Sunday, March 16, 2014
Created By:
Latifah Nurhasanah
CLASS REVIEW 5
Name: Latifah Nurhasanah
Class: PBI-D/4
NIM: 14121330388
KEPINGAN KATA YANG HILANG
Langkah kaki yang melangkah pasti dengan sejuta asa, yang dahulu
belum berpijak pasti dan sempurna , kini telah berdiri kokoh dan melangkah
menuju cerahnya masa depan. Menerjang
semua halangan dan rintangan yang membentang.
Layaknya berjalan dan kemudian berlari dalam gelap, mencari secercah
cahaya terang yang siap menemani setiap perjalananku pada masta kuliah writing
4 ini.
Seperti seakan langkahku hampir terhenti dan nafas terengah dalam
perjalanan ini, namun aku selalu siap sedia untuk tidak berhenti dan kembali
kedalam kegelapan itu, dan resiko yang harus saya ambil adalah seperti layaknya
seseorang yang akan mendaki sebuah gunung, dan berusaha untuk sampai dan sesuai
dengan apa yang telah direncanakan, konsep dan harapkan, yaitu: “kita yakin bahwa kita semua pasti bisa, yang
kita perlu sekarang hanyalah kaki yang akan berjalan lebih banyak dari
biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan
menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan sering melihat keatas,
lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, hati yang akan bekerja
lebih keras dari biasanya, serta mulut yang selalu berdoa.” (5 C.M.)
Dalam hal ini kitapun sama, yaitu harus menyiapkan dan membiarkan
mata terbelalak lebih lama dan tangan yang harus banyak bekerja dari biasanya,
membentuk barisan kata indah dan sarat akan makna.
Ratusan bahkan tibuan kata yang sudah tersusun rapi diatas
lembaran-lembaran putihku. Namun masih saja banyak hal yang belum sama sekali
terjamah oleh indra penglihatan ku dan belum tertuiang sempurna bersama goresan
tinta akademikku. Yaitu mengenai
pembahasan classroom discourse analisis yang belum terkupas tuntas dalam class
review yang lalu. Pada class review kali
ini saya akan mencoba sedikit membahas mengenai classroom discourse analisis: A
Toll for Critical Reflection by BETSY RYMS (2008:5), yang mengatakan
bahwa tujuan dari buku ini adalah untuk mempersiapkan dan menyediakan guru-guru
dengan alat untuk menganalisis pembicaraan dikelas. Alasan-alasan yang dimiliki oleh Betsy
Ryms tentang hal ini adalah:
1.
Wacana
yang diperoleh dalam analisis kelas telah saling mningkatkan pemahaman antara
guru dan siswa
2.
Dengan
menganalisis wacana kelas, guru telah mampu memahami perbedaan wacana lokal
dala kelas dan melampaui generalisasi budaya lainnya
3.
Ketika
para guru menganalisis wacana kelas, akademik mereka sendiri akan meningkat,
dan
4.
Proses
analisis wacana dikelas dapat menumbuhkan intrinsik dan cinta seumur hidup
untuk praktek mengajar dan umumnya meneguhkan potensial hidupnya. (Betsy
Ryms 2008:5)
Adapun manfaat dari mempelajari analisis wacana itu sendiri adalah:
a.
Untuk
lebih memahami secara umum perbedaan bentuk komunikasi antar kelompok-kelompok
sosial
b.
Bisa
belajar bagaimana cara melakukan wacana analisis kelas, dapat dilihat dari
setelah dilengkapi dengan metode analisis wacana, guru bisa menjadi lebih baik,
dan guru terbaik adalah terletak pada wacana lokal dan perubahan pola khusus
disetiap kelasnya. (Betsy Ryms: 2008)
c.
Bila
guru telah memahami berbagai macam bentuk pembicaran dalam kelas maka
prestasipun akan meningkat
d.
Untuk
mempelajari teknik wacana kelas yaitu dengan cara berlatih wacana dikelas
dengan itu dapat meningkatkan pengalaman keseluruhan mengajar, dan dapat
membuat seseorang terlibat secara instrinsik dalam kegiatan yang profesional
sebagai seorang guru.
Jadi jika dilihat dari pembahasan Batsy Ryms, classroom discourse
adalah hal yang sangat penting untuk sebuah keberhasilan yang akan didapatkan
nantinya oleh guru dan siswa, termasuk juga sekolah.
Selain mengenai classroom discourse yang belum selesai dibahas,
hubungan antara sejarah dan literasi adalah hal selanjutnya yang harus
dijelaskan pula pada class revie kali ini.
Literasi sendiri berarti keberaksaraan, yaitu kemampuan membaca dan
menulis seseorang yang bisa diawali dari kebiasaan berfikir yang dibarengi
dengan proses membaca dan menulis, yang pada akhirnya dari smua proses tersebut
akan menghasilkan sebuah tulisan hasil pemahaman dari sebuah bacaan, yang
disebut dengan karya. Sedangkan sejarah
itu sendiri berarti proses historis, yaitu rangkaian peristiwa yang terjadi
pada zaman dahulu yang kemudian membentuk suatu sejarah (penuangan cerita
sejarah lewat tulisan mengenai peristiwa) agar dapat dikaji oleh orang-orang
yang hidup pada masa kini.
Dengan demikian, jika dilihat dari keterangan diatas, maka sejarah
dan literasi tidak bisa dipisahkan. Sehingga ada yang mengatakan bahwa history
and literacy as social practice, yang berarti dengan adanya peristiwa dimasa
lampau, yang kemudian didokumentasikan atau dituangkan dalam tulisan atau
catatan. Artinya tulisan ini dapat
dijadikan kajian atau pengajaran yang berharga, yang bisa dijadikan untuk
memperluas pengalaman dan memiliki peran penting dalam pembentukan identitas
dan kepribadian suatu bangsa.
Dua hal inilah yang menjadi bagianyang hilang dalam class review
sebelumnya. Sedngkan dalam critical
review ada beberapa hal yang menjadi the biggw\est weakness, yaitu:
Ø Generic structure yang belum terlihat
Ø Tidak mencantumkan sumber
Ø Kurang membahas classroom discourse, dll.
Kesalaha seperti ini seharusnya tidak boleh terulang lagi, karena
jika terulang lagi berarti kita tidak belajar dari sebuah pengalaman. Adapun kategorikelemahaman atau kesalahan ada
empat, yaitu:
Jika sudah
sampai ketahap insane berarti orang tersebut sudah tidak sadarkan diri atau
hilang kesadaran, masih mending jika orang tersebut masih berada ditengkat
weakness, sebab akan masih ada banyak ruang untuk sebuah perubahan. Perubahan kearah yang lebih baik tentunya.
Seorang penulis
itu harus bisa mengaitkan kembali pemahamannya dengan semua hal atau teori yang
telah didapatkan dulu, supaya bisa memperkuat pengetahuan, pemikiran serta
pendapat kita sebagai seorang penulis, yang dari menulis ujung-ujungnya adalah
membangun sebuah identitas diri.
Adapun kunci
yang mendominasi dalam kepemahaman menulis menurut Hyland 2002:2009,
diantaranya:
1.
Context
2.
Literacy
3.
Culture
4.
Technology
5.
Genre
6.
Identity
Dijelaskan
lebih jelas dan gamblang dibukunya Ken Hyland (Teaching and Researching
Writing) yang terdapat pada chapter 2 dari halaman 44-73. Pembahasan pertama ini pada halaman 44,
membahas mengenai:
1)
Writing and Context (Hyland 2002:44)
Menjelaskan bahwa context bukan terletak pada kata yang kita tulis
dan kita persembahkan kepada orang lain, tetapi context tersebut terbentuk
melalui interaksi antara writer dan reader dalam mencapai sebuah pemaknaan kata
dengan melalui jalan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, yang saling
menebak dari sebuah intention
(keyakinan) (HYLAND: 2009). Sedangkan
context jika dilihat sebagai latar belakang yang terpisah dari sebuah teks,
yang jika dalam peran/jenis tertentu merupakan informasi tambahan yang bisa
menjadi pembantu untuk memahami teks tersebut (Lehtonen:2000)
(Van Disk:2008) menyatakan bahwa ada tiga aspek utama dari sebuah
konteks dalam penafsiran ini, diantaranya:
a.
Situational
context :
dapat dilihat dari situasi, yaitu apa yang terjadi dan mereka lihat
disekitar mereka.
b.
Background
knowladge :
mengenai apa yang diketahui tentang dunia, aspek kehidupan dan saling
mengenal antara satu sama lain.
c.
Co-textual
context :
mengenai apa yang masyarakat ketahui tentang apa yang telah mereka
ucapkan.
Adapun
orientasi yang lebih memahami konteks ada pada pandangan Halliday: 1985 yang
mengembangkan analisis konteks berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari
pilihan bahasa seorang penulisan dalam konteks situasi tertentu (malinowski :
1949). Adapun menurut Halliday sendiri, memandang konteks sebagai:
·
Field
: Apa yang terjadi, interaksi sosial,
topik
·
Tenor
: Siapa yang berpartisipasi, peran dan
hubungan dengan partisipan, pelaku, interaksi, pengaruh
·
Mode
: Peran dan bahasa, apa harapan dari partisipan,
konteks dalam berbahasa, sara penyampaian
2)
Literacy and expertise/skill
Literasi adalah melek aksara, sedangkan keaksaraan merupakan sebuah
tindakan. Menurut Scribner & cole (1981:236) menjelaskan bahwa
literasi bukan hanya membaca dan menulis saja, melainkan menerapkan baca-tulis
itu sendiri untuk tujuan tertentu dalam kontekstertentu pula.
Sebuah tulisan juga bukan hanya sebagai sebuah keterampilan yang
abstrak saja, tetapi tulisan adalah sebuah praktek sosil. Dalam sebuah konteks
tradisional school juga melihat bahwa literasi sebagai psikologi dan tekstual
yakni sesuatu yang bisa diukur dan dinilai.
Jadi literasi disini adalah ketrampilan yang bebas nilai yang
memanipulasi alat tulis dan dipelajari melalui pendidikan formal
disekolah. Adapun konsep pandangan
tindakan sosial,, antara lain:
1.
Literasi
adalah kegiatan sosial
2.
Setiap
orang memiliki ketrampilan yang berbeda
3.
Tindakan
masyarakat yang teletak pada hubungan sosial yang lebih luas
4.
Literasi
didasarkan pada satuan simbol
5.
Sikap
dan nilai-nilai yang berkaitan dengan tindakan komunikasi
6.
Sejarah
kehidupan kita adalah bagaimana kita belajar
(Barton, 2007:34)
3)
Culture
Culture atau budaya memainkan sebuah peran penting dala
perkembangan literasi, setiap yang dalam perkembangan literasi. Seperti yang dikatakan oleh Lantolf:1999, dijelaskan
bahwa buadaya secara umum dipahami sebagai sejarah yang ditransmisikan dan
jaringan sistemasi makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan
dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita mengenai dunia.
Hal ini dapat terjadi karena nilai-nilai budaya kita sebagian telah
tercermin melalui bahasa yang beragam.
Tetapi bukan hanya budaya yang diambil dari segi berbahasanya saja,
tetapi juga secara tulisan, dimana budaya diambil dengan cara tertentu untuk
mengorganisir anggapan dan harapan yang kita gunakan untuk berkomunikasi dan
belajar (Halliday:2009).
4)
Writing and technology
Untuk bisa menjadi seseorang yang berliterasi itu harus menguasai
teknologi yang ada. Serta harus memiliki kontrol yang ada, serta harus memiliki
kontrol atas media cetak maupun elektronik.
Teknologi memiliki dampak yang besar dalam hal menulis, diantaranya:
a.
Ubah
penciptaan, pengedit, pengoreksi, ataupun memformat proses
b.
Kombinasikan
teks tertulis dengan media visual dan audio
c.
Mengakses
dan mempublikasikan tulisan
d.
Memperluas
dan memberikan peluang untuk mencapai pemahaman si pembaca
e.
Memfasilitasi
masuk ke komunitas wacana online.
f.
Mengubah
hubungan antara penulis dan pembaca agar bisa dipahami dan ditulis kembali.
Adapun
menurut Kress dan Van Leeuwen (2006) mengatakan bahwa menggambarkan perhatian
untuk bagian konsekuensi dari authornya sendiri dan dalam perubahan dalam
sebuah jalan kita membaca dan bagian dalam formasi sebuah hubungan
didunia. Jadi penggunaan tekhnologi
dalam literasi itu dapat meningkatkan prestasi orang tersebut mendapatkan yang
lebih baik.
5)
Writing and genre
Genre adalah tipe dari komuniasi tindakan yang berarti bahwa
kegiatan partisipasi dalam berbagai acara sosial untuk menghadapi aliran mereka
sendiri. Ada tiga pendekatan untuk mengidentifikasi aliran, yaitu:
1.
Australia
bekerja dalam tradisi fungsional bidang linguistik
2.
Mengajar
bahasa Inggris dengan tujuan tertentu
3.
Belajar
retorika baru dalam Amerika utara mengenai komposisi konteks. (Hyon: 1996,
Johns: 2002)
Didalam
pandangan systemic functional, model genre adalah dilihat sebagai tahapan,
hasil oriented sosial proses (Martin, 1992:505)
There
are two school genres:
1.
Explanation
2.
Instruction
Ada
juga genre dalam pandangan English for spesific purpose (ESP) yang merupakan
tujuan komunikatif dari genre. Jadi
genre itu sendiri memiliki arti yang hampir sama seperti context yaitu background
atau latar belakang.
6)
Writing and identity
Identitas itu sendiri adalah cara seseorang untuk menampilkan siapa
mereka kepada orang lain (Benwell dan Stokoe, 2006:6). Identitas juga dipandang sebagai constructed
(sesuatu yang dibangun oleh kedua teks yang saling berkaitan, maksudnya
keterkaitan antara penulis dengan teks yang ditulisnya). Dari hubungan itulah terjadi sebuah
pergerakan atau perkembangan dari yang tadinya identitas pribadi menjadi
berkembang ke ranah publik.
Adapun pengertian dari identitas itu sendiri dalam lingkup writing
adalah bukan sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan
(identity is something we do, not something we have). Jika ditilik lebih dalam,
identity ini sama saja seperti voice, yaitu ciri khas yang muncul dari diri
kita sendiri ketika menulis.
Seperti yang (Bloemmaert:2005) amati, bahwa bagaimanapun identitas
kita hanya akan sukses jika dilihat dan dikenl oleh setiap orang/orang lain,
dan ini berarti bahwa mentransfer seluruh wacana yang ada yang kita hadapi.
(Bakhtin: 1986)
Adapun identitas menurut Ivanic 1998:1999, yakni:
1.
The
autobiograhical self : yaitu tindakan penulis dalam menulis dibatasi secara
sosial dan dibangun oleh sejarah hidup penulis. Termasuk ise, pendapat,
keyakinan, dan komitmen/sikap mereka.
2.
The
discoursal self : adalah sebuah kesan
penulis, antara sadar atau tidak sadar dalam menyampaikan dari diri mereka
sendiri dalam sebuah teks. Ini juga
menyangkut suara penulis dalam arti bagaimana mereka menggambarkan diri mereka
masing-masing.
3.
The
authorial self : identitas ini
menggambarkan dirinya dalam tingkat kepenulisan dengan sang penulis. Hal ini
menyangkut sejauh mana seseorang penulis mencampuri teks dan mengklaim dirinya
sebagai sumber isinya. (Ivanic, 1998: Ivanic and Weldon, 1999).
Jadi
dari semua penjelasan diatas dapat disimpulkan menjadi beberapa poin,
yaitu: pertama, bahwa sebuah kesalahan
harus cepat dibenahi, jangan sampai bertambah bahkan sampai hilang kesadaran
sebab ketika kita memperbaiki kesalahan berarti disitu kita sedang belajar
memaknai dan memperbaiki sesuatu yang sudah kita lakukan.
Pemahaman
sebuah tulisanpun harus melalui enam kunci tahapan yang mendominasi, seperti
context, literasi, budaya, teknologi, genre dan identitas. Jika kita sudah
benar-benar memahami makna dari hal yang sudah disebutkan tadi, maka
kepemahaman dalam menulispun akan menjadi meningkat lebih baik dan hal tersebut
telah dijelaskan oleh beberapa ahli seperti Halliday, Hyland, Lehtonen, Ivanic,
dsb.
My Creative Process
What Howard Zinn talk in his article about the history of Amerika?
Howard Zinn said that book was changed his world, it can be change
prespective of someone. He has written
an article. It’s about the true history of Amerika. He told about the finder of Amerika. In his article, he said that christhoper
columbus was lie to many people there, even all of people in the world, beacuse
columbus said that he is the first person who found Amerika. Citizen there, believe that columbus is the first
finder of Amerika, he is their hero and they always proud of him. Even they have a special day for celebrate of
columbus, but in the fact columbus was so far from their prespective and Zinn
be brave to said that columbus is not the first person who found Amerika.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)