Monday, March 17, 2014
Created By:
Nur Auliya Rahmawati
Situational context maksudnya yaitu : apa
yang orang tahu tentang apa yang dapat mereka lihat di sekitar mereka.
Background knowledge context yaitu : apa yang orang
tahu tentang dunia, aspek apa yang mereka tahu tentang hidup dan apa yang
mereka ketahui tentang satu sama lain.
Co-textual context yaitu :
apa yang orang ketahui tentang apa yang telah mereka katakan.
Field : Mengacu pada apa yang terjadi, jenis aksi sosial, atau tentang teks yang
berkaitan (topik bersama dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan
biasanya pola digunakan untuk mengekspresikan itu).
Tenor : Mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran dan hubungan peserta
(status dan kekuasaan mereka, misalnya : yang mempengaruhi keterlibatan,
formalitas dan kesopanan).
Mode : Mengacu pada bagian bahasa yang dimainkan, bagaimana peserta mengharapkan
yang lakukan untuk mereka (apakah lisan atau tertulis, bagaimana informasi
terstruktur dan sebagainya).
Preferensi organisasi
yang berbeda dan pendekatan untuk argument structuring,
Pendekatan yang berbeda
untuk menggabungkan bahan ke dalam tulisan mereka (parafrase dan lain-lain),
Perspektif yang berbeda
pada reader-orientation, menarik perhatian dan estimasi pengetahuan pembaca,
Perbedaan penggunaan
cohesion markers, penanda tertentu yang membuat lemah hubungan leksikal,
Perbedaan dalam
penggunaan fitur linguistik terbuka (seperti kurang subordinasi, banyak
conjunction, kurang passivisation, fewer free modifiers, kurang
noun-modification, kata-kata yang kurang spesifik, kurang lexical variety, prediksi
variasi dan gaya sederhana).
Class Review 5
Maju dan Terus BerLiterasi
( By. Nur Auliya Rahmawati )
Dipertemuan kelima ini,
pukul 07.00 WIB. Kami sudah siap untuk belajar mata kuliah Writing and
Conversation 4. Didalam kelas yang sepi dan sejuk, kami terdiam dan
mengarahkan pandangan kami hanya untuk Mr. Lala. Saya teringat tentang
perkataan beliau bahwa “ cek kembali tentang buku-buku yang bertemakan Literasi
“. Sebelum saya beranjak kepada buku-buku selanjutnya, saya akan sedikit
menjelaskan kembali tentang Literasi. Menurut
Hyland (2006) literasi adalah sesuatu yang di lakukan, maksudnya
adalah literasi itu tidak hanya sebuah pemikiran. Akan tetapi, literasi itu
harus ada real actionnya.
Di class review
ini, saya akan menuliskan lebih dalam lagi tentang Area Menulis. Di dalam buku mengenai
Teaching and Researching Writing (Ken Hyland 2002 ; 2009) yang
berkaitan dengan pemahaman kita pada teks itu sendiri yakni context,
literacy, culture, technology, genre and identity.
A. Context
Context Menurut Hyland,
faktor-faktor konteks sebagian besar dipandang sebagai ‘obyektif’
variabel seperti kelas, gender atau ras. Tetapi sekarang cenderung dipandang
sebagai apa yang akan dilihat peserta sebagai relevannya. Misalnya surat
pribadi, mungkin berarti sesuatu yang berbeda untuk penulis dan penerima dari
pembaca biasanya.
Sedangkan menurut Van
Dijk (2008 : viii) bahwa bukan situasi sosial yang mempengaruhi (dipengaruhi)
oleh discourse, melainkan cara peserta mendefinisikan situasi
seperti itu. Konteks demikian bukan semacam kondisi 'obyektif' atau penyebab
langsung, melainkan (antar) konstruksi subjektif yang dirancang dan terus
menerus diperbarui dalam interaksi dengan peserta sebagai anggota kelompok dan
masyarakat. Jika mereka dalam situasi sosial yang sama, maka mereka akan berbicara dengan cara yang sama. Konteks
adalah membentuk peserta.
Kemudian Cutting
(2002:3) menyatakan bahwa ada tiga aspek utama dalam konteks yaitu :



Aspek-aspek interpretasi
telah datang untuk dibungkus menjadi ide dari masyarakat itu sendiri. Ini
adalah suatu konsep yang bermasalah, tetapi menawarkan cara yang berprinsip untuk
memahami bagaimana makna diproduksi dalam interaksi. Ini berarti bahwa
semua penggunaan bahasa tertulis dapat dilihat di waktu tertentu dan
tempat-tempat tertentu. Misalnya di rumah, sekolah, tempat kerja,
universitas dan komunitas tertentu yang mengenali kombinasi genre tertentu, interpretatif
dan konvensi komunikatif.
Banyak analis bahasa lebih berorientasi dalam memahami konteks dengan cara yang berbeda. Dimulai dengan teks yang melihat sifat-sifat situasi sosial yang dikodekan sebagai sistematis didalam discourse. Pendekatan lain, bahasa menurut Halliday
(1985) dalam Systemic Functional Linguistics telah berusaha untuk menunjukkan bagaimana konteks mereka meninggalkan
jejak (disajikan dalam) pola penggunaan bahasa. Halliday mengembangkan
analisis konteks berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan
bahasa penulis dalam konteks dari situasi tertentu (Malinowski, 1949).
Artinya, bahasa bervariasi sesuai dengan situasi di mana ia digunakan, sehingga
jika kita meneliti teks kita dapat membuat dugaan tentang situasinya, atau jika kita berada dalam situasi tertentu.
Jika kita membuat pilihan linguistik tertentu
berdasarkan situasi. Konteks situasi adalah situasi langsung di mana
penggunaan bahasa terjadi dan variasi bahasa dalam konteks tersebut bervariasi dengan
konfigurasi field, tenor dan modus. Kemudian Hyland menggunakan
dimensi konsep yang dibuat oleh Halliday yaitu :



Hyland mengatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahasa yang kita gunakan sesuai
dengan situasi dimana kita menggunakannya dan semua itu merupakan upaya untuk mengkarakterisasi
konfigurasi tulisan (pidato) yang membatasi pilihan penulis dalam suatu
situasi. Jadi, beberapa register berisi cukup prediksi fitur yang memungkinkan
kita untuk mengidentifikasi korespondensi yang erat antara teks dan konteks.
Konteks situasi (context of situation) beroperasi dalam konteks yang lebih luas
dan lebih abstrak. Halliday menyebutnya konteks budaya (context of culture). Halliday
melihat konteks budaya seperti yang diungkapkan dalam atau (melalui) konteks
yang lebih spesifik dari situasi, sehingga kita menggambarkan situasi sosial
sebagai bagian dari budaya yang lebih luas.
B. Literacy
Hyland mengatakan bahwa literasi berbentuk menulis dan membaca. Tulisan itu bukan
hanya sebagai keterampilan abstrak saja, akan tetapi menerapkan baca dan tulis
itu untuk tujuan tertentu didalam konteks tertentu pula. Tulisan juga sebagai
praktek sosial. Didalam konteksnya, kita lihat bahwa Literasi sebagai Psikologi
dan tekstual yaitu sesuatu yang dapat diukur dan bisa dinilai. Konsep literasi
menurut Barton (2007: 34–5) dalam bukunya yaitu “A social
view of literacy” :
1) Literasi adalah Kegiatan Sosial,
2) Setiap orang memiliki Kemahiran yang berbeda-beda,
3) Tindakan masyarakat terletak dalam hubungan sosial yang lebih luas,
4) Literasi didasarkan pada sistem atau simbol,
5) Sikap dan nilai-nilai yang berkaitan dengan tindakan komunikasi,
6) Sejarah kehidupan kita, bagaimana kita belajar (berproses).
Barton and Hamilton
(1998 : 6) mendefinisikan praktik keaksaraan sebagai “cara
budaya umum menggunakan bahasa tertulis yang menarik orang dalam hidup mereka
dan menunjukkan bagaimana kegiatan membaca dan menulis yang terkait dengan
struktur sosial di mana mereka menanam dan membentuk. Tetapi ( Street, 1995
: 2 ) mengemukakan bahwa praktek ini adalah “apa yang dilakukan orang
dengan literasi”, praktik literasi berbentuk abstrak karena mereka tidak hanya
membaca dan menulis, tetapi juga menilai, merasakan dan mengkonsepsi budaya
yang memberi makna pada penggunaan praktik literasi ini. Peristiwa Literacy
adalah bagian mengamati di mana literasi memiliki peran. Biasanya ada teks
tertulis, pusat aktivitas dan mungkin ada pembicaraan sekitar teks. Peristiwa
merupakan mengamati bagian yang timbul dari praktek atau yang dibentuk oleh
mereka. Gagasan peristiwa menekankan pada letak sifat literasi, bahwa ia selalu
ada dalam konteks sosial.
Sedangkan Baynham
(1995 : 1) Investigasi literasi sebagai praktek melibatkan menyelidiki
literasi sebagai ' aktivitas manusia yang nyata ', bukan hanya apa yang
dilakukan orang dengan literasi, tetapi juga apa yang mereka dapatkan dari apa
yang mereka lakukan, nilai-nilai yang mereka tempatkan di atasnya dan ideologi
yang mengelilinginya.
Konsep mengenai
Literacy and power :
“Tidak semua praktek literasi adalah sama. Negara
memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk mendefinisikan literasi, buta huruf,
mengatur kemudian memasukan ke kelompok-kelompok tertentu, dan membatasi akses ke pengetahuan. Tulisan yang bernilai adalah pusat dari pengertian kekuasaan dan kontrol dalam masyarakat modern.
Arti dominan dari praktek literasi dibangun dalam konteks yang memiliki
kekuatan yang cukup besar dalam masyarakat kita, seperti pendidikan dan hukum.
Institusi pengendali ini seharusnya menegakkan dan mendukung praktek bergengsi ini. Namun kegiatan menulis kurang didukung dan kurang berpengaruh, padahal seharusnya didukung sepenuhnya oleh negara”.
Bartholomae (1986: 4) on academic literacy “Setiap kali seorang siswa duduk untuk menulis kepada
kami, ia harus mendapatkan kesempatan untuk belajar sejarah atau Antropologi
atau Ekonomi atau Inggris. Dia harus belajar berbicara bahasa kita, untuk
berbicara seperti yang kita lakukan, untuk mencoba cara-cara aneh untuk
mengetahui, memilih, evaluasi, melaporkan, menyimpulkan, dan berdebat dalam
mendefinisikan discourse komunitas kami”.
C. Culture
Hyland mengatakan bahwa ide pengalaman penulis 'dari praktik literasi masyarakat
yang berbeda akan mempengaruhi pilihan linguistik mereka, ini menunjukkan bahwa
guru harus mempertimbangkan bagian budaya yang dimainkan siswa dalam menulis.
Menurut (Lantolf, 1999), Budaya secara umum dipahami sebagai jaringan historis ditransmisikan dan
sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan
mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia. Menurut Kramsch, Akibatnya, bahasa dan pembelajaran terikat dengan budaya. (Kramsch, 1993).
Menurut Connor (1996
: 5 ), “Retorika kontrastif adalah area penelitian dalam akuisisi
bahasa kedua yang mengidentifikasi masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh
penulis bahasa keduanya dengan mengacu pada strategi retoris dari bahasa
pertama, mencoba untuk menjelaskannya. Retorika kontrastif menyatakan bahwa bahasa
dan menulis adalah fenomena budaya. Sebagai konsekuensi langsung, setiap
bahasa memiliki konvensi retorika unik untuk itu”.
Penelitian CR L2 vs L1
siswa yang dilakukan Grabe dan Kaplan (1996 : 239) menghasilkan kesimpulan
sebagai berikut :





Penelitian tersebut
mendapat banyak kritikkannya tidak sepenuhnya dijelaskan apa pola budaya retorika, di mana mereka
berada dan bagaimana mereka belajar semua itu. Penelitian ini lemah karena mengabaikan ' keragaman dan tergantung pada metode analisis teks dan terlalu membuat generalisasi luas tentang linguistik. Sehingga melahirkan penelitian lain yakni Canagarajah on Contrastive
Rhetoric “Meskipun CR merupakan penelitian langka dan tradisi pedagogis adat
untuk ESL dengan nilai yang cukup bagi guru, harus mengembangkan jenis yang
lebih kompleks penjelasan untuk perbedaan tekstual jika sekolah adalah untuk
menikmati terus kegunaannya. Meskipun perbedaan selalu akan berada di sana
secara tertulis, dan meskipun sebagian besar mungkin berasal dari budaya,
pengaruh cara yang ini terjadi bisa positif atau negatif, memungkinkan serta
membatasi, dan guru harus menyadari semua ini kemungkinan ketika mereka
mengajar menulis siswa. Lebih penting lagi, guru harus ingat bahwa tidak ada
yang perlu tampak sebagai tawanan bahasa dan budaya, siswa dapat diajarkan
untuk menegosiasikan struktur retoris konflik untuk keuntungan mereka. Canagarajah
(2002 : 68)
Tanggapan pedagogik
retorika kontrastif sebagian besar telah menekuk
cara berpikir dan menulis pembicara bahasa kedua bagi mereka dari
Konvensi Anglo-Amerika, sebuah praktek dikritik di Phillipson (1992) konsep 'imperialisme linguistik'. Namun, Yamuna Kachru (1999 : 84) menunjukkan ketidakmungkinan melatih dunia misalnya seluruh Inggris menggunakan Populasi dalam norma-norma satu varietas. Sebaliknya ia menyarankan bahwa itu adalah pembaca, dan pendidik khususnya bahasa Inggris, yang perlu menyadari konvensi retorika yang berbeda dan untuk menerima mereka dalam pekerjaan mereka sebagai siswa. Selain menjadi sebuah perusahaan yang lebih masuk akal, ia berpendapat bahwa hal ini akan terus mencegah pengecualian mayoritas dari kontribusi terhadap pengetahuan dunia hanya atas dasar penulisan konvensi.
cara berpikir dan menulis pembicara bahasa kedua bagi mereka dari
Konvensi Anglo-Amerika, sebuah praktek dikritik di Phillipson (1992) konsep 'imperialisme linguistik'. Namun, Yamuna Kachru (1999 : 84) menunjukkan ketidakmungkinan melatih dunia misalnya seluruh Inggris menggunakan Populasi dalam norma-norma satu varietas. Sebaliknya ia menyarankan bahwa itu adalah pembaca, dan pendidik khususnya bahasa Inggris, yang perlu menyadari konvensi retorika yang berbeda dan untuk menerima mereka dalam pekerjaan mereka sebagai siswa. Selain menjadi sebuah perusahaan yang lebih masuk akal, ia berpendapat bahwa hal ini akan terus mencegah pengecualian mayoritas dari kontribusi terhadap pengetahuan dunia hanya atas dasar penulisan konvensi.
D. Teknologi
Hyland mengatakan bahwa untuk menjadi orang yang paham berliterasi berarti
memiliki kontrol atas berbagai media cetak dan elektronik. Teknologi memiliki
dampak yang besar dalam cara kita menulis, genre yang kita buat, identitas
pengarang kita asumsikan dan cara kita terlibat dengan pembaca. Beberapa yang
paling penting dari ini tercantum dalam Konsep Pengaruh teknologi elektronik
pada penulisan yakni:
Ø Mengubah tulisan , mengedit , proofreading dan proses memformat
Ø Kombinasi teks tertulis dengan media visual dan audio yang lebih mudah
Ø Mendorong menulis non - linear dan proses membaca melalui link hypertext
Ø Tantangan pemikiran tradisional tentang kepenulisan, wewenang dan kekayaan
intelektual
Ø Mengizinkan penulis mengakses informasi lebih lanjut dan untuk
menghubungkan informasi dalam cara-cara baru
Ø Mengubah hubungan antara penulis dan pembaca sebagai kembali menulis “write
back”
Ø Memperluas berbagai genre dan kesempatan untuk menjangkau khalayak yang
lebih luas
Ø Blur tradisional lisan dan perbedaan saluran tulisan
Ø Memperkenalkan kemungkinan untuk membangun dan memproyeksikan identitas
sosial baru
Ø Memfasilitasi masuk ke komunitas baru (on-line discourse communities)
Ø Meningkatkan marginalisasi penulis yang terisolasi dari teknologi tulisan
baru
Ø Menawarkan tantangan dan peluang tulisan guru untuk praktek kelas baru
Teknologi elektronik,
pada kenyataannya, mempercepat preferensi yang berkembang untuk gambar teks di
atas dalam banyak domain sehingga kemampuan untuk berdua mengerti dan bahkan
menghasilkan teks multimodal semakin persyaratan praktik keaksaraan di ilmiah,
pendidikan, bisnis, media dan pengaturan lainnya. Menulis sekarang berarti '
perakitan teks dan gambar ' dalam desain visual yang baru, dan penulis sering
perlu untuk memahami cara-cara tertentu mengkonfigurasi dunia yang menawarkan
modus yang berbeda. Menurut Kress (2003), modus yang berbeda
memiliki affordances yang berbeda, atau potensi dan keterbatasan untuk makna.
Douglas ( 1998: 155 ) pada argumen hypertext “Keindahan hypertext adalah yang mendorong kita
lurus ' baik / atau' dunia yang mencetak telah datang untuk mewakili dan
menjadi alam semesta di mana dan selalu mungkin. Ini adalah lingkungan yang
lebih kondusif untuk filsafat relativistik dan analisis, di mana tidak ada
rekening tunggal istimewa atas setiap orang”. Guru sering menemukan berbagai besar
variasi dalam kualitas dan genre siswa menyebutkan dalam makalah akademis
mereka ( Stapleton , 2003 ).
Hal terpenting yakni
Computer-mediated-writing instruction. Banyak guru saat ini menggunakan sistem manajemen kursus komersial seperti sebagai Blackboard
atau WebCT untuk menampilkan semua materi pelajaran dan pesan di satu tempat
dan untuk mendorong siswa untuk posting on-line. Namun, guru adalah pendukung nilai siswa untuk
mengembangkan dan mempublikasikan situs web on-line mereka sendiri sehingga mereka dapat berlatih keterampilan literasi baru. Mungkin penggunaan paling umum dari teknologi di
kelas writing dalam beberapa tahun terakhir telah list serves , atau milis elektronik yang memanfaatkan keakraban siswa dengan email dibatasi dalam komunitas yang mendukung, membantu guru di kelas L2 khususnya untuk menciptakan hubungan baru dan teks. Blog kelas juga telah digunakan oleh guru untuk mendorong ekspresi pendapat siswa dalam menulis menciptakan baik rasa kepengarangan dan masyarakat (Bloch : 2008).
mengembangkan dan mempublikasikan situs web on-line mereka sendiri sehingga mereka dapat berlatih keterampilan literasi baru. Mungkin penggunaan paling umum dari teknologi di
kelas writing dalam beberapa tahun terakhir telah list serves , atau milis elektronik yang memanfaatkan keakraban siswa dengan email dibatasi dalam komunitas yang mendukung, membantu guru di kelas L2 khususnya untuk menciptakan hubungan baru dan teks. Blog kelas juga telah digunakan oleh guru untuk mendorong ekspresi pendapat siswa dalam menulis menciptakan baik rasa kepengarangan dan masyarakat (Bloch : 2008).
E. Genre
Genre adalah jenis tindakan komunikatif, yang berarti bahwa untuk berpartisipasi
dalam acara sosial, individu harus terbiasa dengan genre yang mereka hadapi di
sana. Karena itu, genre sekarang menjadi salah satu konsep yang paling penting
dalam pendidikan bahasa saat ini. Ini adalah adat, namun kita dapat
mengidentifikasi tiga pendekatan genre (Hyon , 1996; Johns , 2002) :
(a) the Australian work
in the tradition of Systemic Functional Linguistics.
(b) the teaching of
English for Specific Purposes.
(c) the New Rhetoric
studies developed in North American composition contexts.
1. Systemic Functional views : Dalam sistemik Fungsional Model bergenre dipandang sebagai 'sebuah pentas
yang berorientasi pada tujuan proses sosial ' menurut ( Martin, 1992: 505 ),
menekankan karakter tujuan dan berurutan genre yang berbeda dan mencerminkan
kepedulian Halliday dengan bahasa secara sistematis terkait dengan konteks. Genre
adalah proses sosial karena anggota dari budaya berinteraksi untuk mencapainya,
berorientasi pada tujuan karena mereka telah berevolusi untuk mencapai hal-hal,
dan kemudian dipentaskan karena makna yang dibuat dalam langkah-langkah,
biasanya penulis membutuhkan lebih dari satu langkah untuk mencapai tujuannya. Ketika serangkaian teks membagi mengenai tujuan yang sama, mereka seringkali akan berbagi struktur yang sama pula, dan dengan demikian mereka berasal dari Genre yang sama.
On genre-based grammar
in teaching maksudnya Grammar adalah nama untuk sumber daya yang tersedia untuk
pengguna sistem bahasa untuk memproduksi teks. Sebuah pengetahuan tentang tata
bahasa oleh pembicara atau penulis menggunakan pergeseran bahasa dari
implisit-tidak sadar ke bahasa yang manipulasi sadar dan memilih teks yang
sesuai. Sebuah tata bahasa berbasis genre yang berfokus pada cara yang dilalui
berbeda
proses bahasa atau genre secara tertulis yang dikodifikasikan dalam cara yang berbeda dan dikenali. Ini pertama mempertimbangkan bagaimana teks terstruktur dan terorganisir pada tingkat seluruh teks dalam kaitannya dengan tujuannya, penonton dan pesan. Kemudian mempertimbangkan bagaimana semua bagian dari teks, seperti paragraf dan kalimat, terstruktur, terorganisir dan terkodekan sehingga membuat teks efektif sebagai komunikasi tertulis. Knapp dan Watkins (1994 : 8 ).
proses bahasa atau genre secara tertulis yang dikodifikasikan dalam cara yang berbeda dan dikenali. Ini pertama mempertimbangkan bagaimana teks terstruktur dan terorganisir pada tingkat seluruh teks dalam kaitannya dengan tujuannya, penonton dan pesan. Kemudian mempertimbangkan bagaimana semua bagian dari teks, seperti paragraf dan kalimat, terstruktur, terorganisir dan terkodekan sehingga membuat teks efektif sebagai komunikasi tertulis. Knapp dan Watkins (1994 : 8 ).
2. English for Specific Purposes (ESP) Orientasi ini mengikuti
SFL dalam memberikan penekanan terhadap sifat formal dan tujuan komunikatif
genre, tetapi berbeda dalam mengadopsi konsep genre yang jauh lebih sempit.
Alih-alih melihat genre sebagai sumber daya yang tersedia dalam budaya yang lebih
luas, ia menganggapnya sebagai milik discourse masyarakat tertentu. Discourse
communities mengembangkan konvensi dan tradisi mereka sendiri seperti beragam kegiatan
lisan seperti menjalankan pertemuan, menghasilkan laporan, dan mempublikasikan
kegiatan mereka. Pengulangan peristiwa
komunikatif di kelas adalah genre yang mengatur kehidupan verbal. Genre ini menghubungkan masa
lalu dan masa kini, sehingga keseimbangan kekuatan tradisi dan inovasi. Mereka
menyusun peran individu dalam kerangka yang lebih luas, dan lebih membantu
orang-orang dengan aktualisasi komunikatif rencana dan tujuan mereka.
3. The ‘New Rhetoric’: Pendekatan ini menyimpang dari dua sebelumnya
dalam melihat genre sebagai lebih fleksibel dan kurang mudah untuk mengajarkan.
Penekanan yang lebih besar diberikan kepada cara-cara genre berkembang dan
variasi pameran, dan ini menyebabkan pemahaman sementara jauh lebih ke konsep (Freedman dan Medway, 1994). Retorika baru kurang berfokus
pada bentuk bergenre, tindakan bentuk ini digunakan untuk mencapai,
sehingga cenderung menggunakan alat-alat penelitian kualitatif yang
mengeksplorasi hubungan antara teks dan konteks mereka daripada orang-orang
yang menggambarkan konvensi retorika mereka (Miller, 1984). Genre adalah
motivasi, hubungan fungsional antara jenis teks dan situasi retoris. Artinya,
genre bukanlah jenis teks atau situasi, melainkan hubungan fungsional antara
jenis teks dan jenis situasi. Jenis teks bertahan karena mereka bekerja, karena
mereka merespons secara efektif terhadap situasi berulang. (Coe (2002).
F. Identity
Penelitian terbaru
telah menekankan hubungan dekat antara menulis dan identitas seorang penulis.
Dalam arti luas, identitas mengacu pada cara-cara orang menampilkan siapa
mereka satu sama lain ( Benwell dan Stokoe , 2006 : 6 ) : kinerja sosial
dicapai dengan menggambar pada sumber daya linguistik yang tepat. Oleh karena
itu identitas dipandang sebagai bangunan oleh teks yang kita libatkan
dengan pilihan bahasa yang kita buat, sehingga identitas bergerak dari pribadi
ke ranah publik, dan dari proses kognisi tersembunyi ke konstruksi sosial dan
dinamis dalam discourse.
Pengertian saat ini identitas melihatnya sebagai konsep plural, yang
didefinisikan secara sosial dan dinegosiasikan melalui pilihan penulis buat
dalam discourse mereka. Pilihan ini sebagian dibatasi oleh ideologi dominan kemahiran
istimewa di masyarakat tertentu, dan sebagian terbuka untuk interpretasi
penulis 'sebagai hasil dari pengalaman pribadi dan sosial budaya mereka. Demikian identitas mengacu berbagai macam 'diri' penulis
mempekerjakan dalam konteks yang berbeda, proses hubungan mereka dengan
masyarakat tertentu, dan tanggapan mereka terhadap hubungan kekuasaan
institusional tertulis di dalamnya.
Keanggotaan mengacu
pada kemampuan penulis untuk mengenali, meniru dan, dalam batas-batas,
berinovasi, struktur organisasi masyarakat, kepentingan saat ini, dan praktik
retoris. Ini mengikuti konvensi tertentu dari manajemen melibatkan kesan untuk
memproyeksikan status insider, kesadaran bersama dari konvensi ini memberikan
ciri suatu masyarakat. Kami mengklaim kompetensi untuk mengatasi rekan dengan
menggambar pada pengetahuan intertekstual yang meliputi cara-cara khas memilih
dan memanfaatkan topik, mengacu pada pengetahuan bersama, berinteraksi dengan
konten dan pembaca kami, dan menggunakan terminologi khusus. Jadi, menulis
sebagai seorang akuntan, seorang ahli magnetik fisika, atau pengawas
produksi berarti memposisikan diri tampaknya dalam batas-batas alami komunitas
Anda melalui kontrol bentuk sah dari discourse.
Menurut Ivanic ,
1998 ; Ivanic dan Weldon , 1999. Membahas identitas sebagai
berikut :
1) The autobiographical self yakni penulis membawa ke tindakan menulis, dibatasi secara sosial dan dibangun
oleh life-history penulis. Ini termasuk ide-ide mereka, pendapat, keyakinan dan
komitmen sikap mereka.
2) The discoursal self yakni penulis terkesan sadar atau tidak sadar
menyampaikan dalam sebuah teks dari diri mereka sendiri. Ini menyangkut suara
penulis dalam arti bagaimana mereka menggambarkan diri mereka. Sebuah contoh
adalah sejauh mana penulis mengambil praktek-praktek masyarakat yang atau untuk
dia menulis, mengadopsi konvensi dan untuk mengklaim keanggotaan.
3) The authorial self yakni penulis menunjukkan dirinya dalam tingkat
authoritativeness dengan tulisannya. Ini adalah sejauh mana seorang penulis
ikut campur ke dalam teks dan mengklaim dirinya sebagai sumber isinya. Hal ini
termasuk penggunaan kata ganti pribadi dan kesediaan untuk mendapatkan secara
pribadi di belakang argumen dan klaim.
Progress minggu lalu,
saya teringat Mr. Lala berkata kepada saya bahwa tulisan yang saya tulis masih
terpaku kepada teks (chapter kedua) yang saya tuliskan itu. Isinya sebagai
berikut :
Howard Zinn is Man who
critic about history continent Amerika. He is Politician. At the moment is
history Proffesor in Boston University. He also is history teach in Spelman
College during 9 years. Zinn write more than 20 books, including its book which
title “ A People’s History of the United State Chapter 1 Columbus, The Indians
and Human progress”. Its book have made World.
Weakness Howard Zinn is
not explain about inventor continent Amerika. Howard Zinn only explain about
obsolence side from Christopher Columbus. Why Mr. Zinn not explain about this?
Because he know who find continent Amerika. Who find continent Amerika is
Muslim.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari semua pembahasan mengenai Context, Literacy, Culture,
Technology, Genre and Identity adalah suatu kajian yang harus
benar-benar dipahami dan dimengerti bagi kita sebagai seorang penulis. Karena
semua itu adalah kajian tentang Area Menulis. Mengapa kita harus
mengerti dan benar-benar memahaminya? Karena tidak sedikit pembahasan ini
sangat benar-benar rumit bagi saya. Akan tetapi saya harap, saya bisa
menafsirkan sebuah makna atau meaning yang ada didalam teks tersebut.
Sehingga kita semua tidak salah dalam memaknai sebuah tulisan itu. Apalagi
didalam konteks sosial dan budayanya. Semoga diprogress kedua ini, saya bisa
mengexplor tentang apa saja yang belum terkuak dari Mr. Howard Zinn. Semoga ini
semua bisa dijadikan sebuah pencerahan bagi siapa saja yang membaca dan
membutuhkannya. Amin ^_^
References:
[Ken_Hyland]_Teaching_and_Researching_Writing_(2nd(BookFi.org) hal 44 - 74


Subscribe to:
Post Comments (Atom)