Thursday, March 6, 2014

Manupulasi Kebenaran dengan Buku

Critical Review 2

Manipulasi Kebenaran dengan Buku

Buku adalah tempat kita menuangkan sesuatu, melalui buku kita bisa mengetahui sebuah fakta, kebenaran, kebohongan, kenistaan, pengetahuan, ilmu bahkan seluruh dunia berada dalam sebuah buku.   Orang-orang mengajarkan ilmu pengetahuan melalui buku, mereka menjaga agar pengetahuan tetap hidup melalui buku.  Tapi apakah kita yakin, apa yang telah kita pelajari dari buku adalah sebuah kebenaran? Atau justru apa yang kita baca dari buku adalah sebuah kebohongan yang paling indah? Apa sebenarnya fungsi dari buku?

Buku memang sangat bermanfaat untuk hidup kita terutama untuk pengetahuan kita.  Buku dapat memberikan efek yang sangat besar untuk hidup kita bahkan dapat merubah hidup kita.  Namun kita butuh pedoman yang benar.  Buku dapat berupa sebuah manipulasi dari kebenaran yang disembunyikan, buku dapat dijadikan senjata yang mematikan yang dapat meracuni generasi bangsa.  Melalui buku, seorang penulis dapat menghipnotis pembaca buku, membelokan kemudi pemikiran kearah tujuan sang penulis.  Ketika kita membaca buku dan hanya berkata “ya” dan setuju dengan semua yang tertera dibuku, disitulah kita sedang memasuki pola manipulasi pemikirin yang disebabkan oleh buku.  saat itu buku sedang menjalankan perannya sebagai peberi efek yang sangat besar kepada pemikiran seorang pembaca
Howard Zinn dalam artikelnya yang berjudul “Speaking Truth to Power with Books”, mengatakan buku dapat memberikan efek yang sangat besar kepada diri kita.  Dalam artikelnya Howard Zinn bercerita kebenaran dari buku dan pegaruhnya terhadap kehidupan pembaca.  Melalui pengalaman interpersonalnya Howard Zann berusaha menyampaikan efek yang diberikan oleh buku kepada pembacanya.  Ketika ia berada di University of Hawai bertemu dengan seorang mahasiwa yang membaca buku The Color Purple by Alice Walker, kemudian mahasiswa tersebut mengatakan “buku ini mengubah hidup saya.”  Buku dapat merubah hidup seseorang dengan merubah kesadaran seseorang maka akan memiliki efek kepada dunia.
Buku dapat merubah kesadaran seseorang melalui beberapa cara, buku memperkenalkan sebuah ide yang tidak pernah terpikirkan oleh pembaca sebelumnya.  Ketika kita membaca Herman Melville, Billy Budd, kita dihadapkan pada situasi dimana semua orang mematuhi hukum, namun jika kita terus membaca secara luas kita akan mulai berpikir “kenapa kita melakukan ini?” Kenapa kita tidak memikirkaan tentang diri kita sendiri?”  ini adalah wawasan yang didapatkan dari sebuah buku.
Setelah membaca buku, terutama buku sejarah orthodox kita akan tahu bahwa kita memiliki kepentingan yang berbeda-beda.  Kita diberitahu beberapa kebijakan dalam “kepentingan nasional” sesuatu harus dilakukan untuk keamanan nasional dan pertahanan nasional, maka munculah kepura-puraan untuk kepentingan bangsa.  Melalui buku kita tahu bahwa kita bukanlah keluarga yang hebat dan kita harus tahu  siapa teman kita dan siapa musuh kita.
Menurut Howard Zinn, kita tumbuh di negara yang memuja-muja pendiri bangsa dan menjunjung tinggi konstitusi.  Konstitusi dianggap dokumen suci dan kita tidak bisa berkata apa-apa tentang pendiri bangsa kita. Ada wawasan yang berasal dari buku ketika membaca Dickens Hard Times, Howard Zinn menemukan karakter kepala sekolah “Gradgrind” yang menyarankan seorang guru muda untuk mengajarkan fakta, “nothing but fact”.  Namun tidak ada fakta yang benar-benar murni tanpa hiasan oleh pengadilan.  Pengadilan adalah pembatasan fakta tentang apa yang harus diketahui dan apa yang tidak harus diketahui.
Senior Bush, George H.W. Bush mengatakan anak-anak harus diajarkan tentang fakta.  Ada beberapa hal yang orang-orang tidak tahu sama sekali tentang kebenaranya. Ketika membaca buku “The Sea Around Us” oleh Rachael Carson, dia tidak memberikan judgment kepada kita dan hanya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan udara dan laut.  Terkadang memberitahu orang tentang apa yang tidak mereka ketahui akan membawa mereka kepada kesadaran yang besar bahkan melakukan sesuatu.
Memberikan orang-orang informasi tentang satu situasi yang tersembunyi memberikan efek yang besar kepada orang-orang.  Ketika Howard Zinn menerbitkan bukunya yang berjudul “A People’s History of the United States”, kritikan banyak berdatangan kepada dirinya, ia mengatakan tentang Christoper Colombus yang menemukan benua Amerika adalah seorang pembunuh, penyiksa, penculik, mutilator, munafik, orang tamak yang mencari emas dan orang yang mencincang orang.  Hal tersebut mengejutkan masyarakat Amerika.  Ketika kita mempelajari sesuatu yang disembunyikan, kita akan bertanya-tanya hal apalagi yang disembunyikan dari kita.
Semua orang tahu perang adalah neraka, tapi ada buku yang mengatakan ada 100 juta ranjau darat terkubur di dalam bumi di seluruh dunia.  Howar Zinn adalah seorang pembom yang menjatuhkan bom dari ketinggian 3000 kaki namun tidak merasakan apa yang apa yang dirasakan orang yang terkena bom.  Setelah membaca buku Jhon Hersey, Hirosima akhirnya Howard Zinn mengerti apa yang dirasakan oleh orang-orang yang terkena bom.
Howard Zinn mencoba mengungkapkan betapa pentingnya buku untuk mengubah dunia.  Namun dia tidak pernah mengatakan secara eksplisit definisi dari buku itu sendiri.  Menurut Wikipedia Indonesia, buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Ada berbagai sumber yang menguak sejarah tentang buku. Awalnya buku pertama disebutkan lahir di Mesir pada tahun 2400-an SM setelah orang Mesir menciptakan kertas papirus. Kertas papirus yang berisi tulisan ini digulung dan gulungan tersebut merupakan bentuk buku yang pertama. Ada pula yang mengatakan buku sudah ada sejak zaman Sang Budha di Kamboja karena pada saat itu Sang Budha menuliskan wahyunya di atas daun dan kemudian membacanya berulang-ulang. Berabad-abad kemudian di Cina, para cendekiawan menuliskan ilmu-ilmunya di atas lidi yang diikatkan menjadi satu. Hal tersebut memengaruhi sistem penulisan di Cina di mana huruf-huruf Cina dituliskan secara vertikal yaitu dari atas ke bawah.
Buku yang terbuat dari kertas baru ada setelah Cina berhasil menciptakan kertas pada tahun 200-an SM dari bahan dasar bambu di ditemukan oleh Tsai Lun. Kertas membawa banyak perubahan pada dunia. Pedagang muslim membawa teknologi penciptaan kertas dari Cina ke Eropa pada awal abad 11 Masehi. Di sinilah industri kertas bertambah maju. Apalagi dengan diciptakannya mesin cetak oleh Gutenberg perkambangan dan penyebaran buku mengalami revolusi. Kertas yang ringan dan dapat bertahan lama dikumpulkan menjadi satu dan terciptalah buku.  Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman.  Buku  adalah jendela dunia.  Ada beberpa jenis buku diantaranya novel, majalah, kamus, komik, ensiklopedia, biografi dan yang lainnya.
Kemudian jika kita lihat dari latar belakang Howard Zinn yang memang seorang sejarawan radikal Amerika yang lebih membela rakyat Amerika sebagai pahlawan daripada pendiri bangsanya.  Dikutip dari Boston Globe, 27 Januari, 2010, Dr. Zinn lahir di kota New York, 24 Agustus, 1922, anak dari keluarga imigran Yahudi, edward Zinn, seorang pelayan, dan Jennie (Rabinowitz) Zinn, ibu rumah tangga. Ia murid sekolah negeri New York dan bekerja di Brooklyn Navy Yard, sebelum bergabung di Angkatan Udara selama perang Dunia II. Ia bekerja sebagai pembom di Angkatan Udara Divisi ke-18, dan dia "dianugerahi" tanda jasa dan pangkatnya naik menjadi letnan dua.
Setelah perang, Dr. Zinn bekerja serabutan hingga akhirnya mendaftarkan diri ke Universitas New York dalam usia 27 tahun. Ia, yang menikahi Roslyn Shechter pada tahu 1944, bekerja sebagai supir truk angkutan gudang untuk membiayai kuliahnya. Ia menerima gelar sarjana mudanya dari uiversitas New York, kemudian mendaftarkan diri pada program S1 dan doktoral bidang sejarah di Universitas Colombia.
Keterlibatan Dr.Zinn dalam gerakan anti-perang mendorong ia menerbitkan dua bukunya: "Vietnam: The Logic of Withdrawal" (Vietnam, Logika Menghentikan Perang) (1967) dan "Disobedience and Democracy" (Ketidakpatuhan dan demokrasi) (1968). Sebelumnya, ia juga menerbitkan "LaGuardia in Congress" (LaGuardia dalam Kongres) (1959), yang mendapatkan penghargaan American Historical Association's Albert J. Beveridge Prize; "SNCC: The New Abolitionists" (SNCC: Gerakan penghapusan perbudakan Baru) (1964); "The Southern Mystique" (Mistik Selatan) (1964); dan "New Deal Thought" (Pemikiran Gagasan Baru) (1966). Dr. Zinn juga penulis "The Politics of History" (Politik sejarah) (1970); "Postwar America" (Amerika Pasca-perang) (1973); "Justice in Everyday Life" (Keadilan dalam kehidupan sehari-hari) (1974); dan "Declarations of Independence" (Deklarasi Kemerdekaan) (1990).
Inilah kritik pedas Zinn pada Samuel Elliot Morrison sang sejarahwan Harvard yang menulis buku seminal Christoper Columbus, Mariner. Benar, Morison tak sedikitpun berbohong soal kekejaman Columbus. Ia bahkan menyebut sang pelaut telah melakukan genosida pada Indian Arawaks. Namun, fakta yang tertera di satu halaman ini kemudian ia kubur dalam ratusan halaman lain yang mengagungkan kebesaran sang pelaut. Keputusan untuk lebih menceritakan sebuah heroisme dan abai pada penekanan fakta pembantaian masal yang terjadi pada suku Indian Arawaks bukanlah sebuah kebutuhan teknis ala pembuat peta, namun murni pilihan ideologis. Sebuah pilihan ideologis untuk menjustifikasi apa yang telah terjadi, pungkas Zinn.
Seandainya Morison adalah seorang politisi dan bukan sarjana, pilihan ideologis ini tak akan jadi begitu serius. Namun justru karena fakta ini diceritakan oleh seorang intelektual, maka implikasinya jadi begitu mematikan. Kita seakan diajarkan sebuah imperatif moral bahwa pengorbanan, meski begitu tak manusiawi, itu perlu untuk sebuah kemajuan. Morison seakan mengatakan dengan kalem bahwa benar telah terjadi pembantaian pada suku Arawaks, namun fakta kecil itu tak sebanding dengan jasa dan kepahlawanan Columbus bagi kita.
Jika kita membaca buku Howard Zinn yang berjudul “People’s History of the United State” maka kita akan terbawa pada pemikiran Howard Zinn dan fakta-faktanya.  Sebaliknya, jika kita membaca buku Samuel Elliot Morrison kita juga akan tenggelam dalam ceritanya.  Yang disampaikan oleh Howard Zinn melalui artikelnya dari sebuah pengalaman interpersonal mengenai efek dari sebuah buku tidak hanya dapat mengubah kehidupan dan pola pikir seseorang.  Wajar saja jika Howard Zinn mengambil contoh Colombus sebagai gambaran bahwa buku dapat merubah pemikiran dan kesadaran seseorang.
            Padahal ada banyak contoh yang lain, dalam artikelya Zinn hanya memberikan contoh buku yang dapat mengubah hidup dan pemikiran hanya berpusat pada buku-buku tentang sejarah yang dikupasnya dalam artikel tersebut.  Lalu bagaimana dengan buku yang lainnya, seperti buku motivasi, pelajaran bagi siswa, novel ataupun yang lainnya.
            Ada tiga pemikiran dasar dari artikel yang dikemukakan oleh Zinn, yang pertama buku dapat memberikan efek yang sangat besar bagi pembacanya.  Kedua, buku dapat mengubah kehidupan seseorang dan mempunyai efek pada dunia.  Yang ketiga, buku dapat merubah kesadaran seseorang melalui ide yang belum pernah dipikirkan oleh pembacanya. 
            Bagaimana pula degan pembacanya, apakah semua orang yang membaca buku mempunyai pengalaman yang sama.  Apakah semua buku memberikan efek yang luar biasa kepada pembacanya?  Ketika seorang yang belum tahu apa-apa atau katakan saja orang awam mempelajari tentang sejarah Colombus maka pengetahuan dan pemikiran yang ditangkapnya akan berbeda dengan orang yang telah mengetahui tentang sejarah Colombus.
            Efek yang ditimbulkan oleh buku bergantung pada kondisi sang pembaca dan literasi yang ada.  Jika pembaca tidak memiliki literasi yang tinggi maka pembaca cenderung terombang-ambing oleh buku yang dibacanya.  Mereka akan menganggap semua buku benar adanya.  Mereka akan menuruti apa yang ada dalam buku, contohnya pada buku pelajaran biologi SMA siswa di ajarkan teori Darwin yang mengatakan manusia berasal dari nenek moyang kera.  Karena masyarakat Indonesia tidak memiliki literasi yang tinggi maka mereka cenderung mengikuti apa yang dikatakan buku.
Pada tahun 1859 sebuah buku berjudul “ The Origin Of Species”, diterbitkan di Inggris dan dikarang oleh seorang bernama Charles Darwin. Walaupun baru sebatas Hipotesis ( baru kira-kira ), namun Charles Darwin menyatakan bahwa teorinya akan terbukti oleh penemuan ilmiah di masa yang akan datang.

Pernah dengan ada fosil Phitechantropus, Naedhertal, Homo Erectus, semua itu hanyalah bohong belaka, fosil phitechantropus, yang dikatakan bukti peralihan kera ke manusia adalah sebuah fosil kera yang kebetulan ditemukan pengikut Darwin yaitu Eugene Dubois di Sangiran Jawa Timur Indonesia ( Harun Yahya ), dan juga fosil-fosil lainnya yang merupakan hasil rekayasa zat-zat kimia dan digunakan untuk membohongi semua orang bahwa evolusi itu ada. Jadi kesimpulannya jika ada berita penemuan fosil tersebut, baik di Koran, buku pelajaran, itu adalah bualan semata. Jadi yang namanya bualan tidak bisa dijadikan ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan adalah kebenaran, bukan bualan.
            Buku juga mempengaruhi sebuah literasi.  Melihat kemajuan yang ditunjukan India dibidang perfilman, selain Hollywood, India merupakan negara yang sangat produktif dalam memproduksi film setiap tahun. "Rata-rata, setahun, India memproduksi 1.000 film," kata Duta Besar India untuk Indonesia, Gurjit Singh, kepada Tempo, Rabu, 5 Desember 2012.  Menunjukan banyak pula buku yang diproduksi setiap tahunnya.  Dari jumlah karya yang dihasilkan setiap tahun, Singh memastikan industri film India sangat besar. Industri ini bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 2,5 juta orang secara langsung.  Bollywood membuat pendapatan sebesar $ 3,4 Miliar pada tahun 2010 yang hanya setengah pendapatan dari apa yang studio Hollywood, Walt Disney yang dibuat pada tahun 2010 - dan itu mengatakan banyak. Namun, sementara pasar Hollywood di dalam AS telah hampir jenuh, 500 juta penduduk India berusia di bawah 20 akan memastikan bahwa pasar di dalam India akan tumbuh secara eksponensial dalam beberapa tahun mendatang.
            Kemudian jika kita amati, buku-buku yang dituangkan dalam artikelnya yang berjudul Speaking Truth to Power with Books memang memberikan efek, namun efek tersebut lebih kearah radikalisme.  Apa yang sebenarnya ingin Howard Zinn sampaikan?  Kekuatan tentang buku? atau hanya ingin mengajarkan sebuah paham radikalisme kepada pembacanya. 
            Dalam pembahasanya ketika membaca Herman Melville, Billy Budd dimana semua orang mematuhi hukum, semua orang patuh mengikuti aturan yang ada.  Namun muncul pemberontakan melalui pernyataan “mengapa kita harus melakukan ini? Mengapa kita tidak berpikir untuk diri sendiri saja?”
            Juga dalam menanggapi buku Kurt Vonnegut, Cat Cradle.  Zinn mengatakan bahwa kita bukanlah keluarga yang hebat dalam suatu bangsa.  Pernyataan tersebut memang membuka pemikiran kita tentang ide yang belum kita sadari sebelumnya.  Namun Howard lagi-lagi membawa kita kedalam radikalismenya.
            Saat Zinn mengatakan bahwa ia setuju dengan pendapat Senior Bush, George H. W. Bush dan mengagumi tokoh Gradgrind dalam Dicken’s Times.  Anak-anak harus diajarkan fakta.  Namun Zinn tidak memikirkan pola pikir anak-anak yang masih belum siap menerima fakta yang ada.  Contohnya, ketika anak-anak tahu bahwa Colombus yang selama ini dianggap sebagai pendiri bangsa adalah seorang yang sangat buruk, apakah mereka bisa menerimanya? Dengan pengetahuan mereka yang terbatas apakah akan baik mengajarkan fakta-fakta tersebut kepada anak-anak?
            Justru dengan mengajarkan anak-anak fakta tentang Colombus yang buruk, akan mengubah sejarah yang ada.  Ketika anak-anak diajarkan hal yang tidak umum oleh gururanya maka orang tuanya yang akan bertindak.  Buktinya ketika buku Howard Zinn yang bejudul “People History of United State” diterbitkan salah seorang anak membawa buku tersebut kepada orang tuanya, mereka menganggap bahwa gurunyalah seorang komunis.  Pada satu sisi ketika anak-anak menerima fakta-fakta tentang kebenaran yang telah disembunyikan dan dianggap terbalik oleh orang-orang, maka permasalahan yang muncul adalah orang tuanya.  Justru orang tuanya yang tidak mendapatkan pengertian.
            Namun semestinya, jika kita berpedoman pada kebenaran, langkah yang diambil oleh Howard Zinn adalah hal yang benar.  Zinn hanya ingin orang-orang tahu fakta yang sebenarnya tanpa menutup-nutupi dengan “judgment” apapun.  Hanya kondisi yang memang tidak bisa menerima fakta yang ada begitu saja.  Butuh waktu dan banyak pemikiran tentang hal ini. 
            Efek dari buku yang diharapkan oleh Howard Zenn adalah pembacanya menjadi seorang pembaca yang kritis.  Tidak hanya mampu mengambil pengetahuan yang ada dari dalam buku namun diharapkan juga mampu berbicara banyak tentang kebenaran yang ada dalam buku.  Buku dapat menjadi media manipulasi yang canggih, karena buku adalah hasil pemikiran seseorang yang dituangkan kedalam kalimat dan disusun menjadi tulisan yang siap untuk dibaca.  Oleh karena itu jika kita kita tidak bisa menjadi pembaca yang kritis maka kita akan terbawa ideology yang dituangkan sang penulis kedalam bukunya.
            Buku dapat menguak sebuah kebenaran yang memberikan efek yang sangat besar kepada pembacanya.  Namun juga dapat menjadi sebuah kebohongan yang sangat besar, hal ini menunjukan betapa pentingnya sebuah buku.  Namun di negara kita sangat kurang kesadaran membaca.  Berdasarkan hasil survei UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) menunjukkan bahwa minat baca masyarakat yang paling rendah di ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah negara Indonesia (“Minat Baca Masyarakat Indonesia Paling Rendah di ASEAN”, Warta Online, 26 Januari 2011). Rendahnya minat baca ini dibuktikan dengan indeks membaca masyarakat Indonesia yang baru sekitar 0,001, artinya dari seribu penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat baca tinggi. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan dengan angka minat baca di Singapura yang memiliki indeks membaca sampai 0,45 (“Galakkan Baca Buku untuk Kemajuan Bangsa”, Media Indonesia, 17 Mei 2010).
Jadi buku memiliki efek yang sangat besar.  Namun harus dibarengi dengan kesadaran membaca dari masyarakatnya.  Buku dapat menjadi sebuah penerang dalam kegelapan namun buku juga dapat menjadi awan gelap ditengah-tengah teriknya hari.  Jika buku dapat merubah kehidupan seseorang maka buku juga dapat merubah dunia.  Contohnya, India dengan bollywoodnya, dapat meraup keuntungan yang sangat besar dalam sector perfilman.  Apa yang dikatakan oleh Howard Zinn tentang kekuatan sebuah buku memang benar, tapi beliau lebih memperkenalkan radikalisme dalam artikelnya. 

Reference:
  • //http:Id.wikipedia.com
  • Galakkan Baca Buku untuk Kemajuan Bangsa”, Media Indonesia, 17 Mei 2010
    Minat Baca Masyarakat Indonesia Paling Rendah di ASEAN”, Warta Online, 26 Januari 2011
  • Tempo, Rabu, 5 Desember 2012
  • Boston Globe, 27 Januari, 2010



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment