (atau
dipengaruhi oleh) discourse, melainkan cara peserta mendefinisikan situasi seperti itu. Konteks demikian bukan
semacam kondisi 'obyektif' atau penyebab langsung, melainkan (antar) konstruksi
subjektif yang dirancang dan terus
menerus diperbarui dalam interaksi dengan peserta sebagai anggota kelompok dan
masyarakat. Jika mereka dalam situasi sosial yang sama, maka
mereka akan berbicara dengan cara yang sama. Konteks adalah membentuk peserta.
Menurut Hyland, faktor-faktor
konteks sebagian besar dipandang sebagai ‘obyektif’ variabel seperti kelas,
gender atau ras, tapi sekarang cenderung dipandang sebagai apa yang akan
dilihat peserta sebagai relevan. Misalnya surat pribadi, mungkin berarti
sesuatu yang berbeda untuk penulis dan penerima dari pembaca biasa.
Kemudian Hyland menggunakan dimensi
konsep yang dibuat oleh Halliday yaitu:
Ø Field: Mengacu
pada apa yang terjadi, jenis aksi sosial, atau tentang teks yang berkaitan
(topik bersama dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan biasanya
pola digunakan untuk mengekspresikan itu).
Ø Tenor : Mengacu
pada siapa yang mengambil bagian, peran dan hubungan peserta (status dan
kekuasaan mereka, misalnya, yang mempengaruhi keterlibatan, formalitas dan
kesopanan).
Ø Mode: Mengacu
pada bagian apa bahasa dimainkan, apa peserta mengharapkan yang lakukan untuk
mereka ( apakah lisan atau tertulis, bagaimana informasi terstruktur, dan
sebagainya).
Literacy
Hyland mengatakan bahwa literasi
berbentuk menulis dan membaca. Kemudian Scribner and Cole (1981: 236)
literasi tidak hanya mengetahui cara membaca dan menulis naskah tertentu,
tetapi menerapkan pengetahuan membaca dan menulis untuk penggunaan tujuan
tertentu dalam konteks tertentu. Ini mempertimbangkan peran literasi yang dapat
membantu kita untuk memahami bagaimana orang-orang memahami hidup mereka
melalui praktik rutin menulis dan membaca.
Tidak semua
praktek literasi adalah sama. Negara memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk
mendefinisikan literasi, buta huruf, mengatur kemudian memasukan ke kelompok-kelompok
tertentu, dan membatasi akses ke pengetahuan. Tulisan yang
bernilai adalah pusat dari pengertian kekuasaan dan
kontrol dalam masyarakat modern. Arti dominan dari praktek literasi dibangun
dalam konteks yang memiliki kekuatan yang cukup besar dalam masyarakat kita,
seperti pendidikan dan hukum.
.
Culture
Hyland mengatakan bahwa ide
pengalaman penulis 'dari praktik literasi masyarakat yang berbeda akan
mempengaruhi pilihan linguistik mereka, ini menunjukkan bahwa guru harus
mempertimbangkan bagian budaya yang dimainkan siswa dalam menulis. Menurut
(Lantolf, 1999), Budaya secara umum dipahami
sebagai jaringan historis ditransmisikan dan sistematis makna yang memungkinkan
kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan
keyakinan kita tentang dunia. Menurut Kramsch, Akibatnya, bahasa dan pembelajaran terikat dengan budaya. (Kramsch,
1993).
Teknologi
Hyland mengatakan untuk menjadi
orang yang paham literasi berarti memiliki kontrol atas berbagai media cetak
dan elektronik. Banyak yang memiliki dampak besar pada cara kita menulis, genre
yang kita buat, identitas pengarang kita asumsikan, bentuk produk jadi kami,
dan cara kita terlibat dengan pembaca. Beberapa yang paling penting dari ini
tercantum dalam Konsep Pengaruh teknologi elektronik pada penulisan yakni:
·
Mengubah tulisan , mengedit ,
proofreading dan proses format
·
Kombinasi teks tertulis dengan media
visual dan audio lebih mudah
·
Mendorong menulis non - linear dan
proses membaca melalui link hypertext
Genre
dikenal juga dengan tipe aksi
percakapan yang berpartisipasi dalam peristiwa sosial. Genre merupakan
salah satu yang paling penting dari konsep pembelajaran bahasa. Genre adalah
jenis tindakan komunikatif, yang berarti bahwa untuk berpartisipasi dalam acara
sosial, individu harus terbiasa dengan genre yang mereka hadapi di sana. Karena
itu, genre sekarang menjadi salah satu konsep yang paling penting dalam
pendidikan bahasa saat ini. Ini adalah adat, namun kita dapat mengidentifikasi
tiga pendekatan genre ( Hyon , 1996; Johns , 2002)
Identity
merupakan
cara orang menampilkan atau menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Implikasinya,
menulis sedang membangun jati diri seseorang. Pengertian
saat ini identitas melihatnya sebagai konsep plural, yang didefinisikan secara
sosial dan dinegosiasikan melalui pilihan penulis buat dalam discourse mereka. Pilihan ini sebagian dibatasi oleh ideologi dominan kemahiran
istimewa di masyarakat tertentu, dan sebagian terbuka untuk interpretasi
penulis 'sebagai hasil dari pengalaman pribadi dan sosial budaya.
Berdasarkan
materi tersebut dapat ditarik kesimpulan bhawa sejarah pun muncul atauu
tercipta dari literasi. Literasi sangat berperan penting dari munculnya sebuah
karya-karya terbaik.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)