Thursday, March 6, 2014
Created By:
Eka Ramdhani Niengsih
Manipulatif Fakta Sejarah dalam Buku
By: Eka
Ramdhani Niengsih
“If a book changes somebody’s life
by changing somebody’s consciousness, it is going to have an effect on the
world, in one way or the other, sooner or later, in ways that you probably
cannot trace”
–Speaking
Truth to Power with Books Howard Zinn-.
Tahukah kita bahwa sebuah buku yang
hanya terdiri dari kumpulan kertas dan tulisan itu mampu membawa perubahan yang
besar bagi kelangsungan sebuah bangsa. Kita melihat buku memiliki kekuatan yang
sangat besar. Buku adalah sebuah alat perubahan sejati yang tak lekang oleh
usia dan waktu. Buku memiliki kekuatan rahasia yang tersembunyi di setiap
kata-katanya. Buku pun kerap kali menjadi saksi bisu suatu sejarah.
Sejarah perlu untuk ditulis atau
dibukukan. Sepanjang sejarah di seantero muka bumi ini, manusia (sebagai
makhluk berakal) telah menciptakan pola kehidupan dan pola untuk berkembang
biak (regenerasi), serta menciptakan suatu bentuk kebudayaan. Di manapun sosok
manusia berada pasti menemukan cara untuk beradaptasi dengan alam lingkungannya
demi mempertahankan hidupnya. Secara naluriah pula setiap sosok manusia akan
mencari nafkah bagi hidupnya dan ingin mempunyai kelebihan bekal untuk disimpan
dan berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Pola hidup dan regenerasi
inilah yang terus berjalan dari masa ke masa yang akhirnya merupakan awal
sumber sejarah kehidupan dan peradaban dunia.
Pada rentang
sejarah dapat disaksikan (atau dapat dibaca dan diketahui) berbagai peradaban
mulai bangkit dan berkembang, terus dan terus sampai pada titik kulminasi.
Kemudian setahap demi setahap mengalami kemunduran, sampai akhirnya menghilang
dan hanya menyisakan puing-puing (jejak artefak). Di kemudian hari jejak -
jejak artefak inilah yang ingin diungkap dan digali untuk dikenali kembali,
bahwa dahulu pernah ada suatu peradaban yang barang kali dapat dijadikan sumber
inspirasi bagi pola kehidupan masa kini, dalam rangka untuk meningkatkan
kualitas kehidupan.
Mikko
Lehtonen dalam karyanya “The Cultural Analysis of Texts”
menyebutkan bahwa teks adalah situs sakral yang harus ditinjau dengan baik.
Dengan melihat dari sisi fisik kita bisa berpikir bahwa teks adalah artepak
yang komunikatif. Dengan kata lain, teks adalah instrumen komunikasi yang
dibuat oleh manusia. Sebagai artepak, teks dibuat dengan bantuan teknologi.
Bentuk materi teks menggambarkan kealamian. Teknologi pada mulanya ada pada
pembuatan teks tertulis menggunakan kapak dan pisau, sebagai tanda pahatan pada
kayu atau batu. Akan tetapi, kedua alat itu tidak terlalu bagus untuk proses
produksi dalam skala besar, keduanya bermasalah dengan lamanya penggunaan serta
kualitasnya. Menggunakan bulu-bulu atau kulit kertas dari kayu dalam masa
pembuatan bentuk baru artepak (ukiran panjang), ini berbeda dengan gaya
tulisan. Sekarang, teknik pencetakan dibuat untuk menghadirkan buku generasi
baru yang berbeda dari sebelumnya. Kemudian memungkinkan untuk dibuat dalam
jumlah banyak. Teks yang diproduksi dalam bentuk buku. Teknologi terbaru,
memungkinkan kita memiliki jenis teks yang lain termasuk teks yang dicetak, ada
Elektronik Mail ada juga catatan-catatan khusus yang dimuat di internet. Salah
satunya menuntut keterampilan khusus dan pengetahuan untuk mendapatkan
keterampilan literasi. Semua teks mempunyai sejarah pembuatannya. Orang-orang
memproduksi teks berdasarkan sejarah yang diyakini dan materi persiapannya yang
dimiliki.
Buku memang
sebuah benda mati yang tidak bernilai. Namun setiap lembar dari buku adalah
intrepretasi dari pemikiran dan ide seseorang yang nilainya sangat berharga.
Kita dapat memetik begitu banyak pelajaran, pengalaman, dan pemikiran tanpa
harus mengalami apa yang dialami penulisnya.
Penulis ingin berekspresi melalui tulisannya, tentu tidak begitu saja
menulis dengan sekehendak hatinya. Ia mempunyai gagasan yang ingin disampaikan
kepada pembaca. Tentu ia juga harus lebih dahulu berpikir apakah orang lain
dapat begitu saja memahami apa yang disampaikannya dalam tulisan itu. Sebab
apabila cara penyampaiannya salah atau keliru, pembaca tidak akan memahaminya.
Bisa jadi salah tafsir. Mungkin saja akan ada pembaca yang protes, bahkan
membantah pendapatnya.
Seorang penulis hebat pasti telah
menciptakan puluhan atau bahkan ribuan karya tulis sehingga dia bisa menjadi
penulis hebat. Penulis dan pembaca harus “berinteraksi” agar tulisan si penulis
menjadi lebih hidup. Pembaca dan penulis berinteraksi lewat buku. Buku hanya
kuburan jika tanpa pembaca, seperti yang diungkap oleh Barthes dalam bukunya
“The Death of the Author”.
Didalam
kitab suci Alqur’an Q.S. Al-Alaq ayat 1-5 jelas disebutkan bahwa wahyu pertama
yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah Iqro (baca). Allah SWT.
memerintahkan kita untuk membaca guna mempelajari apa yang tidak kita ketahui.
Allah SWT menunjukan betapa pentingnya budaya membaca (Literasi) bagi
kelangsungan hidup manusia. Literasi adalah modal utama hidup manusia. Berbeda
dengan novel Harry Potter, Twilight ataupun buku lainnya, Alqur’an sejatinya
adalah kitab suci sebagai bukti nyata seluruh sejarah manusia dan dunia, ilmu pengetahuan, peradaban segala
aspek. Alqur’an tidak akan pernah tertinggal zaman, juga kebenarannya tidak perlu
dipertanyakan lagi. Alqur’an diturunkan sebagai sumber pedoman hidup umat
manusia. Obat dari segala obat yang paling mujarab. Ketika gelisah, marah,
sedih lalu kita baca, kaji dan pahami isi kandungan maka akan menghadirkan
petunjuk yang jelas.
Kita mengenal
buku novel “Harry Potter” yang berjumlah 7 seri. Sekilas buku ini tampak
seperti novel biasa. Namun siapa sangka, buku yang hanya terdiri dari kisah
fiksi dan imajinasi karya J. K. Rowling ini mampu membuat penulisnya memperoleh
kekayaan yang melebihi Ratu Elizabeth II. Tak hanya itu, produser-produser film
siap menjadikan kisah ini tayangan yang menarik karena balutan kisahnya yang
unik. Menyusul buku-buku novel lainnya, seperti Twilight series oleh Stephanie
Meyer. Novel yang hanya berbentuk buku yang benda mati ini mampu menimbulkan
euforia tersendiri di kalangan masyarakat.
Jika kita
penyuka novel konspirasi, mungkin novel-novel Dan Brown yang rumit sudah
menjadi santapan bacaan kita. Melalui buku novel dan kisah didalamnya, novel
ini mampu menimbulkan kegemparan di kalangan agama tertentu karena
konspirasi-konspirasi yang terungkap dalam bukunya. Novel ini mampu menimbulkan
kontroversi dan perdebatan pendapat di kalangan masyarakat sekalipun dalam
label kisah fiksi. Kita bisa melihat betapa besar dampak buku bagi perkembangan
perilaku masyarakat. Begitu banyak perubahan dan peristiwa yang terjadi hanya
karena sebuah buku.
Perlu
disayangkan, masih banyak orang yang berpikir buku itu benda yang tidak berguna
dan menghabiskan waktu. Hasil survei UNESCO beberapa tahun lalu pun menunjukkan
fakta yang tidak menggembirakan, yaitu minat baca masyarakat Indonesia
merupakan yang paling rendah di ASEAN. Sedangkan survei yang dilakukan terhadap
39 negara di dunia, Indonesia menduduki urutan ke-38. Berdasarkan rasio
penduduk, idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10 orang. Di Indonesia, satu
surat kabar dikonsumsi oleh 45 orang. Masih di bawah Srilangka yang tergolong
negara belum maju, satu koran dibaca oleh 38 orang. Keadaan yang cukup
memprihatinkan. Buku membuat otak kita kaya akan pengetahuan untuk menghadapi
kehidupan. Tentu kita pun harus memilih buku yang tepat untuk mendapatkan
perubahan yang optimal ke arah yang lebih baik. Setelah itu, jangan berhenti
pada membaca saja, tapi implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Buku
adalah stimulator untuk melakukan sebuah tindakan. Maka sia-sialah arti sebuah
buku jika kita tidak mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebuah perubahan datang dari buku.
Jika ingin hidup kita berubah, maka mulailah membaca dan memahami sebuah buku.
Mungkin filosofi itulah yang harus kita tanamkan dalam diri kita masing-masing
untuk memahami pentingnya membaca bagi kelangsungan hidup kita. Howard Zinn dalam artikel “Speaking Truth to Power with
Books” memiliki pendapat tersebut. Howard Zinn
(24 Agustus 1922 - 27 Januari 2010) adalah seorang sejarawan, penulis naskah,
dan aktivis. Salah satu buku yang paling
fenomenal adalah ketika dia menerbitkan buku berjudul A people‘s History of
the United Nation States. Semua orang termasuk masyarakat Amerika
mengetahui bahwa penemu Amerika adalah Christoper Colombus. Ia dikenal
sebagai sosok sangat baik dan suci yang jauh dari hal-hal negatif.
Seperti Colombus sebagai sosok yang taat beribadah atau Colombus sebagai penemu
yang agung dan lain-lain. Entah bagaimana berita tersebut menyebar dengan manipulasi yang
begitu baik. Akan tetapi ini berbeda, Howard Zinn menggemparkan dunia lewat
tulisannya tersebut. Ia menggambarkan sosok bahwa Colombus sebagai seorang yang
memiliki sifat negatif seperti sosok pembunuh, penculik, penyiksa, seorang
munafik, rakus mencari kekayaan, dan sosok dengan keinginan membunuh yang
besar. Columbus dianggap penjahat Genosida di zaman tersebut. Howard Zinn
mendapat banyak respon dan hujatan dari berbagai pihak. Ia juga menyebutkan
bahwa Columbus bukanlah orang pertama yang menemukan benua Amerika.
Beberapa literatur menyatakan bahwa
penemu benua Amerika adalah umat Muslim. Ada sejumlah literatur yang
berangkat dari fakta-fakta empirik bahwa umat Islam sudah hidup di Amerika
beberapa abad sebelum Colombus datang. Salah satunya yang paling popular adalah
essay Dr. Youssef Mroueh, dari Preparatory Commitee for International Festivals
to celebrate the millennium of the Muslims arrival to the Americas, tahun 1996,
yang berjudul “Precolumbian Muslims in America”. Dalam essai nya, Doktor Mroueh
menulis, “Sejumlah fakta menunjukkan bahwa Muslimin dari Spanyol dan Afrika
Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus.
Juga terdapat salah satu buku yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia karya Gavin Menzies, seorang
bekas pelaut yang menerbitkan hasil penelusurannya, menemukan adanya peta empat
buah pulau di Karibia yang dibuat pada tahun 1424 dan ditandatangani oleh
Zuane Pissigano, kartografer dari Venesia. Peta ini berarti dibuat 68
tahun sebelum Columbus mendarat di Amerika. Dua pulau pada peta ini kemudian
diidentifikasi sebagai Puerto Rico dan Guadalupe. Menzies juga mengemukakan
bahwa Laksamana Zheng He (Ceng Ho), seorang Lakasamana Cina Muslim,
telah mendarat di Amerika pada tahun 1421, 71 tahun lebih awal ketimbang
Columbus. Bisa jadi Columbus adalah ahli literat yang bisa memonopoli dan
menutup fakta negatif dirinya hingga ia lebih termansyur sebagai penemu benua
Amerika.
Peran sebuah
buku tidak dapat dilihat secara langsung. Tidak seperti pesulap dengan
topinya yang bisa dengan mudah mengeluarkan benda-benda yang diinginkan. Hal
ini dikarenakan jalan yang akan dilalui oleh buku menuju pemahaman pembaca akan
sangat sulit. Namun terkadang ada pertemuan tidak langsung antara buku dan
kebijakan. Banyak terjadi pada sebuah zaman ketika masyarakat mulai
menulis dan mentransfer informasi lewat buku dan ketika itu pula
kebijakan-kebijakan berubah. Tulisan dalam buku dapat mempengaruhi
masyarakat. Setelah itu berbekal pengaruh dari buku masyarakat melakukan
sesuatu. Sesuatu tersebut akan memunculkan hubungan antara sesuatu yang
dikerjakan oleh satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Ketika semua
orang melakukan langkah-langkah menakjubkan maka dunia akan berubah.
Howard Zinn
menambahkan bahwa dampak buku begitu dahsyat. Buku dapat mengubah hidup
seseorang. Buku mengubah pola pikir pembaca. Di dalam buku terdapat
informasi-informasi, karena buku adalah kumpulan tulisan yang berisikan
informasi. Dengan kata lain masyarakat dapat menghapus ketidaktahuannya
lewat buku dan juga dapat memperbaharui level kesadaran dari masing-masing
masyarakat. Kesadaran akan membaca adalah kunci apabila masyarakat ingin
ditolong oleh sebuah buku dan mendapatkan hidup lebih baik.
Howard Zinn
juga menambahkan ketika membaca Herman Melville, Billy Budd akan
ada kesadaran yang akan muncul. Menurutnya buku ini menceritakan kondisi
dimana masyarakat selalu mentaati peraturan-peraturan yang ada di lingkungan
dan hal-hal yang berbau positif lainnya. Peraturan-peraturan harus diuji
sebelum diterapkan.
Howard Zinn
juga menyebutkan dalam artikelnya bahwa banyak hal dapat ditemukan lewat
tulisan. Keadaan sosial yang terbagi berdasarkan kelas. Miskin
dengan miskin dan kaya dengan kaya. Itulah keadaan sosial atau pemerintah
yang berpihak kepada mereka yang kaya dan memiliki jabatan. Ini semua
kehidupan dan manusia tidak akan mengerti apabila tidak ada buku yang berisikan
hal-hal seperti itu. Jadi sangat jelas terlihat bahwa ada sesuatu di
dalam buku. Sesuatu itu adalah fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan buku haruslah berisikan fakta-fakta bukan kebohongan. Sesuai
dengan fungsi dari buku, yaitu sebagai penolong maka tidak heran jika buku itu
harus berisikan suatu hal bernilai yang disebut dengan fakta.
Lalu, beliau
membahas tentang Rachel Carson’s The Sea Around Us. Buku ini
terbit pada tahun 1951. Buku ini hanya menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi di lingkungan dimana masyarakat hidup tanpa ada fakta yang
dibuat-buat. Inti permasalahannya adalah fakta yang harus sesuai dengan
kenyataan. Contoh lain adalah ketika hendak menceritakan apa yang sedang
terjadi di negeri Sudan. Masyarakat tahu ada sesuatu terjadi di Sudan,
oleh karena itu muncul buku yang mendalaminya. Maka dengan kata lain
tanpa harus membuat fakta bualan masyarakat sudah tahu akan Sudan. Namun
pastinya akan ada satu atau dua hal yang masyarakat tidak ketahui.
Ketidaktahuan inilah yang seharusnya menjadi target. Dengan hanya
menceritakan sesuatu yang masyarakat tidak ketahui pun pasti akan berdampak
cukup signifikan bagi mereka dan bagi tindakan yang akan mereka lakukan.
Itulah yang terpenting bukan melebih-lebihkan fakta.
Artikel Howard
Zinn mengajarkan kita untuk bisa berperilaku jujur terhadap kebenaran suatu
kenyataan yang mungkin tidak diketahui orang-orang di seluruh dunia. Terutama
masalah sejarah peradaban manusia yang perlu dibenahi. Belakangan ini banyak
penulis yang sudah tidak lagi menulis secara objektif.
Peristiwa-peristiwa sejarah sudah
sedikit yang dianggap real. Itu disebabkan adanya pengaruh besar yang diberikan
pemerintah saat itu akan peristiwa yang terjadi. Muatan politik, sosial pun
banyak dimasukan dalam berbagai peristiwa demi sebuah pengakuan masyarakat akan
apa yang mereka lakukan. Ditambah pula kurangnya kesadaran masyarakat soal
menulis untuk membuat peristiwa itu abadi. Oleh karena itu, ada pemberlakuan
hukum seperti dalam ilmu Fonologi “Ketika suara diproduksi maka langsung hilang
saat itu juga”. Sejarah pun demikian,
jika hanya disebarluaskan melalui mulut ke mulut maka semakin lama
penyampaiannya akan ada yang hilang, berkurang atau mungkin bahkan
dimanipulasi. Maka dari itu, sejarah harus ada bukti nyata seperti buku.
Secara
keseluruhan artikel Howard Zinn memang menarik. Dengan keberaniannya ia
melahirkan tulisan yang bertolak belakang dengan informasi yang telah jauh
beredar di masyarakat luas. Jauh daripada itu, seberapa bagusnya suatu karya
seseorang pastilah ada beberapa celah kelemahan yang perlu dikritisi oleh orang
lain (pembaca). Begitupun dengan artikel Howard Zinn, yang memiliki celah
kelemahan. Hal yang perlu dikritisi dalam artikel tersebut adalah: Pertama,
Howard Zinn membeberkan bahwa buku telah mengubah hidupnya. Akan tetapi ia
tidak menjelaskan dengan gamblang bagaimana caranya hingga hidupnya bisa
berubah hanya dengan membaca buku dan kita tidak tahu bagaimana definisinya
sebuah perubahan hidup. Kedua, tidak ada sedikitpun bagian artikel yang
memungkinkan penulis untuk berinteraksi dengan pembaca. Howard Zinn hanya
banyak bertutur kata akan tetapi ia mengindahkan pembaca yang menjadi titik
tujuannya. Tidak menutup kemungkinan, pembaca akan merasa jengah membaca
artikel tersebut karena menjadikannya sebagai pembaca yang tak berdaya
(Helpless Readers).
Ketiga,
Howard Zinn tidak mengklarifikasikan dengan jelas jenis buku apa yang telah
merubah hidupnya. Seharusnya dalam artikel tersebut dijelaskan jenis buku apa
itu, bisa jadi pembaca penasaran dengan hal tersebut atau bahkan ada yang ingin
mengikuti membaca buku yang sejenis dengan buku yang telah dibaca oleh Howard
Zinn.
Keempat,
penulis cenderung mempresentasikan hal negatif dari contoh yang ia ambil.
Disebutkan bahwa Columbus tokoh yang dibahasnya itu adalah sosok bengis yang
jauh dari sifat kebaikan. Entah mengapa ini terjadi, apakah mungkin karena ia
adalah seorang Yahudi. Sejarah mengatakan bangsa Yahudi tidak suka dengan
bangsa Amerika. Sehingga ia membeberkan fakta
negatif sosok Columbus. Ia berani
membahas informasi yang berbeda dengan yang telah beredar. Seharusnya
dihadirkan juga nilai-nilai positif yang dimiliki oleh Columbus. Pada dasarnya
setiap manusia memiliki dua sisi, yaitu positif dan negatif. Jika Howard Zinn
menambahkan hal positif dari Columbus, bisa jadi ini akan membuat artikelnya
lebih menarik lagi. Inilah kritik pedas Zinn pada Samuel Elliot Morrison
sang ahli sejarah Harvard yang menulis buku seminal Christoper Columbus, Mariner.
Morison tak sedikitpun berbohong soal kekejaman Columbus. Ia bahkan menyebut
sang pelaut telah melakukan genosida pada Indian Arawaks. Namun, fakta yang
tertera di satu halaman ini kemudian ia kubur dalam ratusan halaman lain yang
mengagungkan kebesaran sang pelaut. Seandainya Morison adalah seorang politisi
dan bukan sarjana, pilihan ideologis ini tak akan jadi begitu serius. Namun
justru karena fakta ini diceritakan oleh seorang intelektual, maka implikasinya
jadi begitu mematikan. Kita seakan diajarkan sebuah imperatif moral bahwa
pengorbanan, meski begitu tak manusiawi, itu perlu untuk sebuah kemajuan.
Morison seakan mengatakan dengan kalem bahwa benar telah terjadi pembantaian
pada suku Arawaks, namun fakta kecil itu tak sebanding dengan jasa dan
kepahlawanan Columbus bagi kita. Bagian
inilah yang kemudian direproduksi di kelas pengajaran sejarah, dan buku
pegangan para siswa. Masalah absennya beberapa referensi dan catatan kaki juga
bisa menjadi celah untuk dikritisi. Dari sekian fakta keras yang seharusnya diberi
catatan darimana ia mendapatkannya, namun info tersebut absen. Zinn hanya mengatakan
di bagian akhir bukunya bahwa semua yang ia ceritakan berdasar pengalaman
mengajar dan dari buku-buku yang kemudian ia daftar di halaman akhir. Mungkin
ini yang membuat ia pernah tidak dianggap serius di kalangan akademisi.
Howard Zinn melalui
artikelnya menyadarkan bahwa buku dan sejarah memang sesuatu yang tidak bisa
dipisahkan. Howard Zinn dengan semua karyanya telah melukiskan sejarah dunia. Sejarah yang membuat dunia ini ada. Tanpa
sejarah kita tidak bisa menikmati dunia ini.
Bukulah yang membuat sejarah itu terkumpul dengan apik dan membuat
orang–orang tahu bahwa sebelum mereka lahir di dunia ini ada sesuatu yang
terjadi. Buku diharapkan bisa menguak fakta-fakta real mengenai sejarah bukan
malah manipulasiannya.Ketika kita tidak tahu sejarah mungkin saja kita akan
dibodohi oleh fakta-fakta lain yang tidak benar. Pembaca yang pola pikirnya telah berubah
karena membaca buku memiliki kesempatan untuk merubah dunia. Ketika buku sudah
dibaca oleh pembaca yang berkualitas maka perubahan dunia menuju yang lebih
baik lagipun akan dimulai.
Pada
akhirnya, membaca adalah sebuah aktivitas yang wajib dilakukan masyarakat
Indonesia khususnya dengan menyandang prestasi tingkat literasinya masih rendah
untuk maju. Tentu jangan salahkan pemerintah dan aparat lainnya jika masyarakat
Indonesia tidak maju-maju. Pemerintah hanyalah abdi rakyat, namun yang berkuasa
untuk membawa perubahan adalah diri kita masing-masing. Kita anggap buku sebagai
bahan bakar perubahan, dan kita menjadi agen perubahan bangsa yang menciptakan
sejarah dengan langkah tepat yang kita ambil. Sejarah layaknya sebuah ruang
yang banyak dimiliki masa lampau yang dibangun melalui peradaban manusia
terdahulu. Sejarah akan menjadi materi pembelajaran bagi kita dimasa yang akan
datang. Mari ukirlah sejarah dengan sebaik mungkin dalam hidup kita.
Referensi
Zinn, Howard. 1980. A People’s History of The United States. United States: Harper
& Row; HarperCollins
Lehtonen,
Mikko. 2000. The Cultural Analysis of
Texts. London. Sage Publication
Ltd.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/12/buku-dan-perubahan-379876.html diakses pada 05 Maret 2014 pukul 15.40 WIB
http://en.wikipedia.org/wiki/Howard_Zinn
diakses pada 05 Maret 2014 pukul 15.00 WIB
http://www.sabda.org/pelitaku/kode_etik_dan_tanggung_jawab_penulis_untuk_hasil_tulisan_yang_baik
diakses pada 04 Maret 2014 pukul 16.00 WIB
http://jakartabeat.net/kolom/konten/howard-zinn-dan-sejarah-orang-orang-kalah
diakses pada 04 Maret 2014 pukul 17.20 WIB
http://www.mediaberitabaru.blogspot.com/2012/05/fakta-terbaru-penemu-benua-amerika.html
diakses pada 04 Maret 2014 pukul 23.10 WIB


Subscribe to:
Post Comments (Atom)