Thursday, March 6, 2014
Created By:
Suneti Alawiyah
#CRITICAL REVIEW 2
Name : Suneti Alawiyah
Class : PBI-D/4th Semester
NIM : 14121330390
MELACAK JEJAK SEJARAH LEWAT KARYA SASTRA
Sastra memiliki kaitan erat
dengan aspek kesejarahan. Sastra bisa
menjadi rujukan atau bahan data untuk mengetahui peristiwa sejarah. Dalam hal ini, adanya keterkaitan antara teks
dan konteks sastra dengan berbagai kekuatan sosial, ekonomi dan politik yang
melingkupinya. Dengan menekankan kajian
antara teks dan sejarah, akan membantu menemukan potongan sejarah yang kabur
atau hilang. Dengan kata lain, karya
sastra ikut membangun, mereproduksi, mendeskripsiskan, norma, nilai-nilai
budaya melalui tindak verbal dan imajinasi kreatifnya, karena teks merupakan produk
dari kekuatan sosial historis pada zamannya, akan tetapi pada saat yang sama
teks juga menghasilkan dampak sosial.
Sejarah itu sendiri terdiri dari berbagai teks yang masing-masing
menyusun satu versi tentang kenyataan.
Jadi, kaitan antara karya sastra dengan sejarah adalah adanya kaitan
intertekstual antara berbagai teks, baik fiksi maupun fakta.
Bahkan, Louis A. Montrose mengungkapkan
hubungan yang sangat dekat mengenai keterkaitan sastra dan sejarah, yakni ‘membaca
sastra sama dengan membaca sejarah; membaca sejarah sama dengan membaca sastra.’ Critical Essay ini dibuat untuk
menanggapi artikel ‘Speaking Truth To Power with Books,’ yang
ditulis oleh sejarawan fenomenal Howard Zinn.
Howard zinn adalah seorang sejarawan, dosen, penulis naskah, dan aktivis
politik di universitas boston, yang
sejak awal telah menjadi oposisi terhadap keterlibatan Amerika di Vietnam dan
kritikus terkemuka terhadap Rektor universtas boston, John Silber. Meninggal karena serangan jantung di Santa
Monica, California, saat sedang dalam perjalanan, demikian keterangan
keluarganya. Ia meninggal pada usia 87 tahun.
Dr. Zinn lahir di kota New York, 24 Agustus, 1922, anak dari keluarga
imigran Yahudi, Edward Zinn, seorang pelayan, dan Jennie (Rabinowitz) Zinn, ibu
rumah tangga. Ia murid sekolah negeri New York dan bekerja di Brooklyn Navy
Yard , sebelum bergabung di Angkatan Udara selama perang Dunia II. Ia bekerja
sebagai pembom di Angkatan Udara Divisi ke-18, dan dia ‘dianugerahi’ tanda jasa
dan pangkatnya naik menjadi letnan dua. Setelah
perang, Dr. Zinn bekerja serabutan hingga akhirnya mendaftarkan diri ke
Universitas New York dalam usia 27 tahun. Ia kemudian menikahi Roslyn Shechter
pada tahu 1944, bekerja sebagai supir truk angkutan gudang untuk membiayai
kuliahnya. Ia menerima gelar sarjana mudanya dari uiversitas New York, kemudian
mendaftarkan diri pada program S1 dan doktoral bidang sejarah di Universitas
Colombia. Beliau aktif dalam bidang karya sastra terutama dalam tulis-menulis. Hal ini, terlihat dari beberapa buku yang
telah beliau rampungkan, dan diantaranya A People’s History of the United States
yang menggemparkan masyarakat Amerika-bahkan masyarakat di belahan dunia, mengenai pertanyaannya tentang keabsahan Cristhoper
Columbus yang diklaim sebagai penemu benua Amerika. Melalui wacana ‘Speaking Truth to Power
with Books,’ Zinn memaparkan bahwa karya sastra (buku) memiliki pengaruh
yang sangat besar dalam pola pikir seseorang.
Speaking Truth berarti berbicara tentang kebenaran, Power berarti
kemampuan untuk mengendalikan seseorang atau sesuatu, sedangkan Books berarti jumlah
lembar kertas yang diikat bersama dalam sampul (4th Edition
Oxford Advanced Learner’s Dictionary).
Jadi, Speaking Truth to Power with Books berarti berbicara benar
terhadap kekuatan (pemerintah) dengan buku.
Berbicara mengenai karya sastra (buku) tak akan lepas dari ihwal
literasi (teks). Miko Lehtonen
menyebutkan bahwa ‘With regard to their physical side we can think that
texts are com-municative artefacts, in other words, human-produced instruments
of communication,’ dengan jelas,
Lehtonen berpendapat bahwa manusia
menghasilkan instrumen berupa artefak (teks) sebagai bentuk komunikasi. Dalam artikelnya, Zinn mengemukakan efek
sebuah karya sastra (buku) yang dapat mempengaruhi hidup seseorang-bahkan mengubah dunia.
Zinn juga mengungkapkan adanya keterkaitan yang sangat besar dari sebuah
karya sastra (buku) dan sejarah dalam mengubah pola pikir seseorang. Di dalam artikelnya, terdapat beberapa
argumen mengenai peran penting sebuah karya sastra (buku) dalam mengubah
paradigma seseorang, yaitu:
Pertama, mengenai ‘...they can introduce
an idea that the reader never thought before.’ Membaca buku-seperti yang diterangkan oleh Zinn, bahwa pembaca akan
menemukan sebuah ide atau gagasan yang tidak pernah terifirkan sebelumnya. Buku sebagai wahana komunikasi antara-paling tidak penulis dengan pembaca, dapat memberikan
makna baru bagi pembaca, karena di dalam sebuah teks ada yang dimaksud dengan semogenesis
(proses pembentukan makna), yakni ‘...that language has within
itself the resources by which people can create new meanings,’ (Halliday
dan Matthiessen, 1999 yang dikutip oleh Paul Tench dalam bukunya
‘Process of Semogenesis in English Intonation’).
Kedua, mengenai ‘It may strike you that
we do not all have the same interest.’
Selain itu, hal lainnya yang mungkin terjadi setelah membaca buku adalah
bahwa kita semua tidak memiliki kepentingan yang sama. Seperti seorang penulis buku yang memiliki
background sebagai pengusaha jamu herbal, ketika dia menerbitkan buku, akan
sangat mungkin buku yang ia terbitkan mengenai seputar obat herbal. Hal ini adanya kepentingan lain dari
penerbitan buku tersebut, bukan hanya memberikan informasi, akan tetapi secara
tidak langsung dia mempromosikan obat herbal yang menjadi usahanya.
Ketiga, mengenai ‘that is, as soon as
facts are presented, as soon as facts are put out in the world (you put them
out in the world or somebody else puts them out to you), they represent a
judgment,’ yang berarti segera setelah fakta-fakta yang disajikan di dalam
buku di publikasikan kepada dunia, maka akan ada beberapa orang yang akan
menghakimi anda ketika buku tersebut tidak sesuai dengan apa yang sudah
diyakini selama bertahun-tahun. Hal ini
dibuktikan dengan aksi protes hampir semua masyarakat Amerika dan dunia
terhadap Howard Zinn mengenai pemikiran ‘nakal’ nya terhadap penemu benua
Amerika Cristopher Columbus dalam buku fenomenalnya ‘A People’s History of
the United States.’ Di dalam
artikelnya Howard Zinn menyebutkan bahwa ia menerima banyak sekali e-mail dari
masyarakat yang menuai protes akan bab pertama dalam buku tersebut. Dalam artikelnya Zinn mengatakan bahwa ‘sebaliknya,
saya menyimpulkan bahwa semua surat yang dikirimkan kepadanya berisi tentang
bab pertama, mereka marah karena mereka dibesarkan di Amerika Serikat yang
belajar tentang Columbus sebagai pahlawan, seorang penemu besar, Columbus
pembaca alkitab yang taat, dan untuk membaca tentang Columbus sebagai pembunuh,
penyiksa, penculik, mutilator orang pribumi, munafik, orang yang tamak mencari
emas, dan rela mencincang orang-orang yang mencoba menghalanginya-itu mengejutkan mereka.’ Selain itu, Zinn juga menerima
surat dari seorang guru di California, di dalam suratnya dia mengatakan bahwa
seorang siswanya membwa pulang buku Howard Zinn, dan sesampainya di rumah,
ibunya membaca buku tersebut, tak lama kemudian, ibu dari siswanya mengatakan
bahwa gurunya adalah seorang komunis.
Hal ini menjadi bukti bahwa peran penting buku dapat menyebabkan
revolusi dalam pemikiran seseorang.
Selama ini selalu dipersepsikan bahwa penemu Benua
Amerika adalah Christopher Colombus pada 12 Oktober 1492. Sejak SD dan
seterusnya kita dijejali dengan sejarah yang salah. Menurut versi tersebut,
ketika pertama kali menginjakkan kakinya di daratan, dia menyangka mendarat di
semenanjung Hindia, sehingga penduduk aslinya disebut ‘Indian’. Tapi menurut
versi lain, penelitian ulang yang dilakukan oleh beberapa peneliti barat, atau
penelitian dari sumber-sumber tertulis dari kalangan Muslim, ilmuan Muslim,
ditemukan data baru bahwa Benua Amerika ditemukan oleh penjelajah Muslim pada 603
tahun sebelum Colombus menginjakkan kakinya di benua Amerika. Literatur yang menerangkan bahwa penjelajah
Muslim sudah datang ke Amerika sebelum Colombus, antara lain pakar sejarah dan
geografer Abul Hassan Ali Ibnu al-Hussain al-Masudi (871-957M). Dalam bukunya
Muruj Adh-Dhahabwa Maad al-Jawhar (The Meadows of Gold and Quarries of
Jewels/Hamparan Emas dan tambang Permata), Al-Masudi telah menuliskan bahwa
Khaskhas Ibnu Sa’ied Ibn Aswad, seorang penjelajah Muslim dari Cordova,
Spanyol, berhasil mencapai benua Amerika pada 889 M. Akan tetapi sejarawan barat mengungkapkan
bahwa perjalanan Colombus dimulai pada tanggal 3 Agustus 1492, sehari setelah
jatuhnya Granada, benteng terakhir umat Islam di Spanyol. Dalam pertarungan
hidup-mati itu, 300 ribu orang Yahudi diusir dari Spanyol oleh raja Ferdinand
yang Kristen. Selanjutnya, adanya perjuangan penggalangan dana oleh kaum Yahudi
untuk mendukung perjalanan Colombus dan pada hakikatnya juga pelayaran bagi
pelarian Yahudi Spanyol ke Amerika. Tapi
ada bagian informasi yang sengaja tidak dipublikasikan, yakni bahwa Colombus
membawa dua kapal, yakni kapal Pinta dan Nina. Kedua kapal ini dibantu oleh
nahkoda Muslim bersaudara. Martin Alonso Pinzon menahkodai kapal Pinta, dan
Vicente Yanex Pinzon menahkodai kapal Nina. Keduanya sebenarnya masih keluarga
Sultan Maroko Abu Zayan Muhammad III (1362-1366) yang menguasai kekhalifahan Marinid
(1196-1465). Informasi tersebut juga ditemukan dalam buku karya John Boyd
Thacher, Christopher Colombus, New York, 1950.
Kemudian, warga Amerika
meyakini bahwa Columbus adalah ‘bapak’ mereka.
Cristhoper Columbus lahir pada tahun 1451 di Genoa, Italia. Navigator Spanyol Italia yang berlayar dari
barat melintasi Samudra Atlantik dalam mencari rute ke Asia, akan tetapi
mencapai ketenaran dengan membuat pendaratan di Amerika sebagai gantinya. Pada tanggal 12 Oktober 1492 M, Cristopher
Columbus mendarat di kepulauan Bahama, Kuba dan Santo Domingo di bagian
selatan. Hari bersejarah ini kemudian
diperingati setiap tahun sebagai ‘Columbus Day’ hingga sekarang. Secara resmi rakyat Amerika diminta untuk
merayakan peringatan penemuan negara mereka dengan kebaktian di gereja dan
kegiatan-kegiatan lain. Di beberapa kota
diselenggarakan pawai dan acara-acara besar.
Sebagian perayaan berpusat pada komunitas Amerika keturunan Italia. Awal
penemuan dunia baru ini dimulai pada ekspedisi Spanyol pada saat mencari rute
perjalanan laut langsung dari Eropa ke Asia, Christoper Columbus secara tidak
sengaja menemukan Amerika. Sejak saat
itu, namanya terkenal sebagai penemu benua Amerika. Dalam berbagai literature selama bertahun-tahun,
Columbus dipercaya sebagai orang eropa pertama yang mendaratkan kakinya di
benua Amerika tersebut. Beberapa penulis
Amerika juga memuji-muji atas jasa yang Columbus berikan terhadap Amerika. Buku teks pelajaran yang ada di seluruh dunia
menyebutkannya. Akan tetapi, dengan
berani Howard Zinn mematahkan keumuman tersebut dengan memberikan fakta-fakta
baru mengenai sisi kebrutalan Columbus sebagai mutilator paling sadis di
sepanjang sejarah. Fakta-fakta yang
diungkap oleh Zinn menuai berbagai kritikan pedas dari berbagai kalangan. Inilah bukti bahwa sebuah buku dapat menuai
berbagai kecaman atas fakta-fakta yang disajikan.
Keempat, mengenai ‘very often, people
believe they know something when they really do not.’ Dari buku kita dapat mengetahui apa yang
orang lain rasakan. Zinn memulai contoh
dengan buku perang yang pernah ia baca.
Dulu, Zinn adalah seorang di
kota-kotapembom pada perang dunia kedua, dia bergabung dengan tentara Amerika
yakni Air Force. Tugasnya adalah
menjatuhkan bom dari ketinggian 30.000 kaki.
Akan tetapi, Zinn mengaku tidak mengerti apa yang ia lakukan tehadap
penjatuhan bom-bom tersebut. Setelah
perang usai, lalu ia membaca beberapa buku yang menceitakan keadaan kronologis
perang, seperti korban-korban yang terkena bom, yang kehilngan kaki dan
tangannya. Dari buku tersebut, akhirnya
dia mengerti bahwa ini adalah apa yang dilakukan saat membom orang-orang
dulu. Jadi, sebuah buku dapat memberikan
pembaca efek yang sangat luar biasa.
Kelima, mengenai ‘...and that is throught
the literature of absurdity.’ Buku
juga dapat membuat pembaca berfikir mengenai pemikiran-pemikiran absurd
penulis. Zinn mencontohkan pemikiran
absurd yang di kemukakan oleh Kurt Vonnegut mengenai jawabannya ketika ia
ditanya ihwal kenapa anda menulis? Dan
ia menjawab ‘saya menulis dikarenakan anda akan tahu bahwa ada orang yang
merasakan hal yang anda lakukan tentang dunia, bahwa anda tidak
sendirian.’ Dari pernyataan Kurt
tersebut, itu adalah gagasan yang dinilai Zinn sebagai sesuatu yang absurd,
akan tetapi hal itu dapat membuat pembaca berpikir.
Speaking Truth to Power with Books yang
ditulis oleh Howard Zinn adalah salah satu dari sekian banyak buku yang dapat
mempengaruhi pola pikir manusia. Hal ini
senada dengan Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim dalam buku Bahasa dan
Kekuasaan tahun 1996, mengungkapkan bahwa ‘Language is also a medium of
domination and power,’ dapat dilihat bahwa bahasa, baik itu dalam bentuk
lisan maupun dalam bentuk tulisan memiliki peran penting pada setiap aspek kehidupan. Zinn dengan jelas memberikan contoh-contoh
bagaimana seseorang dapat dipengaruhi, membuat pemahaman makna baru, merasakan
apa yang orang lain rasakan dan masih banyak lagi, semuanya terekam dalam
potongan kertas yang dijilid yang di dalamnya berisi ribuan informasi dan
pengetahuan yang disebut sebagai buku.
Dari karya sastra (buku) juga pembaca mengetahui kebenaran fakta-fakta
mengenai sejarah, terutama yang diungkap Zinn tentang Columbus si penemu. Zinn juga menuliskan bagaimana sebuah buku mempengaruhi
pembaca, dan apa yang kemudian pembaca lakukan, dan mengenai apa yang orang
lain lakukan, dan apa hubungan dengan orang yang lain lakukan, kemudian apa
hubungannya dengan dunia. Semuanya
berawal dari karya sastra-buku. Howard Zinn memang seorang
legenda, ia berani dengan pemikirannya yang tidak umum, menceritakan sisi
lain dari seorang Columbus yang
dipercaya sebagai penemu benua Adi Daya tersebut. Membaca artikelnya, akan membuat pembaca kaya
akan pemikiran baru yang belum pernah
terfikirkan sebelumnya. Akan tetapi,
bukannya ia tanpa kekurangan. Ada
beberapa poin-poin yang harus dituliskan disini mengenai tanggapan dari artikel
Zinn ini, yaitu:
Pertama, mengenai ‘tidak adanya beberapa referensi dan catatan kaki pada artikel tersebut.’ Dari wacana Speak Truth to Power
with Books, ada beberapa fakta yang seharusnya diberikan catatan darimana ia
mendapatkan informasi tersebut. Apalagi,
dalam penulisan akademik yang identik dengan bukti dan fakta yang jelas dalam
setiap penulisan, hal ini di khawatirkan isu besar yang digagas oleh Zinn tidak
dianggap dalam kalangan akademisi. Referensi
ini berguna sebagai dalil penguat fakta yang diberikan oleh sebuah
tulisan. Bahkan, ada ungkapan bahwa
semakin banyak referensi, maka tingkat kebenaran semakin tinggi pula. Hal ini dimaksudkan agar mencegah kekeliruan
informasi yang disampaikan. Zinn hanya mengatakan bahwa semua isu besar itu
berawal dari pengalamannya. Hal ini
terlihat pada paragraf kelima dari artikel tersebut, yang berbunyi ‘I imagine
others have had the same experience.’
Kedua,
mengenai ‘tidak adanya definisi yang jelas tentang wacana Speak Truth to
Power with Books itu sendiri.’ Zinn
memberikan definisi pada wacana ini secara tidak langsung, akan tetapi secara
tidak langsung (tersirat) dengan memberikan contoh-contoh nyata bagaimana yang
dimaksud dengan ‘power with books’ itu sendiri.
Pemberian definisi oleh penulis dinilai sangat penting, agar pembaca
tahu batasan-batasan yang dibahas oleh penulis.
Selain itu, tidak semua pembaca memahami maksud dari penulis. Adakalanya pemberian definisi mengenai topik
yang dibahas akan membantu pembaca dalam lebih memahami tujuan dari penulisan
tersebut. Terlebih teks yang bersifat
hukum atau masalah fiqih yang jika salah memahaminya akan berakibat kepada
kekeliruan dan penafsiran yang salah terhadap hukum tersebut. Untuk itu, pemberian definisi akan sangat
penting bagi sebagian orang yang pemahamannya tidak sama dengan orang lain,
karena setiap orang yang menerjemahkan teks bergantung pada background
(latarbelakang) pendidikan, sosial, budaya dan etnisnya, native speaker yang
berbahasa Inggris akan lebih memahami artikel ini, akan tetapi bagaimana dengan
orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Tentu, hal ini akan terasa lebih sulit dari
yang dibayangkan. Akan tetapi-apapun itu Zinn tetaplah seorang Howard Zinn. Penulis inspiratif dan seorang aktivis yang
melalui karyanya mampu menggemparkan dunia dengan pemikiran-pemikiran dalam
menghadirkan karya sastra dengan sudut pandang yang berbeda.
Bagi Howard Zinn, aktivisme merupakan pembongkaran
alamiah saja bagi pembaruan sejarah yang dia ajarkan. Ia menulis buku yang
sangat terkenal, ‘A people’s History of United states’ (1980), yang
mengunggulkan rakyat sebagai pahlawan ketimbang bapak-bapak pendiri
bangsa--yang sebagian besar adalah para pemilik budak, yang sangat terikat erat
pada kemapanan, sebagaimana sering dengan segera dikatakan oleh Dr.Zinn--atau
pahlawannya adalah kaum tani yang melakukan Pemberontakan Shay dan para aktivis
serikat buruh pada tahun 1930-an. Sebagaimna
ia menuliskannya dalam oto-baografinya, "You Can't Be Neutral on a Moving
Train" (Kau Tak Bisa Netral terhadap Kereta yang Bergerak) (1994), yang
artinya kurang lebih seperti ini, "Sejak awal, apa yang aku ajarkan
dimaknai juga oleh sejarah hidupku. Aku harus mencoba selalu jujur terhadap
pandangan-pandangan yang berbeda, tapi aku ingin lebih dari sekadar mengajarkan
'obyektivitas'; aku ingin mahasiswa-mahasiswaku meninggalkan kelas bukan saja
sekadar mendapatkan informasi yang lebih baik, tapi lebih siap menghancurkan
kebisuan, lebih siap untuk berbicara, lebih siap bertindak melawan
ketidakadilan di mana pun mereka temukan itu.’ Hal tersebut, menjadikan ia
seorang yang dihormati atas perlawanannya terhadap apa yang dianggapnya tidak
benar. Melalui buku ia berbicara,
melalui buku ia menyampaikan, melalui buku ia menyadarkan, melalui buku ia
mengubah paradigma-melalui buku ia
mengubah dunia.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ‘Buku
adalah kawan terbaik’ merupakan ungkapan yang tepat dan bijak, sebagai kawan,
buku tak hanya memberikan waktu dan loyalitas.
Ia juga menyisipkan butir-butir cahaya ke dalam pikiran manusia. Sebuah buku tak layak dianggap hanya sebagai
tumpukan kertas dengan luapan tinta di dalamnya. Dengan segenap kata yang memiliki ruhnya,
ternyata buku mampu mengubah hidup seseorang, bahkan mengubah dunia. Mungkin itulah ungkapan yang pas dalam memaknai
sebuah buku. Selain itu perlu keberanian
yang kuat untuk menguak fakta-fakta yang mungkin ‘sengaja’ di sembunyikan oleh
pihak-pihak tertentu demi kepentingan tertentu.
Dan lagi-lagi buku dapat memberikan alasan tersendiri dalam menyampaikan
makna pesan yang penulis bangun dalam ‘kuburan’ hidup itu. Dari membaca buku kita akan tahu mengenai
dunia. Akan tetapi, sebagai pembaca,
sebaiknya jangan telan mentah-mentah apa yang penulis tuliskan. Baiknya, telaah dahulu sebelum menerima
‘pemikiran’ dari penulis buku tersebut.
Jangan pernah merasa cukup dalam melahap informasi yang tersaji begitu
luas dalam sebuah buku. Baca. Baca.
Baca.
Referensi:
http://www.erlangga.co.id/resensi/7208-buku-buku-yang-mengubah-dunia.html di unduh pada tanggal 5 Maret 2014 pukul 17.08
http://info-biografi.blogspot.com/2010/04/biografi-christopher-columbus.html#OLDj8X0MAAAbTpcX.99 di unduh pada tanggal 1 Maret
2014 pukul 15.34
www.IndoCropCircles.wordpress.com/worldbulletin/gemaislam.com di unduh pada
tanggal 1 Maret 2014 pukul 15.40
http://jakartabeat.net/kolom/konten/howard-zinn-dan-sejarah-orang-orang-kalah di unduh pada tanggal 5 Maret 2014 pukul 10.26


Subscribe to:
Post Comments (Atom)