Saturday, March 29, 2014
Created By:
Aam Amaliah
Class Review 7
بسْم ا لله الرّ
حمن الر حيم
Pelan dalam
Proses, Pasti dalam Cipta
Pertemuan ketujuh mata kuliah writing (21 Maret 2014) telah
usai. Dan saat ini, jari jemari ini
mulai menari, menuliskan kata demi kata berdasarkan apa yang diperoleh di
pembahasan pertemuan ketujuh kemarin.
Rasanya seperti lampu yang kekurangan daya, redup cahayanya. Setelah minggu sebelumnya pemahaman dan pengetahuan
tentang critical review mulai tercerahkan.
Kini rasanya cahaya itu telah pergi.
Pikiran ini kembali bergeming, “harusnya seperti apa?” kalimat itu memenuhi pikiran, saat dihadapkan
dengan tugas free writing critical review mengenai Howard Zinn, yang harus
berbahasa Inggris. Entah mengapa pikiran
ini seolah – olah tidak tahu sama sekali, padahal hanya diubah dari critical
review “Bahasa Indonesia” menjadi critical review “Bahasa Inggris”.
Semua itu semakin menjadi, ketika membuka tugas critical review
beberapa beberapa menit sebelum pembelajaran dimulai. tulisannya acak-acakan! Tidak tercantum halaman. Padahal sehari sebelumnya tugas ini telah
dicek ulang dan diperbaiki kembali setelah hasil print out pertama juga
acak-acakan. Rasanya ingin cepat-cepat
membuka file yang ada di memory card, mengeceknya kembali, kemudian menge-print
ulang tugas itu.
Namun pikiran itu sirna ketika melihat Mr. Lala telah muncul dari balik pintu. Di sisi lain hati-pun berkata “Sudahlah,
pasrah saja toh sudah mencoba memperbaikinya” dan ingatan kala semester dua-pun
muncul sekelebat yakni; perkataan Mr. Lala “saya lebih baik menikmati makanan yang
biasa saja, tapi sang koki cepat dalam menyajikannya. Daripada makanan yang enak yang disajikan
sang koki dalam waktu yang sangat lama.
Dan tidak ada satu tulisanpun sempurna”
disaat banyak anak yang terlambat karena memperbaiki paper mereka. Yang akhirnya memunculkan pikiran “Sudahlah,
bukna waktunya lagi untuk memperbaiki lagi, apapun yang terjadi nantinya itulah
konsekuensi yang harus diterima”. (sedikit cerita tentang apa yang mengganggu
pikiran saya Jum’at kemarin)
Mari kita beralih pembahasan ke pokok pembicaraan utama di class
review kali ini yakni; apa saja yang diperoleh dari pertemuan ketujuh
kemarin. Berikut ini adalah salah
satunya :
Yang pertama, Mr. Lala
membuka pembelajaran kemarin dengan mengulas kembali apa yang dibahas minggu
sebelumnya. Pembahasan tersebut diantaranya :
1.
Salah
satu tugas “Penulis” adalah untuk mengungkap kemungkinan – kemungkinan baru
dari sebuah pemahaman. Hal ini
memerlukan banyak latihan karena dunia, menulis bukan hal yang instant.
2.
Menjangkau
bentuk-bentuk baru dari pemahaman meliputi tiga tahap penting :
3.
Menulis
adalah masalah menciptakan “Affordance” dan mengeksplorasi makna.
Maksudnya
menciptakan usaha dan makna yang mungkin tersirat dalam episentrumnya, dengan
tujuan untuk menarik minat pembaca.
4.
Menulis
adalah sebuah semogenesis
Semogenesis
adalah istilah yang diciptakan Halliday & Matthiessen (1999:17) untuk
merujuk pada penciptaan yang berarti atau bermakna. Mereka menyarankan bahwa setidaknya ada tiga dimensi atau bingkai waktu
untuk sebuah “Proses” yakni:
a.
Dimensi filogenetik untuk mencakup evolusi dalam
bahasa dan dalam bahasa tertentu;
b.
Dimensi ontogenetic untuk mencakup perkembangan
linguistik dalam individu, yaitu
meningkatkan linguistik individu repertoar atau menyimpan, dan
meningkatkan linguistik individu repertoar atau menyimpan, dan
c.
Dimensi logogenetic untuk mencakup terungkapnya
makna dalam wacana aktual.
Makna
terus diciptakan, ditransmisikan, diciptakan, diperpanjang dan diubah (1999:
18) oleh proses yang beroperasi di masing-masing dimensi, atau kerangka
waktu.
Halliday & Matthiessen (1999: 18-22) kemudian menggambarkan tiga jenis proses dimana berarti potensi dapat diperluas. Tanda linguistik baru dapat diproduksi, kami akan memanggil proses ini 'inovasi', atau tanda linguistik dapat dibagi untuk kelezatan semantik, kita akan menyebutnya Proses 'diferensiasi', dan tanda dapat 'didekonstruksi', yaitu makna dan yang
realisasi dalam kata-kata dapat terlepas dari satu sama lain dan kembali melekat pada susunan kata lain dan makna.
realisasi dalam kata-kata dapat terlepas dari satu sama lain dan kembali melekat pada susunan kata lain dan makna.
5.
Thesis
statement adalah tahapan yang sangat penting untuk membuat dialog awal dengan
yang diharapkan pembaca.
Untuk membentuk suatu potensi makna dalam sebuah teks maka harus
menambahkan “gravity dan episentrum (pusat)” untuk menarik pembaca.
6.
Apa
yang dibahas diminggu lalu hanya sebuah “micle stone (batu loncatan)”.
7.
Jika
diminggu lalu telah diperoleh pemahaman bahwa
Historian
= Linguist
Maka dipertemuan ketujuh kemarin ditambahkan lagi satu poin menjadi
:
Historian
= Linguist = Poet
Kedua rumus diatas pada intinya memiliki kesamaan dalam tujuan yang
berfungsi untuk mengangkat sebuah nilai untuk mengungkap kebenaran yang
tersembunyi. Menemukannya kemudian
menciptakan dengan pengetahuan yang baru.
Menurut Howard Zinn (2005 : 15) “There is no such thing as a
whole story; every story is incomplete.”
Bahwa sebenarnya tidak ada sejarah yang diceritakan secara utuh, setiap
sejarah pasti tidak lengkap. Hal ini
mengindikasikan bahwa harus melakukan kegiatan (discovering) sisi lain sejarah melalui
praktek literasi.
Selain historian, linguist juga akan membantu dalam proses
pengungkapan sejarah melalu praktek critical linguistic. Fowler (1996 : 10) mengatakan “layaknya historian, critical
linguist bertujuan untuk memahami values yang berhubungan dengan sosial,
ekonomi, susunan politik, diakronik mengubah nilai-nilai dan susunan.” Selain itu, ideologi juga turut campur dalam
hal ini. Ideologi merupakan perantara
antar instrument dan proses historical.
(Fowler, 1996 :12) mengatakan bahwa ideologi terdapat dimana-mana di
setiap teks tunggal (lisan, tulis, audio, visual, atau kombinasi dari semua
itu).
Selain historian dan linguist, Milan Kundera mengatakan bahwa
“untuk menulis, poet berarti harus menghancurkan dinding dibelakang sesuatu yang
“selalu ada” hal tersembunyi {Kundera (in L’Art duroman,
1986)}. Dalam hal ini berarti tugas
“poet” tidak berbeda dari karya sejarah, yang juga menemukan daripada
menciptakan. Sejarah itu seperti
penyair, mengungkapkan, dalam situasi yang selalu baru, kemungkinan yang sampai
saat sekarang tersembunyi.
Apa yang dilakukan sejarah adalah tujuan untuk poet. Untuk naik ke misi ini, penyair harus menolak
melayani kebenaran yang diketahui sebelumnya.
kebenaran sudah jelas, karena mengambang dipermukaan. Karena sejarah adalah proses tanpa akhir
penciptaan manusia, apakah itu bukan karena alasan yang sama (dan oleh tanda
yang sama) proses tak berujung penemuan diri manusia?
Pada hari Jum’at kemarin setelah Mr. Lala menjelaskan apa yang
telah ditulis diatas, semua mahasiswa melakukan peer review selama 45 menit. Apa yang harus dinilai adalah dua parameter dasar: kesatuan-koherensi yang
dilihat dari rincian di bahan
tambahan.
Mr. Lala sendiri mengusulkan ini : 40% untuk UNITY dan 60% untuk koherensi.
Mr. Lala sendiri mengusulkan ini : 40% untuk UNITY dan 60% untuk koherensi.
Setelah proses peer review selesai, Mr. Lala menjelaskan apa yang
seharusnya di tulis di critical review yakni; kejelasan dalam structur
organitation.
a.
Introduction
Harus mengandung thesis statement
dan membuat pembaca tertark untuk meneruskan membaca. Contoh : This paper offers a critical
insight/perspective on Howard Zinn’s article entitled “Speaking Truth to Power
with Books”.
b.
Summary
Contoh
: There are several basic points that
Zinn wrote on Columbus, whom we ridicolusly percieve as the hero/the discoverer
of America.
First.....Second....Third.....
c.
Critique
Berisi kritik terhadap apa yang
dijadikan objk kritik dalam teks. Contoh
: There are four points that are neglacted in Zinn’s article. First.... second
d.
Conclusion
Mencakup kesimpulan dari apa yang
telah dibahas. Contoh : There are two
basic that can be concluded....
e.
References
Dari mana saja asal data yang
tercantum dalam teks. Dalam peulisannya,
harus dicantumkan secara jelas sumbernya, dan penulisan referensinya-pun harus
benar, sesuai di APA (American Psichological Association) Style. Dalam APA Style, kutipan dalam teks
ditempatkan dalam kalimat dan paragraf sehingga jelas mana informasi yang
dikutip atau diparafrasekan dan untuk meyakinkan pembaca.
Dalam gaya APA, kutipan dalam teks ditempatkan
dalam kalimat dan paragraf sehingga jelas informasi apa yang sedang dikutip
atau diparafrasekan dan informasi yang sedang dikutip.
Contoh:
1.
Karya-karya
seorang penulis tunggal
Nama terakhir dari penulis dan tahun
publikasi dimasukkan dalam teks pada titik yang tepat.
contoh : Dari teori tentang rasionalitas terikat (Simon, 1945).
contoh : Dari teori tentang rasionalitas terikat (Simon, 1945).
Jika nama penulis atau tanggal
muncul sebagai bagian dari narasi, mengutip hanya informasi yang hilang dalam
tanda kurung , contoh : Simon (1945 ) mengemukakan bahwa...
2.
Karya-karya
beberapa penulis
Ketika sumber memiliki dua penulis , selalu mengutip kedua
nama setiap kali referensi muncul dalam teks . Dalam materi sumber gabungkan
nama-nama dengan tanda “&”.
Contoh : ( Leiter & Maslach , 1998)
Dalam teks narasi, tulis nama dengan kata hubung " dan ".
Sebagai Leiter dan Maslach ( 1998)
menunjukkan....
Ketika pekerjaan memiliki tiga,
empat, atau lima penulis, mengutip semua penulis pertama kalinya referensi
terjadi. Kahneman, Knetsch, dan Thaler (
1991) menemukan....
Dalam semua kutipan berikutnya per
ayat, hanya menyertakan nama penulis pertama diikuti dengan " et al .
" ( Latin untuk " dan lain-lain " ) dan tahun publikasi .
Kahneman et al . ( 1991) menemukan.....
Kahneman et al . ( 1991) menemukan.....
Itu
adalah satu, dua contoh yang ada di APA style, dan untuk lebih jelasnya dapat
dilihat di alamat ini : https://www.library.cornell.edu/resrch/citmanage/apa
Dari semua pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa “Historian, linguist, poet” merupakan tiga unsur yang saling
berkaitan dalam pembentukan makna. Poin
utama dari kesemuanya itu adalah Literasi.
Dalam critical review structur organitation harus diperhatikan, selain
itu kesatuan dan koherensi juga perlu untuk diperhatikan lagi, agar tercipta
karya yang layak untuk dibaca. Meski
awalnya belum bisa menghasilkan karya yang luar biasa, tapi jika itu dilakukan
dengan sungguh-sungguh meski hanya selangkah demi selangkah ( pelan dalam
proses), tapi insyaallah akhirnya nanti
akan mampu menghasilkan karya cipta yang luar biasa.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)