Monday, March 31, 2014
Created By:
Nendi Gunawan
7th Class Review
“Literasi
Vs. Sejarah”
Hari
ini kami kembali bermain bersama Writing Class.n Setiap orang pasti senang
ketika menderang kata bermain, namun berbeda dengan hal ini, dalam Mata Kuliah
Writing mahasiswa selalu bermain dengan buku-buku yang super. Jumat 22 Maret
2014, Literasi Vs Sejarah menjadi judul class review saya kali ini. Hari ini
menjadi hari yang tak bagus buat saya, tak tahu mengapa hari ini saya telat
untuk hadir dalam mata kuliah ini, alhasil tak mendapatkan absen. Hal ini merupakan
kejadian pertama dalam semester ini, ada
rasa kesal dan sedih yang menaungi, karena telat beberapa menit saja tak
mendapatkan absen, tapi mau bagaimana lagi ini adalah komitmen bersama yang
telah disepakati.
Pertemuan
kali ini, dalam 45 menit mahasiswa akan menjadi reviewer dari wacana temannya
sendiri. Apa saja yang harus dilakukan
reviewer dalam mereview sebuah teks, disini ada dua cakupan antara lain; Unity
dan Coherence ( harusmelihat lebih detail materi pembhasanya). Adapun yang
beliau inginkan adalah 40% untuk Unity
dan 60% untuk Coherence. Dalam membuat wacana mahasiswa masih ada yang belum
sempurna karena tidak adanya generic structure yang benar. Seharusnya dalam
introduction, summary, critique dan conclution harus jelas erta benar penempataannya, agar pembaca mudah
memahami setiap isi paragraph.
Dalam
pembuatan critical review Introduction harus lebih perspektif dari artikel Howard Zinn yang berjudul “ Speaking truth to Power with
Book”. Dalam Sumary juga seharusnya
lebih perspektif seperti contoh ; Ada beberapa poin yang sudah Howard
Zinn tulis tentang Columbus, dan siapa saja yang sudah menjadikan Columbus
sebagai Hero ataupun penemu benua Amerika, agar hal itu lebih jelas maka harus
dikasih keterangan atau penjelasan seperti kata First, second, third dan
lainya. Disamping itu dalam critical review harus jelas berapa poin tentang
Columbus yang sudah diabaikan dalam artikel Howar Zinn. Begitupun dalam
penulisan kesimpulan, janganlah terlalu bertele-tele, buatlah lebih spesifik
lagi.
Mengutip
dari power poin Mr. Lala Bumela Milan Kundera menegaskan bahwa “to write, means
for the poet to crush the wall behind which something that was always there
hides”. Maksudnya adalah dalam penulisan itu sama seperti halnya kita harus
menghancurkan dinding yang dibelakangnya ada sesuatu yang selalu bersembunyi.
Adapun tugas dari seorang penyair (sastrawan)
tidaklah berbeda dengan karya sejarah, yang mana seorang penemu lebih
suka daripada yang mengkreasi atau menciptakan. Penyair yang selalu membuka
situasi (hal) yang baru.
Adapun
beberapa hubungan literasi antara lain hubungan literasi dengan history.
Seperti yang kita ketahui bahwa sejarah erat
terkait dengan praktek literasi, karena hanya orang-orang yang
berliterasi yang mampu membuat sejarah. (historical literacy). Banyak orang
yang tidak tersentuh terhadap konsep penting seperti kegunaan dalil-dalil
sejarah, dan adanya pemahaman-pemahaman sejarah yang bertentangan dan sering
bersaing. (Zaki Jalil, Pentingnya literasi kritikal, Juni 2007). Setelah
menjelaskan hal-hal tersebut, mahasiswa harus mereview wacana sesma teman,
sebelum wacana tersebut direvisi ulang dan dikumpulkan minggu depan. Mahasiswa saling berpasangan
dan saling bertukar wacana untuk saling mereview wacana keduanya. Agar ketika dikumpulkan sudah menjadi wacana
yang maksimal dari mahasiswa.
Sehingga
kesimpulannya adalah banyak mahasiswa yang masih memiliki kesalahan dalam
membuat critical review, seperti belum jelasnya penempatan introduction,
summary, critic, dan kesimpulan. Adapun yang beliau inginkan adalah 40 % Unity
dan 60 % coherence. Disamping itu conteksnyapun harus seimbang, pembahasannya
tidak boleh keluar dari materi pembahasan yang ada, serta area critical harus
lebih banyak dan detail dibandingkan yang lainnya.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)