Saturday, March 29, 2014
Created By:
Devi Risnawati
On
March, 21st 2014
Class
Review 7
EPICENTRUM
KARYA TULIS
By:
Devi Risnawati
Semangat baru akan diterapkan oleh
laskar PBI-D, dengan tujuan yang sama yaitu sama-sama sukses menjadi orang yang
berliterasi. Setelah beberapa minggu
down, sekarang bisa up lagi. Kita
menyadari bahwa untuk menjadi ‘seseorang’ dibutuhkan pengorbanan yang tidak
sedikit. Jum’at, 21 maret 2014 merupakan
pertemuan ke-8 itu berarti ini merupakan class review yg ke 7. Masih dengan waktu yang sama, pukul 07.00. Telah merasa biasa dengan perubahan waktu
yang menurut orang lain cukup ekstrem.
Class review ke-7 ini kita masih
setia membahas tentang progress test kita pada free writing. Namun sebelum itu, saya akan membahas tentang
keurangan PBID yang kurang bisa mencantumkan dan menaambahkan sumber-sumber
lain ke dallam class review. Kita masih
kalah saaing dengan semangat anak kelas
PBI-c yang sudah bisa mencantumkan sumber-sumber lebih banyak ke
tulisannya. Semoga ini menjadi cambukan
kita untuk bisa lebh lagi keedepannya.
Dan alhamdulullah untuk free writing kita sudah lebih baik, sudah
memaasukkan generic structurenya meskipun ada kesalah antara penulisan content
and critic. Kita berasumsi bahwa content
itu merupakan isi dari kritikkan yg kita buat, jadi pemikiran kita menyatakan
bahwa konten itu ya kritik. Minggu depan
harus diperbaiki!
Dalam membuat sebuah tulisan
usahakan menghindari instanity, butuh proses untuk menghasilkan sebuah
hasilyang luaar biasa. Tidak hanya
mengutip dan jadi begitu saja. ada
tahapan-tahapan yang haruss dilalui.
Seperti yang telah saya ulas di class review kemarin yaitu ada 3 jalan
untuk menghasilkan sesuata yaitu emulate è
discover è create. Menulis mengajarkan kita kesabaran. Sabar untuk mencari bukti dan sumber-ssumber
yang akan mendukung tulisan kita.
Menulis tidak mudah.
Dalm sebuah tulisan kita harus
menghadirkan epicentrum -nya.
Dimana kita kan meltekkan epicentrum tersebut disitulah orang-orang kan
tertarik untuk membaca tulisan kita.
Mereka akan membaca karena disitu, di episentrum itu terdapat gaya
gravitasi yang kuat, letak daya tarik tulisan dan sebagai pusat. Jangan sampai seorang penulis membuat sebuah
buku, bestseller katanya, tapi tidak ada titik epucentrumnya dimana,
gravitasinya tak ada. Kaitannya dengan
tulisan yang kita buat, usahakan gravitasi itu terletak di paragraf
pertama. Karena ini akan menentukan
pembaca apakah akan lanjut atau stop.
Rumus
Persamaan è Historian = linguistik
= Poet
Ketiga
rumus itu memiliki persamaan yaitu dalam hal tulisan yang dihasilkan. Menurut Milan
Kundera comments (in L'Art duroman ,
1986): `to write,means for the poet to crush the wall
behind which something
that ``was always there'' hides. Disini
menyatakan bahwa seuah rahasia itu selelu ada dibalik tembok. Seperti kita tahu bahwa Milan adalah seorag
penulis novel, yang mana ia akan menyampaikan sesuatu lewat hasil karya
tulisannya. Ada rahasia dibalik tulisan
tersebut yang secara tidak langsung akan tersaampaikan ke kita. Seperti dalam sebuaah puisi, akan ada
beberapa majas yang digunakan yang mungkin bagi orang yang melek puisi iti
memilki makna yang besar di baliknya.
Seorang Aristoteles ssaja sanga takut terhadap para sastrawan. Kenapa? Karena seorang sastrawan tentulah
seorang yang memilki literasi yang tinggi, yang hampir ketigaspek itu ia
miliki, seorang sastrawan akan menguasai sejarah (dalam hal ini tugas penyair
tidak berbeda dengan hasil karya sejarah yang menemukan dan kemudian menciptakan), dan ahli dalam
dunia linguisnya. Dari keahlian ini maka
akan dihasilkan sebuah kayra sastra yang indah.
Misi
dari seorang poet adalah what
history does matter of factly. Untuk naik ke misi ini penyair harus menolak
untuk melayani keebenaran yang sebelumnya telaah diketahui. Kebenaran-kebenaran yang floating di
permukaan. Dan juga karena sejarah
adalah proses tanpa akhir dari sebuah penciptaan manusia, tidak ada proses
kemanusiaan yang tanpa henti. Mereka
akan terus berjalan dan mengahasilkan sebuah sejarah.
Proses
pembelajaran kita hari ini adalah peer review dalam waktu 45 menit. Disisnikita diharuskan menilai melalui duaa
parameter dasar, yaitu :
-
UNITY
-
COHERENCE
Yang
mana Mr. Lala usulkan 40% untuk nilai
unity dan 60% untuk Coherence.
Setelah dilakukan peer review oleh
partner saya maka ada beberapa hal dalam tulisan saya yang harus diperbaiki,
utamanya dalam coherence nya. Keterhubungannya
masih kurang untuk menyatakan kalimat/informasi yang satu dengan yang
lain.
Dari paparan di atas maka dapat saya
simpulkan bahwa menulis itu membutuhkan proses yang harus dilalui. Mulai dari meniru sampai menciptakan. Dibutuhkan kesabaran dalam menulis. Dan juga, penting untuk menghadirkan
“epicentrum” dalam karya tulis.
Epicentrumnya yang akan menghasilkan daya tarik atau gravitasi untuk
para pembaca. Jika epicentrum kuat, maka
gravitasipun besar. Wajib untuk para
penulis untuk memunculkan epicentrum ini.
disetiap tulisan ada rahasia dibaliknya.
Rahasia yang memiliki makna yang besar.
Seperti dalam sebuah syair puisi.
Sastrawan menciptakannya dengan memiliki makna yang tersirat didalamnya
yang apabila kita memahami maka akan tahulah kita.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)