Saturday, March 1, 2014

LITERASI SEBAGAI CITRA SUATU BANGSA

LITERASI SEBAGAI CITRA SUATU BANGSA

Bertepat pada tanggal 21 februari  2014, pertemuan ke- tiga  di MK writing dan  di bimbing oleh Mr. Lala Bumela.  Pagi yang cerah ini kami awali dengan bismillah , agar diberikan kelancaran dalam proses belajar.  Gapailah i ilmu setinggi awan , hingga nanti  telah berhasil  dunia kan tersenyum  pada kita.  Mempersiapkan mulai dini hari  dengan pembekalan ilmu – ilmu sebagai saham untuk berinvestasi  kita dimasa depan, jika kesuksesan bisa dibeli  , banyak orang  rela mengeluarkan uangnya untuk  mendapat kan itu, tapi kesuksesan itu tidak  mudah untuk diperoleh  atau memperolehnya tidak instan.  Kesuksesan itu adalah buah hasil dari  apa yang kita lakukan , dengan kesungguhan dan proses – proses yang amat sulit  kita lewati.  

Sukses di wrtting  4 ini adalah sebuah tantangan  besar  yang harus di taklukan , di kelas kami merasakan adanya rekayasa literasi, seperti tugas – tugas Mr. lala ini. Kita dituntut  mengarang sambil menulis sampai sepuluh halaman lebih , dan ada sesi pertanyaan yang diberikan kepada kita , pertanyaan nya pun diambil dari apa yang kita tulis , jadi kita tidak hanya menulis tapi juga bisa mempertanggung jawabkannya , beliau menginginkan kita sebagai sastrawan muda , materi yang diberikan kebanyakan beraroma sastra. Metode ini dilakukan agar seperti Negara maju lain seperti Amerika , Malaysia , India . Yang pertaunnya mengeluarkan berates – ratus karya buku.  Beliau menginginkan Negara kita menjadi Negara yang berliterasi, itu tidak mudah , oleh karena itu beliau memulainya di kelasnya , memberikan berjibun – jibun teks bacaan lalu kita simpulkan dari apa yang kit abaca melalui menulis itu.
Membaca karya sastra baik prosa, puisi, maupun drama sebetulnya adalah  proses mencari pengalaman baru. Di dalamnya tak jarang kita temui hal-hal asing yang belum kita alami, -ini adalah kegiatan yang menyenangkan. Namun pada hakikatnya, ketika membaca karya sastra (tanpa kita sadari) kita sedang menyelami idealisme seorang penulis. Kita diajak untuk berpikir dan menginterpretasikannya sesuai kapasitas pemikiran dan pengalaman. Maka untuk sampai ke tahap pemahaman semacam ini, kita mesti mengkajinya dengan lebih dalam

Tak ada yang meragukan pentingnya membangun budaya literat dalam masyarakat. Masyarakat literat adalah masyarakat yang mengisi sebagian waktunya untuk kegiatan tulis menulis, yaitu membaca dan menulis, atau yang melek huruf. Melalui budaya literat kita mewujudkan kegiatan pencapaian ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi kehidupan. Berbicara mengenai menulis, tak lepas dari kegiatan membaca. Maka budaya literat dibangun dari dua unsur tersebut. Untuk menulis diperlukan berbagai pengetahuan yang salah satunya diperoleh dari membaca.
Sayang, keterampilan berbahasa di Indonesia masih terpaku pada tradisi lisan, yaitu mendengarkan dan berbicara. Berbeda halnya dengan negara dengan peradaban yang lebih maju. Hingga menjadikan literasi sebagai budaya yang memamah biak dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa hal yang menjadikan rendahnya budaya literat di negeri ini antara lain, tingkat pendidikan masyarakat, malas membaca, kurangnya akses dalam membaca, seperti sedikitnya perpustakaan, harga buku yang cenderung tak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Hingga hanya sedikit yang mampu menuliskan pengetahuan yang diperoleh dari membaca atau menyimak.
Oleh karena itu guru pun harus  ikut andil dalam proses pengajaran memberikan motivasi dalam belajar , memberikan pandangan kedepan tentang Negara kita apabila semakin berkurangnya calon – calon penyelamat  bangsa dari keterpurukan kita dalam berliterasi  akibat  tidak memperdulikan pengetahuan – pengetahuan yang up to date , seperti tidak ada yang menyukai membaca  akan berakibat ketertinggalan Negara kita , dalam pandangan Negara lain . tidak hanya itu guru harus mempunyai strategi semiotic di pengajarannya misalnya , memberikan contoh spesifik  dari bacaan  - bacaan yang tidak di mengerti oleh para siswa secara detail.  
Agar kita tidak merasa cultur shock ,ketika menghadapi era baru. Mulai dengan mengubah dalam cara belajar kita harus  membiasakan diri mulai dari membaca banyak  buku untuk menambah referensi pada pengetahuan kita. Pak chaedar berkata
 “Buatlah rumah seakan menjadi perpustakaan,” saran dosen Universitas Pendidikan Indonesia  ini. Untuk membuat perpustakaan di rumah, kita  tidak harus memiliki buku bacaan dalam jumlah besar. Dengan memiliki beberapa buku di sudut-sudut rumah, dapat membiasakan kita  familiar dengan sumber bacaan tersebut. Jika kita  sudah familiar dengan sumber bacaan tersebut, maka kita  akan terbiasa untuk membaca. Sehingga wawasan kita  akan kosakata dan merangkainnya akan bertambah.  Semoga dengan mengubah cara belajar kita bisa , dan seperti tadi pak chaedar katakana bisa menjadikan Negara kita yang berliterat.




Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment