Monday, March 17, 2014

Maju dan Terus BerLiterasi


Class Review 5
Maju dan Terus BerLiterasi
( By. Nur Auliya Rahmawati )
Dipertemuan kelima ini, pukul 07.00 WIB. Kami sudah siap untuk belajar mata kuliah Writing and Conversation 4. Didalam kelas yang sepi dan sejuk, kami terdiam dan mengarahkan pandangan kami hanya untuk Mr. Lala. Saya teringat tentang perkataan beliau bahwa “ cek kembali tentang buku-buku yang bertemakan Literasi “. Sebelum saya beranjak kepada buku-buku selanjutnya, saya akan sedikit menjelaskan kembali tentang Literasi. Menurut Hyland (2006) literasi adalah sesuatu yang di lakukan, maksudnya adalah literasi itu tidak hanya sebuah pemikiran. Akan tetapi, literasi itu harus ada real actionnya.
Di class review ini, saya akan menuliskan lebih dalam lagi tentang Area Menulis. Di dalam buku mengenai Teaching and Researching Writing (Ken Hyland  2002 ; 2009) yang berkaitan dengan pemahaman kita pada teks itu sendiri yakni context, literacy, culture, technology, genre and identity.

A.    Context
Context Menurut Hyland, faktor-faktor konteks sebagian besar dipandang sebagai ‘obyektif’ variabel seperti kelas, gender atau ras. Tetapi sekarang cenderung dipandang sebagai apa yang akan dilihat peserta sebagai relevannya. Misalnya surat pribadi, mungkin berarti sesuatu yang berbeda untuk penulis dan penerima dari pembaca biasanya.
Sedangkan menurut Van Dijk (2008 : viii) bahwa bukan situasi sosial yang mempengaruhi (dipengaruhi) oleh discourse, melainkan cara peserta mendefinisikan situasi seperti itu. Konteks demikian bukan semacam kondisi 'obyektif' atau penyebab langsung, melainkan (antar) konstruksi subjektif yang dirancang dan terus menerus diperbarui dalam interaksi dengan peserta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika mereka dalam situasi sosial yang sama, maka mereka akan berbicara dengan cara yang sama. Konteks adalah membentuk peserta.

Kemudian Cutting (2002:3) menyatakan bahwa ada tiga aspek utama dalam konteks yaitu :
*      Situational context maksudnya yaitu : apa yang orang tahu tentang apa yang dapat mereka lihat di sekitar mereka.
*      Background knowledge context yaitu : apa yang orang tahu tentang dunia, aspek apa yang mereka tahu tentang hidup dan apa yang mereka ketahui tentang satu sama lain.
*      Co-textual context yaitu :  apa yang orang ketahui tentang apa yang telah mereka katakan.

Aspek-aspek interpretasi telah datang untuk dibungkus menjadi ide dari masyarakat itu sendiri. Ini adalah suatu konsep yang bermasalah, tetapi menawarkan cara yang berprinsip untuk memahami bagaimana makna  diproduksi dalam interaksi. Ini berarti bahwa semua penggunaan bahasa tertulis dapat dilihat di waktu tertentu dan tempat-tempat tertentu. Misalnya di rumah,  sekolah, tempat kerja, universitas dan komunitas tertentu yang mengenali kombinasi genre tertentu, interpretatif dan konvensi komunikatif.
Banyak analis bahasa lebih berorientasi dalam memahami konteks dengan cara yang berbeda. Dimulai dengan teks yang melihat sifat-sifat situasi sosial yang dikodekan sebagai sistematis didalam discourse. Pendekatan lain, bahasa menurut Halliday (1985) dalam Systemic Functional Linguistics telah berusaha untuk menunjukkan bagaimana konteks mereka meninggalkan jejak (disajikan dalam) pola penggunaan bahasa. Halliday mengembangkan analisis konteks berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan bahasa penulis dalam konteks dari situasi tertentu (Malinowski, 1949). Artinya, bahasa bervariasi sesuai dengan situasi di mana ia digunakan, sehingga jika kita meneliti teks kita dapat membuat dugaan tentang situasinya, atau jika kita berada dalam situasi tertentu.
Jika kita membuat pilihan linguistik tertentu berdasarkan situasi. Konteks situasi adalah situasi langsung di mana penggunaan bahasa terjadi dan variasi bahasa dalam konteks tersebut bervariasi dengan konfigurasi field, tenor dan modus. Kemudian Hyland menggunakan dimensi konsep yang dibuat oleh Halliday yaitu :
*      Field : Mengacu pada apa yang terjadi, jenis aksi sosial, atau tentang teks yang berkaitan (topik bersama dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan biasanya pola digunakan untuk mengekspresikan itu).
*      Tenor : Mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran dan hubungan peserta (status dan kekuasaan mereka, misalnya : yang mempengaruhi keterlibatan, formalitas dan kesopanan).
*      Mode : Mengacu pada bagian bahasa yang dimainkan, bagaimana peserta mengharapkan yang lakukan untuk mereka (apakah lisan atau tertulis, bagaimana informasi terstruktur dan sebagainya).

Hyland mengatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahasa yang kita gunakan sesuai dengan situasi dimana kita menggunakannya dan semua itu merupakan upaya untuk mengkarakterisasi konfigurasi tulisan (pidato) yang membatasi pilihan penulis dalam suatu situasi. Jadi, beberapa register berisi cukup prediksi fitur yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi korespondensi yang erat antara teks dan konteks. Konteks situasi (context of situation) beroperasi dalam konteks yang lebih luas dan lebih abstrak. Halliday menyebutnya konteks budaya (context of culture). Halliday melihat konteks budaya seperti yang diungkapkan dalam atau (melalui) konteks yang lebih spesifik dari situasi, sehingga kita menggambarkan situasi sosial sebagai bagian dari budaya yang lebih luas.
B.     Literacy
Hyland mengatakan bahwa literasi berbentuk menulis dan membaca. Tulisan itu bukan hanya sebagai keterampilan abstrak saja, akan tetapi menerapkan baca dan tulis itu untuk tujuan tertentu didalam konteks tertentu pula. Tulisan juga sebagai praktek sosial. Didalam konteksnya, kita lihat bahwa Literasi sebagai Psikologi dan tekstual yaitu sesuatu yang dapat diukur dan bisa dinilai. Konsep literasi menurut Barton (2007: 34–5) dalam bukunya yaitu “A social view of literacy” :
1)      Literasi adalah Kegiatan Sosial,
2)      Setiap orang memiliki Kemahiran yang berbeda-beda,
3)      Tindakan masyarakat terletak dalam hubungan sosial yang lebih luas,
4)      Literasi didasarkan pada sistem atau simbol,
5)      Sikap dan nilai-nilai yang berkaitan dengan tindakan komunikasi,
6)      Sejarah kehidupan kita, bagaimana kita belajar (berproses).

Barton and Hamilton (1998 : 6) mendefinisikan praktik keaksaraan sebagai “cara budaya umum menggunakan bahasa tertulis yang menarik orang dalam hidup mereka dan menunjukkan bagaimana kegiatan membaca dan menulis yang terkait dengan struktur sosial di mana mereka menanam dan membentuk. Tetapi ( Street, 1995 : 2 ) mengemukakan bahwa praktek ini adalah “apa yang dilakukan orang dengan literasi”, praktik literasi berbentuk abstrak karena mereka tidak hanya membaca dan menulis, tetapi juga menilai, merasakan dan mengkonsepsi budaya yang memberi makna pada penggunaan praktik literasi ini. Peristiwa Literacy adalah bagian mengamati di mana literasi memiliki peran. Biasanya ada teks tertulis, pusat aktivitas dan mungkin ada pembicaraan sekitar teks. Peristiwa merupakan mengamati bagian yang timbul dari praktek atau yang dibentuk oleh mereka. Gagasan peristiwa menekankan pada letak sifat literasi, bahwa ia selalu ada dalam konteks sosial.
Sedangkan Baynham (1995 : 1) Investigasi literasi sebagai praktek melibatkan menyelidiki literasi sebagai ' aktivitas manusia yang nyata ', bukan hanya apa yang dilakukan orang dengan literasi, tetapi juga apa yang mereka dapatkan dari apa yang mereka lakukan, nilai-nilai yang mereka tempatkan di atasnya dan ideologi yang mengelilinginya.
Konsep mengenai Literacy and power :
Tidak semua praktek literasi adalah sama. Negara memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk mendefinisikan literasi, buta huruf, mengatur kemudian memasukan ke kelompok-kelompok tertentu, dan membatasi akses ke pengetahuan. Tulisan yang bernilai adalah pusat dari pengertian kekuasaan dan kontrol dalam masyarakat modern. Arti dominan dari praktek literasi dibangun dalam konteks yang memiliki kekuatan yang cukup besar dalam masyarakat kita, seperti pendidikan dan hukum. Institusi pengendali ini seharusnya menegakkan dan mendukung praktek bergengsi ini. Namun kegiatan menulis kurang didukung dan kurang berpengaruh, padahal seharusnya didukung sepenuhnya oleh negara”.
Bartholomae (1986: 4) on academic literacy “Setiap kali seorang siswa duduk untuk menulis kepada kami, ia harus mendapatkan kesempatan untuk belajar sejarah atau Antropologi atau Ekonomi atau Inggris. Dia harus belajar berbicara bahasa kita, untuk berbicara seperti yang kita lakukan, untuk mencoba cara-cara aneh untuk mengetahui, memilih, evaluasi, melaporkan, menyimpulkan, dan berdebat dalam mendefinisikan discourse komunitas kami”.
C.    Culture
Hyland mengatakan bahwa ide pengalaman penulis 'dari praktik literasi masyarakat yang berbeda akan mempengaruhi pilihan linguistik mereka, ini menunjukkan bahwa guru harus mempertimbangkan bagian budaya yang dimainkan siswa dalam menulis. Menurut (Lantolf, 1999), Budaya secara umum dipahami sebagai jaringan historis ditransmisikan dan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia. Menurut Kramsch, Akibatnya, bahasa dan pembelajaran terikat dengan budaya. (Kramsch, 1993).
Menurut Connor (1996 : 5 ), “Retorika kontrastif adalah area penelitian dalam akuisisi bahasa kedua yang mengidentifikasi masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh penulis bahasa keduanya dengan mengacu pada strategi retoris dari bahasa pertama, mencoba untuk menjelaskannya. Retorika kontrastif menyatakan bahwa bahasa dan menulis adalah fenomena budaya. Sebagai konsekuensi langsung, setiap bahasa memiliki konvensi retorika unik untuk itu”.
Penelitian CR L2 vs L1 siswa yang dilakukan Grabe dan Kaplan (1996 : 239) menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
*      Preferensi organisasi yang berbeda dan pendekatan untuk argument structuring,
*      Pendekatan yang berbeda untuk menggabungkan bahan ke dalam tulisan mereka (parafrase dan lain-lain),
*      Perspektif yang berbeda pada reader-orientation, menarik perhatian dan estimasi pengetahuan pembaca,
*      Perbedaan penggunaan cohesion markers, penanda tertentu yang membuat lemah hubungan leksikal,
*      Perbedaan dalam penggunaan fitur linguistik terbuka (seperti kurang subordinasi, banyak conjunction, kurang passivisation, fewer free modifiers, kurang noun-modification, kata-kata yang kurang spesifik, kurang lexical variety, prediksi variasi dan gaya sederhana).
Penelitian tersebut mendapat banyak kritikkannya tidak sepenuhnya dijelaskan apa  pola budaya retorika, di mana mereka berada dan bagaimana mereka belajar semua itu. Penelitian ini lemah karena mengabaikan ' keragaman dan tergantung pada metode analisis teks dan terlalu membuat generalisasi luas tentang linguistik. Sehingga melahirkan penelitian lain yakni Canagarajah on Contrastive Rhetoric “Meskipun CR merupakan penelitian langka dan tradisi pedagogis adat untuk ESL dengan nilai yang cukup bagi guru, harus mengembangkan jenis yang lebih kompleks penjelasan untuk perbedaan tekstual jika sekolah adalah untuk menikmati terus kegunaannya. Meskipun perbedaan selalu akan berada di sana secara tertulis, dan meskipun sebagian besar mungkin berasal dari budaya, pengaruh cara yang ini terjadi bisa positif atau negatif, memungkinkan serta membatasi, dan guru harus menyadari semua ini kemungkinan ketika mereka mengajar menulis siswa. Lebih penting lagi, guru harus ingat bahwa tidak ada yang perlu tampak sebagai tawanan bahasa dan budaya, siswa dapat diajarkan untuk menegosiasikan struktur retoris konflik untuk keuntungan mereka. Canagarajah (2002 : 68)
Tanggapan pedagogik retorika kontrastif sebagian besar telah menekuk
cara berpikir dan menulis pembicara bahasa kedua bagi mereka dari
Konvensi Anglo-Amerika, sebuah praktek dikritik di Phillipson (1992) konsep 'imperialisme linguistik'.
Namun, Yamuna Kachru (1999 : 84) menunjukkan ketidakmungkinan melatih dunia misalnya seluruh Inggris menggunakan Populasi dalam norma-norma satu varietas. Sebaliknya ia menyarankan bahwa itu adalah pembaca, dan pendidik khususnya bahasa Inggris, yang perlu menyadari konvensi retorika yang berbeda dan untuk menerima mereka dalam pekerjaan mereka sebagai siswa. Selain menjadi sebuah perusahaan yang lebih masuk akal, ia berpendapat bahwa hal ini akan terus mencegah pengecualian mayoritas dari kontribusi terhadap pengetahuan dunia hanya atas dasar penulisan konvensi.
D.    Teknologi
Hyland mengatakan bahwa untuk menjadi orang yang paham berliterasi berarti memiliki kontrol atas berbagai media cetak dan elektronik. Teknologi memiliki dampak yang besar dalam cara kita menulis, genre yang kita buat, identitas pengarang kita asumsikan dan cara kita terlibat dengan pembaca. Beberapa yang paling penting dari ini tercantum dalam Konsep Pengaruh teknologi elektronik pada penulisan yakni:
Ø  Mengubah tulisan , mengedit , proofreading dan proses memformat
Ø  Kombinasi teks tertulis dengan media visual dan audio yang lebih mudah
Ø  Mendorong menulis non - linear dan proses membaca melalui link hypertext
Ø  Tantangan pemikiran tradisional tentang kepenulisan, wewenang dan kekayaan intelektual
Ø  Mengizinkan penulis mengakses informasi lebih lanjut dan untuk menghubungkan informasi dalam cara-cara baru
Ø  Mengubah hubungan antara penulis dan pembaca sebagai kembali menulis “write back”
Ø  Memperluas berbagai genre dan kesempatan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas
Ø  Blur tradisional lisan dan perbedaan saluran tulisan
Ø  Memperkenalkan kemungkinan untuk membangun dan memproyeksikan identitas sosial baru
Ø  Memfasilitasi masuk ke komunitas baru (on-line discourse communities)
Ø  Meningkatkan marginalisasi penulis yang terisolasi dari teknologi tulisan baru
Ø  Menawarkan tantangan dan peluang tulisan guru untuk praktek kelas baru

Teknologi elektronik, pada kenyataannya, mempercepat preferensi yang berkembang untuk gambar teks di atas dalam banyak domain sehingga kemampuan untuk berdua mengerti dan bahkan menghasilkan teks multimodal semakin persyaratan praktik keaksaraan di ilmiah, pendidikan, bisnis, media dan pengaturan lainnya. Menulis sekarang berarti ' perakitan teks dan gambar ' dalam desain visual yang baru, dan penulis sering perlu untuk memahami cara-cara tertentu mengkonfigurasi dunia yang menawarkan modus yang berbeda. Menurut Kress (2003), modus yang berbeda memiliki affordances yang berbeda, atau potensi dan keterbatasan untuk makna.
Douglas ( 1998: 155 ) pada argumen hypertext “Keindahan hypertext adalah yang mendorong kita lurus ' baik / atau' dunia yang mencetak telah datang untuk mewakili dan menjadi alam semesta di mana dan selalu mungkin. Ini adalah lingkungan yang lebih kondusif untuk filsafat relativistik dan analisis, di mana tidak ada rekening tunggal istimewa atas setiap orang”. Guru sering menemukan berbagai besar variasi dalam kualitas dan genre siswa menyebutkan dalam makalah akademis mereka ( Stapleton , 2003 ).
Hal terpenting yakni Computer-mediated-writing instruction. Banyak guru saat ini  menggunakan sistem manajemen kursus komersial seperti sebagai Blackboard atau WebCT untuk menampilkan semua materi pelajaran dan pesan di satu tempat dan untuk mendorong siswa untuk posting on-line. Namun, guru adalah pendukung nilai siswa untuk
mengembangkan dan mempublikasikan situs web on-line mereka sendiri sehingga mereka dapat berlatih keterampilan
literasi baru. Mungkin penggunaan paling umum dari teknologi di
kelas writing dalam beberapa tahun terakhir telah list serves , atau milis elektronik yang memanfaatkan keakraban siswa dengan email dibatasi dalam komunitas yang mendukung, membantu guru di kelas L2 khususnya untuk menciptakan hubungan baru dan teks.
Blog kelas juga telah digunakan oleh guru untuk mendorong ekspresi pendapat siswa dalam menulis menciptakan baik rasa kepengarangan dan masyarakat (Bloch : 2008).
E.     Genre
Genre adalah jenis tindakan komunikatif, yang berarti bahwa untuk berpartisipasi dalam acara sosial, individu harus terbiasa dengan genre yang mereka hadapi di sana. Karena itu, genre sekarang menjadi salah satu konsep yang paling penting dalam pendidikan bahasa saat ini. Ini adalah adat, namun kita dapat mengidentifikasi tiga pendekatan genre (Hyon , 1996; Johns , 2002) :
(a) the Australian work in the tradition of Systemic Functional Linguistics.
(b) the teaching of English for Specific Purposes.
(c) the New Rhetoric studies developed in North American composition contexts.
1.      Systemic Functional views : Dalam sistemik Fungsional Model bergenre dipandang sebagai 'sebuah pentas yang berorientasi pada tujuan proses sosial ' menurut ( Martin, 1992: 505 ), menekankan karakter tujuan dan berurutan genre yang berbeda dan mencerminkan kepedulian Halliday dengan bahasa secara sistematis terkait dengan konteks. Genre adalah proses sosial karena anggota dari budaya berinteraksi untuk mencapainya, berorientasi pada tujuan karena mereka telah berevolusi untuk mencapai hal-hal, dan kemudian dipentaskan karena makna yang dibuat dalam langkah-langkah, biasanya penulis membutuhkan lebih dari satu langkah untuk mencapai tujuannya. Ketika serangkaian teks membagi mengenai tujuan yang sama, mereka seringkali akan berbagi struktur yang sama pula, dan dengan demikian mereka berasal dari Genre yang sama.
On genre-based grammar in teaching maksudnya Grammar adalah nama untuk sumber daya yang tersedia untuk pengguna sistem bahasa untuk memproduksi teks. Sebuah pengetahuan tentang tata bahasa oleh pembicara atau penulis menggunakan pergeseran bahasa dari implisit-tidak sadar ke bahasa yang manipulasi sadar dan memilih teks yang sesuai. Sebuah tata bahasa berbasis genre yang berfokus pada cara yang dilalui berbeda
proses bahasa atau genre secara tertulis yang dikodifikasikan dalam cara yang berbeda dan dikenali. Ini pertama mempertimbangkan bagaimana teks terstruktur dan terorganisir pada tingkat seluruh teks dalam kaitannya dengan tujuannya, penonton dan pesan. Kemudian mempertimbangkan bagaimana semua bagian dari teks, seperti paragraf dan kalimat, terstruktur, terorganisir dan
terkodekan sehingga membuat teks efektif sebagai komunikasi tertulis. Knapp dan Watkins (1994 : 8 ).

2.      English for Specific Purposes (ESP) Orientasi ini mengikuti SFL dalam memberikan penekanan terhadap sifat formal dan tujuan komunikatif genre, tetapi berbeda dalam mengadopsi konsep genre yang jauh lebih sempit. Alih-alih melihat genre sebagai sumber daya yang tersedia dalam budaya yang lebih luas, ia menganggapnya sebagai milik discourse masyarakat tertentu. Discourse communities mengembangkan konvensi dan tradisi mereka sendiri seperti beragam kegiatan lisan seperti menjalankan pertemuan, menghasilkan laporan, dan mempublikasikan kegiatan mereka. Pengulangan peristiwa komunikatif di kelas adalah genre yang mengatur kehidupan verbal. Genre ini menghubungkan masa lalu dan masa kini, sehingga keseimbangan kekuatan tradisi dan inovasi. Mereka menyusun peran individu dalam kerangka yang lebih luas, dan lebih membantu orang-orang dengan aktualisasi komunikatif  rencana dan tujuan mereka.

3.      The ‘New Rhetoric’: Pendekatan ini menyimpang dari dua sebelumnya dalam melihat genre sebagai lebih fleksibel dan kurang mudah untuk mengajarkan. Penekanan yang lebih besar diberikan kepada cara-cara genre berkembang dan variasi pameran, dan ini menyebabkan pemahaman sementara jauh lebih ke konsep (Freedman dan Medway, 1994). Retorika baru kurang berfokus pada bentuk bergenre,  tindakan bentuk ini digunakan untuk mencapai, sehingga cenderung menggunakan alat-alat penelitian kualitatif yang mengeksplorasi hubungan antara teks dan konteks mereka daripada orang-orang yang menggambarkan konvensi retorika mereka (Miller, 1984). Genre adalah motivasi, hubungan fungsional antara jenis teks dan situasi retoris. Artinya, genre bukanlah jenis teks atau situasi, melainkan hubungan fungsional antara jenis teks dan jenis situasi. Jenis teks bertahan karena mereka bekerja, karena mereka merespons secara efektif terhadap situasi berulang. (Coe (2002).
F.     Identity
Penelitian terbaru telah menekankan hubungan dekat antara menulis dan identitas seorang penulis. Dalam arti luas, identitas mengacu pada cara-cara orang menampilkan siapa mereka satu sama lain ( Benwell dan Stokoe , 2006 : 6 ) : kinerja sosial dicapai dengan menggambar pada sumber daya linguistik yang tepat. Oleh karena itu  identitas dipandang sebagai bangunan oleh teks yang kita libatkan dengan pilihan bahasa yang kita buat, sehingga identitas bergerak dari pribadi ke ranah publik, dan dari proses kognisi tersembunyi ke konstruksi sosial dan dinamis dalam discourse.
Pengertian saat ini identitas melihatnya sebagai konsep plural, yang didefinisikan secara sosial dan dinegosiasikan melalui pilihan penulis buat dalam discourse mereka. Pilihan ini sebagian dibatasi oleh ideologi dominan kemahiran istimewa di masyarakat tertentu, dan sebagian terbuka untuk interpretasi penulis 'sebagai hasil dari pengalaman pribadi dan sosial budaya mereka.  Demikian identitas mengacu berbagai macam 'diri' penulis mempekerjakan dalam konteks yang berbeda, proses hubungan mereka dengan masyarakat tertentu, dan tanggapan mereka terhadap hubungan kekuasaan institusional tertulis di dalamnya.
Keanggotaan mengacu pada kemampuan penulis untuk mengenali, meniru dan, dalam batas-batas, berinovasi, struktur organisasi masyarakat, kepentingan saat ini, dan praktik retoris. Ini mengikuti konvensi tertentu dari manajemen melibatkan kesan untuk memproyeksikan status insider, kesadaran bersama dari konvensi ini memberikan ciri suatu masyarakat. Kami mengklaim kompetensi untuk mengatasi rekan dengan menggambar pada pengetahuan intertekstual yang meliputi cara-cara khas memilih dan memanfaatkan topik, mengacu pada pengetahuan bersama, berinteraksi dengan konten dan pembaca kami, dan menggunakan terminologi khusus. Jadi, menulis sebagai seorang akuntan, seorang ahli magnetik  fisika, atau pengawas produksi berarti memposisikan diri tampaknya dalam batas-batas alami komunitas Anda melalui kontrol bentuk sah dari discourse.
Menurut Ivanic , 1998 ; Ivanic dan Weldon , 1999. Membahas identitas sebagai berikut :
1)      The autobiographical self yakni penulis membawa ke tindakan menulis, dibatasi secara sosial dan dibangun oleh life-history penulis. Ini termasuk ide-ide mereka, pendapat, keyakinan dan komitmen sikap mereka.
2)      The discoursal self yakni penulis terkesan sadar atau tidak sadar menyampaikan dalam sebuah teks dari diri mereka sendiri. Ini menyangkut suara penulis dalam arti bagaimana mereka menggambarkan diri mereka. Sebuah contoh adalah sejauh mana penulis mengambil praktek-praktek masyarakat yang atau untuk dia menulis, mengadopsi konvensi dan untuk mengklaim keanggotaan.
3)      The authorial self yakni penulis menunjukkan dirinya dalam tingkat authoritativeness dengan tulisannya. Ini adalah sejauh mana seorang penulis ikut campur ke dalam teks dan mengklaim dirinya sebagai sumber isinya. Hal ini termasuk penggunaan kata ganti pribadi dan kesediaan untuk mendapatkan secara pribadi di belakang argumen dan klaim.
Progress minggu lalu, saya teringat Mr. Lala berkata kepada saya bahwa tulisan yang saya tulis masih terpaku kepada teks (chapter kedua) yang saya tuliskan itu. Isinya sebagai berikut :
Howard Zinn is Man who critic about history continent Amerika. He is Politician. At the moment is history Proffesor in Boston University. He also is history teach in Spelman College during 9 years. Zinn write more than 20 books, including its book which title “ A People’s History of the United State Chapter 1 Columbus, The Indians and Human progress”. Its book have made World.
Weakness Howard Zinn is not explain about inventor continent Amerika. Howard Zinn only explain about obsolence side from Christopher Columbus. Why Mr. Zinn not explain about this? Because he know who find continent Amerika. Who find continent Amerika is Muslim.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari semua pembahasan mengenai Context, Literacy, Culture, Technology, Genre and Identity adalah suatu kajian yang harus benar-benar dipahami dan dimengerti bagi kita sebagai seorang penulis. Karena semua itu adalah kajian tentang Area Menulis. Mengapa kita harus mengerti dan benar-benar memahaminya? Karena tidak sedikit pembahasan ini sangat benar-benar rumit bagi saya. Akan tetapi saya harap, saya bisa menafsirkan sebuah makna atau meaning yang ada didalam teks tersebut. Sehingga kita semua tidak salah dalam memaknai sebuah tulisan itu. Apalagi didalam konteks sosial dan budayanya. Semoga diprogress kedua ini, saya bisa mengexplor tentang apa saja yang belum terkuak dari Mr. Howard Zinn. Semoga ini semua bisa dijadikan sebuah pencerahan bagi siapa saja yang membaca dan membutuhkannya. Amin ^_^
References:
[Ken_Hyland]_Teaching_and_Researching_Writing_(2nd(BookFi.org) hal 44 - 74



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment