Saturday, March 29, 2014

MENCIPTAKAN KARYA, MEMBANGUN MAKNA

Class Review 7

MENCIPTAKAN KARYA, MEMBANGUN MAKNA
By:  Latifah Nurhasanah

Masih tetap bergelut dengan waktu, timbul sekelumit rasa ingin berbaring sejenak, tetapi kutepis dengan indah.  Pertemuan ke-7 adalah setengah perjalananku menuju sebuah puncak peradaban baru yang penuh dengan pencerahan, yang semula gelap menjadi terang, yang semula tak tahu menjadi tahu.  Disinilah kita bisa belajar bagaimana caranya menjadi orang yang berdaya guna serta memiliki qualitas literasi yang tinggi.

Dalam setiap perjalanan untuk mencapai sebuah tujuan tentunya kita harus memandang ke depan.  Memikirkan bagaimana caranya untuk sampai ditujuan tersebut, tetapi disamping itu, jangan pernah lupa jika kitapun harus melihat kebelakang, guna mengevaluasi diri dari kesalahan-kesalahan yang sudah kita lakukan.  Seperti pepatah mengataka bahwa “belajarlah dari pengalaman.”  Sudah jelas terpampang nyata bahwa hal yang sudah lalupun masih bisa dimanfaatkan untuk berkaca diri.  Seperti halnya di dalam class review dan critical review yang lalu.  Banyak sekali hal atau kesalahan dari isi content pembahasan tersebut yang harus diperbaiki segera,  karena pada pertemuan ini critical harus dipastikan benar dan akurat, tanpa ada kesalahan penulisan, seperti generic structure, garmmar, point of view dan hal yang dikritik.
Sebelum masuk pada pembahasan baru, dosen writing pun melakukan hal yang sama seeprti biasanya, yaitu mengevaluasi kalas minggu lalu.  Ternyata untuk bisa memproyeksikan tangan dengan otak itu sangat sulit.  Karena masih membutuh proses yang lama dan kreativitas yang tinggi untuk bisa melakukan semua itu.  Jika tidak fokus dalam berfikir, maka akan benar-benar sulit.
Ketika kita ingin mencapai newform atau product baru, maka hal penting yang harus dilewati terlebih dahulu yaitu: 
EMULATE – DISCOVER – CREATE maksudnya adalah dari meniru kemudian menemukan dan terakhir menciptakan, untuk menuju kepada meaning making practice.  Di dalam writing yang berkualitas harus menghindari yang namanya INSTANITY, yaitu asal jadi atau melalui proses yang sangat cepat (instant).  Melainkan harus melalui proses yang benar-benar proses, pelan-pelan dan jangan ujug-ujug.  karena untuk mencapai dan memproduksi maknapun harus pelan, karena menulis itu bukan hanya meditasi melainkan belajar dan melatih kesabaran.
Writing itu ujung-ujungnya adalah semogenesis, yaitu meaning making practice.  Dimana semuanya itu harus dihidupkan dari awal dan epicentrum (pusat) harus ada disetiap tulisan.  Tujuannya adalah supaya bisa membuat pembaca tergugah sejak awal membaca untuk melanjutkan pemahaman teks atau bacaan sampai akhir, dan thesis statement inilah yang berperan penting sebagai epicentrum dan milestone (batu loncatan) yang mencakup dari teks secara keseluruhan.
Historian sama dengan linguist, dan historian juga sama dengan poet.  Mengapa demikian?  Karena sebenarnya semuanya memiliki values dan pemahaman literasi yang sama.  Perbedaannya adalah jika linguistik sebagai historian itu lebih menggunakan bahasa yang akademik, tetapi jika poet sebagai historian itu lebih menggunakan bahasa yang extrim, yang dari semua profesi diatas tersebut tugasnya adalah mengungkap segala hal yang ganjil dan tersembunyi.
Milan Kundera (in L’art durohman, 1986) “to write, means for the poet to crush the wall behind which something that was always there hides.”  Menurut milan kundera bahwa dengan menulis kita bisa menghancurkan dinding tebal yang sebenarnya banyak hal yang tersembunyi dibalik dinding tersebut.  Dalam hal ini tugas dari seorang poet tidaklah jauh berbeda dengan kerjaan historian (sejarahwan) yang juga menemukan lalu menciptakan.  Sejarah juga layaknya sebuah syair, yaitu menemukan. Sesuatu disetiap situasi baru, yang jika tidak ada kemungkinan permasalahan manusia sampai sekarang masih tersembunyi.  Karena sebenarnya antara historian, linguist dan poet itu memiliki satu misi yaitu “uncover” menemukan dan menciptakan meaning dari satu kata yaitu “Literasi.”
Setelah membahas tentang evaluasi yang ujungnya adalah kesalahan dala pembuatan thesis statement tersebuat harus dibenahi dan buat dengan baik, agar generic structurenya benar, serta menarik untuk dibaca.  Selain itu adapula bahasan mengenai ideologi, dimana pengertian dari ideologi itu sendiri menurut Destutt de Tracy, yaitu dipandang dan diartikan sebagai “scient of ideas” yang dimana didalamnya dijabarkan sebagai sejumlah program yang diharapkan membawa perubahan institusioanl (lembaga) dalam suatu masyarakat seperti halnya dalam literasi.  Literasi juga harus memiliki ideologi yang kuat , yaitu agar memiliki landasan pemikiran tetap untuk menemukan kebenaran dan mengungkap rasa penasaran dari seseorang.
Jadi kesimpulan dari semua pembahasan tadi dapat disimpulkan dalam beberapa point, yaitu:  pertama, evaluasi adalah salah satu hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki segala sesuatu yang belum sempurna, karena tujuan dari writing itu sendiri adalah meaning making practice yaitu menemukan hal-hal baru dan makna yang potensi.
Seorang penulis adalah orang yang mengetahui segalanya.  Seperti yang dikatakan milan kundera yakni menulis adalah menhancurkan dinding yang menyimpan banyak pengetahuan dan ilmu baru.  Sedangkan hubungan antara historian, linguist dan poet adalah mereka memiliki satu misi yang sama, yaitu: “uncover” menemukan, yang nantinya akan bertemu disatu titik yang bernama literasi, dan melalui sejarahlah kita akan belajar literasi dari pengungkapan jati diri, yaitu mengetahui silsilah hidup dari seseorang.

Kemudian thesis statement sangat berperan penting dalam setiap tulisan, karena bertujuan untuk pembaca lebih terguguah dan melanjutkan membaca kemudian membuat sebuah pemahaman dari teks tersebut.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment