Sunday, March 16, 2014

LITERACY = UNIVERSAL


Class Review V
07 Maret 2014

LITERACY = UNIVERSAL
By Eka Berniati
            Masih bertahan disini, di mata kuliah Mr.Lala Bumela dan di pertemuan kelima ini sudah banyak sekali pengetahuan yang dibahas, dan semoga kedepannya saya bisa lebih rajin sampai akhir nanti. Berbicara critical review kemarin tentang Howard  Zinn yang membahas Colombus, Aam Amaliah yang tulisannya terbaik dari kelas PBI-D, karena menurut Mr.Lala tulisannya pas banget dengan apa yang diharapkan, tetapi masih ada kekurangan yaitu tidak memunculkan generic structurenya, dan ini menjadi pelajaran buat saya agar jika menulis critical review  harus memunculkan atau memperhatikan generic  structure. Kali ini masih mengenai literasi, seperti yang dikatakan Hyland (2009;49) Dengan literasi suatu Negara bisa maju, tingkat kemiskinan mengikis dan kualitas pendidikan akan semakin meningkat. (Borton 2007 : 34-35) menjelaskan konsep pandangan sosial tentang literasi. “Sejarah kehidupan kita mengandung banyak peristiwa literasi darimana kita belajar dan memberikan kontribusi hingga saat ini” (our life histories contain many literacy events from which we learn and which contribute to the present) “Sebuah peristiwa literasi juga memiliki sejarah sosial yang membantu menciptakan praktek sekarang ini” (A literacy event  also has a social history which help create current practices).

            Lehtonen (2000 : 53) juga berpendapat bahwa dalam sejarah umat manusia, menulis nantinya akan menjadi kemampuan yang dominan daripada berbicara. Bangsa Indonesia sampai saat ini masih dihadang oleh dua pilihan, antara mempertahankan tradisi (lisan) dengan menjawab tuntutan informasi yang berarti harus banyak membaca. Dari sudut pandang sejarah penyebararn literasi juga dapat diperkirakan telah berdampak pada konsepsi perubahan manusia. Dalam budaya lisan, diri belum tentu dipahami suatu entitas seperti dalam budaya sastra (Lehtonen, 2000 : 54). Hyland (2009 : 44) A number of key issues which dominate current understanding of writing:


1.      Context
Context adalah situs untuk hubungan interaksi dan aturan-aturan yang memesannya. Keduanya dapat memfasilitasi, membatasi serta menyusun (Hyland 2009 : 15). Konteks adalah kontribusi. Konteks bukan dilihat sebagai variabel statis yang mengelilingi penggunaan bahasa, kita harus melihatnya sebagai pembentuk sosial dengan interaktif berkelanjutan dan terikat waktu (Duranti dan Goodwin, 1992). Harus diakui bagaimanapun konteks yang jarang dianalisis dalam dirinya sendiri dan biasanya diambil untuk diberikan atau didefinisikan sedikit impresionistis. Mengingat situasi dimana kita bisa membaca atau menulis, dengan tidak sengaja koteks meliputi segala sesuatu.
2.      Literacy
Seperti yang kita tahu bahwa literasi tidak ada yang netral di dunia ini seperti dikutip dari Lehtonen (2000 : 53-54), kemampuan untuk memahami teks ilmiah, misalnya membutuhkan pelatihan yang berbeda daripada membaca teks sastra, dan itu harus belajar secara terpisah. Menulis, bersama dengan membaca adalah tindakan literasi: Bagaimana kita benar-benar menggunakan bahasa kita dalam kehidupan sehari-hari. Konsepsi modern keaksaraan mendorong kita untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial, bukan sebagai keterampilan abstrak dipisahkan dari orang-orang dan tempat-tempat dimana mereka menggunakan teks (Hyland 2009: 48).
            Hyland (2009: 49) juga mengutip Barton dan Hamilton (1998: 6) bahwa mendefinisikan “praktek literasi sebagai cara umum budaya memanfaatkan bahasa menulis dimana orang menggambar kehidupan mereka”.
3.      Culture
Gagasan bahwa pengalaman menulis dari praktek literasi dari komunitas yang berbeda akan mempengaruhi pilihan linguistic, mereka menunjukkan bahwa guru harus mempertimbangkan bagian yang dimainkan budaya dalam tulisan siswa. Budaya secara umum dipahami sebagai historis ditransmisikan sebagai jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia (Lantolf, 1999). Akibatnya bahasa dan pembelajaran tidak memungkinkan dikelilingi oleh budaya (Kramsch, 1993).
            Hal ini sebagian karena nilai-nilai budaya kita tercermin dan dilakukan melalui bahasa, tetapi juga karena budaya membua tersedianya untuk kita dengan cara tertentu “taken for granted” menurut Hyland (2009: 56) “culture is fluid” budaya adalah cairan. Beragam dan tidak determining serta orang-orang mungkin menolak atau mengabaikan pola budaya.
4.      Technology
Teknologi seyogiannya sangat penting untuk menunjang karya penulis, apalagi di Era modern ini banyak sekali sosial media yang popular dikalangan anak bangsa, dengan media kita lebih mudah membagikan pengetahuan untuk dibaca dan dipelajari pembaca.
5.      Genre
Menurut Hyland (2009: 15) genre adalah istilah untuk mengumpulkan teks bersama-sama, mewakili bagaimana penulis menggunakan bahasa untuk menanggapi situasi berulang. Setiap genre memiliki sejumlah fitur yang membuatnya berbeda dengan genre lainnya. Masing-masing mempunyai tujuan tertentu, struktur keseluruhan, fitur tertentu, dan bersama oleh anggota budaya. Bagi banyak orang itu adalah intuitif konsep yang menarik yang membantu untuk mengatur label akal sehat yang kita gunakan untuk mengkategorikan teks dan situasi dimana mereka terjadi.
            Hyland (2009: 63) memaparkan juga bahwa genre diakui jenis tindakan komunikasi. Ini berarti bahwa genre, seorang individu dalam berinteraksi sosial harus memiliki genre yang dihadapi dimanapun mereka berada, karena genre menjadi salah satu konsep yang paling penting dalam bahasa pendidikan saat ini.
6.      Identity
Hyland (2009: 70) penelitian terbaru telah menekankan hubungan dekat antara menulis dengan identitas seorang penulis. Seperti yang sering Mr.Lala katakan bahwa seorang penulis harus mempunyai cirri khas, yaitu ketika seorang membaca tulisan kita, mereka bisa tahu kalau kita yang menulis.
            Dalam akademik writing, penulis harus memunculkan sumber atau referensi buku, penulis juga harus memiliki voice dalam tulisannya dan Ini hubungannya dengan identity. Bagaimana cara mengukur voice sendiri? Mengukur voice gampang-gampang susah, disini kekhasan harus muncul dan setiap orang pasti berbeda-beda.
Ada tiga kategori penulis
1.      Weakness
Artinya, penulis belum bisa dikategorikan penulis yang baik, karena isi tulisannya banyak kelemahan.
2.      Mistake
Akan terjadi kesalahan jika penulis masih seperti yang kemarin.
3.      Ignorance
Level ini, jika seseorang cenderung membuat kesalahan dalam menulis.
4.      Insane
Pada level ini, ini yang termasuk level yang sangat buruk karena bisa diselaraskan dengan orang gila, dan jangan sampai kita masuk pada level ini.
            Menulis itu jangan terjebak di trivial matters, makaudnya ditulisan hanya ada opini saja tanpa data. Menulis sebagai salah satu kemahiran berbahasa yang bersifat produktif dan ekspresif dengan menggunakan media tulis. Menulis juga sebagai proses kreatif yang terdiri dari persiapan, inkubasi, iluminasi, dan vertifikasi/evaluasi.
MEDIA LITERASI
            Media literacy diartikan sebagai “the ability to access, analyze, evaluate and create messages across a variety of contexs”. Media literasi adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan pesan melalui konteks yang beragam. Konse ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian.
            Media literacy di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Melek Media. James Potter dalam bukunya yang berjudul “Media Literacy” (Potter, dalam Kidia) mengatakan bahwa media literacy adalah sebuah perspektif yang digunakan secara aktif ketika individu mengqkses media dengan tujuan untuk memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Jane Tallim menyatakan bahwa media literacy adalah kemampuan untuk menganalisis pesan media yang menerpanya, baik yang bersifat informative maupun yang menghibur.
            Allan Rubin menawarkan tiga definisi mengenai media literacy. Yang pertama dari National Leadership Conference on Media Literacy (Baran and Davis, 2003) yaitu kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan. Yang kedua dari ahli media, Paul Messaris, yaitu pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat. Yang ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Shut Jally, yaitu pemahaman akan batasan-batasan budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan. Rubin juga menambahkan bahwa definisi-definisi tersebut menekankan pada pengetahuan spesifik, kesadaran dan rasionalitas, yaitu proses kognitif terhadap informasi.
            Fokus utamanya adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media literasi merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan  tersebut .di era informansi ini ,media literasi menjadi begitu penting ,hal ini disebabkan beberapa faktor ,yakini ;
1.      Pengaruh media menjadi pusat dari proses demokratisasi. Dalam budaya media secara global, masyarakat membutuhkan tiga kemampuan penting untuk menjadi bagian dari masyarakat yang demokratis: berfikir kritis, mengekspresikan diri dan berpartisipasi. Media literasi membangun tiga hal penting tadi.
2.      Konsumsi media yang berlebih dan kejenuhan terhadap media. Ketika seseorang menggunakan telepon selular, jejaring sosial, video games, televisi, music pop, radio, surat kabar, majalah, internet dan bahkan t-shirt sekalipun, sesungguhnya kita sedang di bombardier oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh media-media tersebut. Pesan-pesan yang kita terima setiap harinya, melebihi apa yang diterima generasi kakek kita dalam setahun. Melek media mengajarkan kita untuk menemukan panduan aman bagaimana mengarungi lautan informasi, gambar, pesan-pesan yang kita terima setiap hari dalam hidup kita.
3.      Pengaruh media membentuk cara kita mempresepsi sesuatu, membentuk kepercayaan kita juga perilaku dan yang terpenting, media member pengaruh yang sangat penting dengan cara kita memahami, menterjemahkan dan bereaksi terhadap apa yang terjadi di dunia sekeliling kita. Dengan mengetahui bagaimana media mempengaruhi kita, kita dapat mengurangi ketergantungan kita kepada media tersebut.
4.      Meningkatnya serbuan komunikasi visual dan informasi. Hidup kita sehari-hari sangat dipengaruhi dengan serbuan visual informasi melalui iklan-iklan produk audio visual maupun visual yang tercetak melalui banyak media. Belajar mengetahui bagaimana membaca dan memahami apa yang ada dibalik gambaran visual itu. Sehingga kita tidak mudah termakan bujuk rayu iklan sesuatu produk yang digambarkan lewat visualisasi yang dapat mempengaruhi pikiran kita.
5.      Kebebasan menyampaikan informasi melalui bermacam media, di satu sisi member dampak pertumbuhan industry informasi yang cukup besar. Namun disisi lain, kekuatan modal dan kepentingan dibalik pertumbuhan industry media dapat mengancam keberagaman pendapat, karena media memiliki kekuatan untuk membentuk opini public. Mengetahui bagaimana pengaruh media dalam hidup kita, akan membantu kita dalam menemukan, menentukan sikap dan memperjuangkan keberagaman sudut pandang pendapat mengenai suatu masalah. Pendapat kita menjadi tidak mudah di kendalikan oleh pendapat umum yang dibentuk media.
Kesimpulan, jika berbicara mengenai literasi maka berhubungan dengan semua aspek, dari sejarah, budaya, politik, sosial, teknologi, pendidikan, agama dan lain-lain. Litetasi berhubungan dengan semua aspek tersebut.

Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment