Thursday, March 6, 2014

Manipulatif Fakta Sejarah dalam Buku


Manipulatif  Fakta Sejarah dalam Buku
By: Eka Ramdhani Niengsih
If a book changes somebody’s life by changing somebody’s consciousness, it is going to have an effect on the world, in one way or the other, sooner or later, in ways that you probably cannot trace”
Speaking Truth to Power with Books  Howard Zinn-.

Tahukah kita bahwa sebuah buku yang hanya terdiri dari kumpulan kertas dan tulisan itu mampu membawa perubahan yang besar bagi kelangsungan sebuah bangsa. Kita melihat buku memiliki kekuatan yang sangat besar. Buku adalah sebuah alat perubahan sejati yang tak lekang oleh usia dan waktu. Buku memiliki kekuatan rahasia yang tersembunyi di setiap kata-katanya. Buku pun kerap kali menjadi saksi bisu suatu sejarah.
Sejarah perlu untuk ditulis atau dibukukan. Sepanjang sejarah di seantero muka bumi ini, manusia (sebagai makhluk berakal) telah menciptakan pola kehidupan dan pola untuk berkembang biak (regenerasi), serta menciptakan suatu bentuk kebudayaan. Di manapun sosok manusia berada pasti menemukan cara untuk beradaptasi dengan alam lingkungannya demi mempertahankan hidupnya. Secara naluriah pula setiap sosok manusia akan mencari nafkah bagi hidupnya dan ingin mempunyai kelebihan bekal untuk disimpan dan berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Pola hidup dan regenerasi inilah yang terus berjalan dari masa ke masa yang akhirnya merupakan awal sumber sejarah kehidupan dan peradaban dunia.
Pada rentang sejarah dapat disaksikan (atau dapat dibaca dan diketahui) berbagai peradaban mulai bangkit dan berkembang, terus dan terus sampai pada titik kulminasi. Kemudian setahap demi setahap mengalami kemunduran, sampai akhirnya menghilang dan hanya menyisakan puing-puing (jejak artefak). Di kemudian hari jejak - jejak artefak inilah yang ingin diungkap dan digali untuk dikenali kembali, bahwa dahulu pernah ada suatu peradaban yang barang kali dapat dijadikan sumber inspirasi bagi pola kehidupan masa kini, dalam rangka untuk meningkatkan kualitas kehidupan.
Mikko Lehtonen dalam karyanya “The Cultural Analysis of Texts” menyebutkan bahwa teks adalah situs sakral yang harus ditinjau dengan baik. Dengan melihat dari sisi fisik kita bisa berpikir bahwa teks adalah artepak yang komunikatif. Dengan kata lain, teks adalah instrumen komunikasi yang dibuat oleh manusia. Sebagai artepak, teks dibuat dengan bantuan teknologi. Bentuk materi teks menggambarkan kealamian. Teknologi pada mulanya ada pada pembuatan teks tertulis menggunakan kapak dan pisau, sebagai tanda pahatan pada kayu atau batu. Akan tetapi, kedua alat itu tidak terlalu bagus untuk proses produksi dalam skala besar, keduanya bermasalah dengan lamanya penggunaan serta kualitasnya. Menggunakan bulu-bulu atau kulit kertas dari kayu dalam masa pembuatan bentuk baru artepak (ukiran panjang), ini berbeda dengan gaya tulisan. Sekarang, teknik pencetakan dibuat untuk menghadirkan buku generasi baru yang berbeda dari sebelumnya. Kemudian memungkinkan untuk dibuat dalam jumlah banyak. Teks yang diproduksi dalam bentuk buku. Teknologi terbaru, memungkinkan kita memiliki jenis teks yang lain termasuk teks yang dicetak, ada Elektronik Mail ada juga catatan-catatan khusus yang dimuat di internet. Salah satunya menuntut keterampilan khusus dan pengetahuan untuk mendapatkan keterampilan literasi. Semua teks mempunyai sejarah pembuatannya. Orang-orang memproduksi teks berdasarkan sejarah yang diyakini dan materi persiapannya yang dimiliki.
Buku memang sebuah benda mati yang tidak bernilai. Namun setiap lembar dari buku adalah intrepretasi dari pemikiran dan ide seseorang yang nilainya sangat berharga. Kita dapat memetik begitu banyak pelajaran, pengalaman, dan pemikiran tanpa harus mengalami apa yang dialami penulisnya.
Penulis ingin berekspresi melalui tulisannya, tentu tidak begitu saja menulis dengan sekehendak hatinya. Ia mempunyai gagasan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Tentu ia juga harus lebih dahulu berpikir apakah orang lain dapat begitu saja memahami apa yang disampaikannya dalam tulisan itu. Sebab apabila cara penyampaiannya salah atau keliru, pembaca tidak akan memahaminya. Bisa jadi salah tafsir. Mungkin saja akan ada pembaca yang protes, bahkan membantah pendapatnya.
Seorang penulis hebat pasti telah menciptakan puluhan atau bahkan ribuan karya tulis sehingga dia bisa menjadi penulis hebat. Penulis dan pembaca harus “berinteraksi” agar tulisan si penulis menjadi lebih hidup. Pembaca dan penulis berinteraksi lewat buku. Buku hanya kuburan jika tanpa pembaca, seperti yang diungkap oleh Barthes dalam bukunya “The Death of the Author”.
Didalam kitab suci Alqur’an Q.S. Al-Alaq ayat 1-5 jelas disebutkan bahwa wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah Iqro (baca). Allah SWT. memerintahkan kita untuk membaca guna mempelajari apa yang tidak kita ketahui. Allah SWT menunjukan betapa pentingnya budaya membaca (Literasi) bagi kelangsungan hidup manusia. Literasi adalah modal utama hidup manusia. Berbeda dengan novel Harry Potter, Twilight ataupun buku lainnya, Alqur’an sejatinya adalah kitab suci sebagai bukti nyata seluruh sejarah manusia dan  dunia, ilmu pengetahuan, peradaban segala aspek. Alqur’an tidak akan pernah tertinggal zaman, juga kebenarannya tidak perlu dipertanyakan lagi. Alqur’an diturunkan sebagai sumber pedoman hidup umat manusia. Obat dari segala obat yang paling mujarab. Ketika gelisah, marah, sedih lalu kita baca, kaji dan pahami isi kandungan maka akan menghadirkan petunjuk yang jelas.
Kita mengenal buku novel “Harry Potter” yang berjumlah 7 seri. Sekilas buku ini tampak seperti novel biasa. Namun siapa sangka, buku yang hanya terdiri dari kisah fiksi dan imajinasi karya J. K. Rowling ini mampu membuat penulisnya memperoleh kekayaan yang melebihi Ratu Elizabeth II. Tak hanya itu, produser-produser film siap menjadikan kisah ini tayangan yang menarik karena balutan kisahnya yang unik. Menyusul buku-buku novel lainnya, seperti Twilight series oleh Stephanie Meyer. Novel yang hanya berbentuk buku yang benda mati ini mampu menimbulkan euforia tersendiri di kalangan masyarakat.
Jika kita penyuka novel konspirasi, mungkin novel-novel Dan Brown yang rumit sudah menjadi santapan bacaan kita. Melalui buku novel dan kisah didalamnya, novel ini mampu menimbulkan kegemparan di kalangan agama tertentu karena konspirasi-konspirasi yang terungkap dalam bukunya. Novel ini mampu menimbulkan kontroversi dan perdebatan pendapat di kalangan masyarakat sekalipun dalam label kisah fiksi. Kita bisa melihat betapa besar dampak buku bagi perkembangan perilaku masyarakat. Begitu banyak perubahan dan peristiwa yang terjadi hanya karena sebuah buku.
Perlu disayangkan, masih banyak orang yang berpikir buku itu benda yang tidak berguna dan menghabiskan waktu. Hasil survei UNESCO beberapa tahun lalu pun menunjukkan fakta yang tidak menggembirakan, yaitu minat baca masyarakat Indonesia merupakan yang paling rendah di ASEAN. Sedangkan survei yang dilakukan terhadap 39 negara di dunia, Indonesia menduduki urutan ke-38. Berdasarkan rasio penduduk, idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10 orang. Di Indonesia, satu surat kabar dikonsumsi oleh 45 orang. Masih di bawah Srilangka yang tergolong negara belum maju, satu koran dibaca oleh 38 orang. Keadaan yang cukup memprihatinkan. Buku membuat otak kita kaya akan pengetahuan untuk menghadapi kehidupan. Tentu kita pun harus memilih buku yang tepat untuk mendapatkan perubahan yang optimal ke arah yang lebih baik. Setelah itu, jangan berhenti pada membaca saja, tapi implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Buku adalah stimulator untuk melakukan sebuah tindakan. Maka sia-sialah arti sebuah buku jika kita tidak mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebuah perubahan datang dari buku. Jika ingin hidup kita berubah, maka mulailah membaca dan memahami sebuah buku. Mungkin filosofi itulah yang harus kita tanamkan dalam diri kita masing-masing untuk memahami pentingnya membaca bagi kelangsungan hidup kita. Howard Zinn dalam artikel “Speaking Truth to Power with Books” memiliki pendapat tersebut.  Howard Zinn (24 Agustus 1922 - 27 Januari 2010) adalah seorang sejarawan, penulis naskah, dan aktivis. Salah satu buku yang paling fenomenal adalah ketika dia menerbitkan buku berjudul A people‘s History of the United Nation States.  Semua orang termasuk masyarakat Amerika mengetahui bahwa penemu Amerika adalah Christoper Colombus.  Ia dikenal sebagai sosok sangat baik dan suci yang jauh dari hal-hal negatif.  Seperti Colombus sebagai sosok yang taat beribadah atau Colombus sebagai penemu yang agung dan lain-lain. Entah bagaimana berita  tersebut menyebar dengan manipulasi yang begitu baik. Akan tetapi ini berbeda, Howard Zinn menggemparkan dunia lewat tulisannya tersebut. Ia menggambarkan sosok bahwa Colombus sebagai seorang yang memiliki sifat negatif seperti sosok pembunuh, penculik, penyiksa, seorang munafik, rakus mencari kekayaan, dan sosok dengan keinginan membunuh yang besar.  Columbus dianggap penjahat Genosida di zaman tersebut. Howard Zinn mendapat banyak respon dan hujatan dari berbagai pihak. Ia juga menyebutkan bahwa Columbus bukanlah orang pertama yang menemukan benua Amerika.
Beberapa literatur menyatakan bahwa penemu benua Amerika adalah umat Muslim. Ada sejumlah literatur yang berangkat dari fakta-fakta empirik bahwa umat Islam sudah hidup di Amerika beberapa abad sebelum Colombus datang. Salah satunya yang paling popular adalah essay Dr. Youssef Mroueh, dari Preparatory Commitee for International Festivals to celebrate the millennium of the Muslims arrival to the Americas, tahun 1996, yang berjudul “Precolumbian Muslims in America”. Dalam essai nya, Doktor Mroueh menulis, “Sejumlah fakta menunjukkan bahwa Muslimin dari Spanyol dan Afrika Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus.
Juga terdapat salah satu buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia karya Gavin Menzies, seorang bekas pelaut yang menerbitkan hasil penelusurannya, menemukan adanya peta empat buah pulau di Karibia yang dibuat pada tahun 1424 dan ditandatangani oleh Zuane Pissigano, kartografer dari Venesia. Peta ini berarti dibuat 68 tahun sebelum Columbus mendarat di Amerika. Dua pulau pada peta ini kemudian diidentifikasi sebagai Puerto Rico dan Guadalupe. Menzies juga mengemukakan bahwa Laksamana Zheng He (Ceng Ho), seorang Lakasamana Cina Muslim, telah mendarat di Amerika pada tahun 1421, 71 tahun lebih awal ketimbang Columbus. Bisa jadi Columbus adalah ahli literat yang bisa memonopoli dan menutup fakta negatif dirinya hingga ia lebih termansyur sebagai penemu benua Amerika.
Peran sebuah buku tidak dapat dilihat secara langsung.  Tidak seperti pesulap dengan topinya yang bisa dengan mudah mengeluarkan benda-benda yang diinginkan. Hal ini dikarenakan jalan yang akan dilalui oleh buku menuju pemahaman pembaca akan sangat sulit. Namun terkadang ada pertemuan tidak langsung antara buku dan kebijakan.  Banyak terjadi pada sebuah zaman ketika masyarakat mulai menulis dan mentransfer informasi lewat buku dan ketika itu pula kebijakan-kebijakan berubah.  Tulisan dalam buku dapat mempengaruhi masyarakat.  Setelah itu berbekal pengaruh dari buku masyarakat melakukan sesuatu.  Sesuatu tersebut akan memunculkan hubungan antara sesuatu yang dikerjakan oleh satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.  Ketika semua orang melakukan langkah-langkah menakjubkan maka dunia akan berubah.
Howard Zinn menambahkan bahwa dampak buku begitu dahsyat.  Buku dapat mengubah hidup seseorang.  Buku mengubah pola pikir pembaca. Di dalam buku terdapat informasi-informasi, karena buku adalah kumpulan tulisan yang berisikan informasi.  Dengan kata lain masyarakat dapat menghapus ketidaktahuannya lewat buku dan juga dapat memperbaharui level kesadaran dari masing-masing masyarakat.  Kesadaran akan membaca adalah kunci apabila masyarakat ingin ditolong oleh sebuah buku dan mendapatkan hidup lebih baik.
Howard Zinn juga menambahkan ketika membaca Herman Melville, Billy Budd  akan ada kesadaran yang akan muncul. Menurutnya buku ini menceritakan kondisi dimana masyarakat selalu mentaati peraturan-peraturan yang ada di lingkungan dan hal-hal yang berbau positif lainnya.  Peraturan-peraturan harus diuji sebelum diterapkan. 
Howard Zinn juga menyebutkan dalam artikelnya bahwa banyak hal dapat ditemukan lewat tulisan.  Keadaan sosial yang terbagi berdasarkan kelas.  Miskin dengan miskin dan kaya dengan kaya.  Itulah keadaan sosial atau pemerintah yang berpihak kepada mereka yang kaya dan memiliki jabatan.  Ini semua kehidupan dan manusia tidak akan mengerti apabila tidak ada buku yang berisikan hal-hal seperti itu.  Jadi sangat jelas terlihat bahwa ada sesuatu di dalam buku.  Sesuatu itu adalah fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.  Hal ini dikarenakan buku haruslah berisikan fakta-fakta bukan kebohongan.  Sesuai dengan fungsi dari buku, yaitu sebagai penolong maka tidak heran jika buku itu harus berisikan suatu hal bernilai yang disebut dengan fakta. 
Lalu, beliau membahas tentang Rachel Carson’s The Sea Around Us.  Buku ini terbit pada tahun 1951.  Buku ini hanya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan dimana masyarakat hidup tanpa ada fakta yang dibuat-buat.  Inti permasalahannya adalah fakta yang harus sesuai dengan kenyataan.  Contoh lain adalah ketika hendak menceritakan apa yang sedang terjadi di negeri Sudan.  Masyarakat tahu ada sesuatu terjadi di Sudan, oleh karena itu muncul buku yang mendalaminya.  Maka dengan kata lain tanpa harus membuat fakta bualan masyarakat sudah tahu akan Sudan.  Namun pastinya akan ada satu atau dua hal yang masyarakat tidak ketahui.  Ketidaktahuan inilah yang seharusnya menjadi target.  Dengan hanya menceritakan sesuatu yang masyarakat tidak ketahui pun pasti akan berdampak cukup signifikan bagi mereka dan bagi tindakan yang akan mereka lakukan.  Itulah yang terpenting bukan melebih-lebihkan fakta.
Artikel Howard Zinn mengajarkan kita untuk bisa berperilaku jujur terhadap kebenaran suatu kenyataan yang mungkin tidak diketahui orang-orang di seluruh dunia. Terutama masalah sejarah peradaban manusia yang perlu dibenahi. Belakangan ini banyak penulis yang sudah tidak lagi menulis secara objektif.
Peristiwa-peristiwa sejarah sudah sedikit yang dianggap real. Itu disebabkan adanya pengaruh besar yang diberikan pemerintah saat itu akan peristiwa yang terjadi. Muatan politik, sosial pun banyak dimasukan dalam berbagai peristiwa demi sebuah pengakuan masyarakat akan apa yang mereka lakukan. Ditambah pula kurangnya kesadaran masyarakat soal menulis untuk membuat peristiwa itu abadi. Oleh karena itu, ada pemberlakuan hukum seperti dalam ilmu Fonologi “Ketika suara diproduksi maka langsung hilang  saat itu juga”. Sejarah pun demikian, jika hanya disebarluaskan melalui mulut ke mulut maka semakin lama penyampaiannya akan ada yang hilang, berkurang atau mungkin bahkan dimanipulasi. Maka dari itu, sejarah harus ada bukti nyata seperti buku.
Secara keseluruhan artikel Howard Zinn memang menarik. Dengan keberaniannya ia melahirkan tulisan yang bertolak belakang dengan informasi yang telah jauh beredar di masyarakat luas. Jauh daripada itu, seberapa bagusnya suatu karya seseorang pastilah ada beberapa celah kelemahan yang perlu dikritisi oleh orang lain (pembaca). Begitupun dengan artikel Howard Zinn, yang memiliki celah kelemahan. Hal yang perlu dikritisi dalam artikel tersebut adalah: Pertama, Howard Zinn membeberkan bahwa buku telah mengubah hidupnya. Akan tetapi ia tidak menjelaskan dengan gamblang bagaimana caranya hingga hidupnya bisa berubah hanya dengan membaca buku dan kita tidak tahu bagaimana definisinya sebuah perubahan hidup. Kedua, tidak ada sedikitpun bagian artikel yang memungkinkan penulis untuk berinteraksi dengan pembaca. Howard Zinn hanya banyak bertutur kata akan tetapi ia mengindahkan pembaca yang menjadi titik tujuannya. Tidak menutup kemungkinan, pembaca akan merasa jengah membaca artikel tersebut karena menjadikannya sebagai pembaca yang tak berdaya (Helpless Readers).
Ketiga, Howard Zinn tidak mengklarifikasikan dengan jelas jenis buku apa yang telah merubah hidupnya. Seharusnya dalam artikel tersebut dijelaskan jenis buku apa itu, bisa jadi pembaca penasaran dengan hal tersebut atau bahkan ada yang ingin mengikuti membaca buku yang sejenis dengan buku yang telah dibaca oleh Howard Zinn.
Keempat, penulis cenderung mempresentasikan hal negatif dari contoh yang ia ambil. Disebutkan bahwa Columbus tokoh yang dibahasnya itu adalah sosok bengis yang jauh dari sifat kebaikan. Entah mengapa ini terjadi, apakah mungkin karena ia adalah seorang Yahudi. Sejarah mengatakan bangsa Yahudi tidak suka dengan bangsa Amerika.  Sehingga ia membeberkan fakta negatif sosok Columbus. Ia  berani membahas informasi yang berbeda dengan yang telah beredar. Seharusnya dihadirkan juga nilai-nilai positif yang dimiliki oleh Columbus. Pada dasarnya setiap manusia memiliki dua sisi, yaitu positif dan negatif. Jika Howard Zinn menambahkan hal positif dari Columbus, bisa jadi ini akan membuat artikelnya lebih menarik lagi. Inilah kritik pedas Zinn pada Samuel Elliot Morrison sang ahli sejarah Harvard yang menulis buku seminal Christoper Columbus, Mariner. Morison tak sedikitpun berbohong soal kekejaman Columbus. Ia bahkan menyebut sang pelaut telah melakukan genosida pada Indian Arawaks. Namun, fakta yang tertera di satu halaman ini kemudian ia kubur dalam ratusan halaman lain yang mengagungkan kebesaran sang pelaut. Seandainya Morison adalah seorang politisi dan bukan sarjana, pilihan ideologis ini tak akan jadi begitu serius. Namun justru karena fakta ini diceritakan oleh seorang intelektual, maka implikasinya jadi begitu mematikan. Kita seakan diajarkan sebuah imperatif moral bahwa pengorbanan, meski begitu tak manusiawi, itu perlu untuk sebuah kemajuan. Morison seakan mengatakan dengan kalem bahwa benar telah terjadi pembantaian pada suku Arawaks, namun fakta kecil itu tak sebanding dengan jasa dan kepahlawanan Columbus bagi kita. Bagian inilah yang kemudian direproduksi  di kelas pengajaran sejarah, dan buku pegangan para siswa. Masalah absennya beberapa referensi dan catatan kaki juga bisa menjadi celah untuk dikritisi. Dari sekian fakta keras yang seharusnya diberi catatan darimana ia mendapatkannya, namun info tersebut absen. Zinn hanya mengatakan di bagian akhir bukunya bahwa semua yang ia ceritakan berdasar pengalaman mengajar dan dari buku-buku yang kemudian ia daftar di halaman akhir. Mungkin ini yang membuat ia pernah tidak dianggap serius di kalangan akademisi.
Howard Zinn melalui artikelnya menyadarkan bahwa buku dan sejarah memang sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Howard Zinn dengan semua karyanya telah melukiskan sejarah dunia.  Sejarah yang membuat dunia ini ada. Tanpa sejarah kita tidak bisa menikmati dunia ini.  Bukulah yang membuat sejarah itu terkumpul dengan apik dan membuat orang–orang tahu bahwa sebelum mereka lahir di dunia ini ada sesuatu yang terjadi. Buku diharapkan bisa menguak fakta-fakta real mengenai sejarah bukan malah manipulasiannya.Ketika kita tidak tahu sejarah mungkin saja kita akan dibodohi oleh fakta-fakta lain yang tidak benar.  Pembaca yang pola pikirnya telah berubah karena membaca buku memiliki kesempatan untuk merubah dunia. Ketika buku sudah dibaca oleh pembaca yang berkualitas maka perubahan dunia menuju yang lebih baik lagipun akan dimulai.
Pada akhirnya, membaca adalah sebuah aktivitas yang wajib dilakukan masyarakat Indonesia khususnya dengan menyandang prestasi tingkat literasinya masih rendah untuk maju. Tentu jangan salahkan pemerintah dan aparat lainnya jika masyarakat Indonesia tidak maju-maju. Pemerintah hanyalah abdi rakyat, namun yang berkuasa untuk membawa perubahan adalah diri kita masing-masing. Kita anggap buku sebagai bahan bakar perubahan, dan kita menjadi agen perubahan bangsa yang menciptakan sejarah dengan langkah tepat yang kita ambil. Sejarah layaknya sebuah ruang yang banyak dimiliki masa lampau yang dibangun melalui peradaban manusia terdahulu. Sejarah akan menjadi materi pembelajaran bagi kita dimasa yang akan datang. Mari ukirlah sejarah dengan sebaik mungkin dalam hidup kita.

Referensi
 Zinn, Howard. 1980. A People’s History of The United States. United States: Harper & Row; HarperCollins
Lehtonen, Mikko. 2000. The Cultural Analysis of Texts. London. Sage Publication             Ltd.
http://en.wikipedia.org/wiki/Howard_Zinn diakses pada 05 Maret 2014 pukul 15.00 WIB








Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment