Saturday, March 1, 2014

JAGO BAHASA DAN SASTRA DENGAN LITERASI


3rd Class Review
On 22nd February 2014

JAGO BAHASA DAN SASTRA DENGAN LITERASI
(By Rasdeni)
Langit yang meneteskan hujan, tidak menghalangi panggilan jiwa literasi kelas PBI-D Semester 4 untuk hadir pada mata kuliah Writing 4.  Hampir semua mahasiswa hadir tepat waktu yaitu pada hari jum’at, 21 Februari 2014 ini, meskipun tetap ada mahasiswa yang sedikit tidak disiplin pada setiap awal jam pembelajaran mata kuliah ini, pembelajaran tetap berjalan dengan baik.  Semua mahasiswa kelas PBI-D duduk rapi dan siap menerima materi dari Mr. Lala Bumela.
            Pembahasan kita kali ini masih seputar academic writing.  Agar dapat menulis academic writing yang tepat dan benar, yang harus dibangun pertama kali pada diri kita yaitu daya tahan (endurance) terlebih dahulu, bukan teknik yang pertama.  Setelah kita memiliki endurance yang kuat dan bagus, barulah kita bisa menulis academic writing techniqly.  Dapat dikatakan bahwa endurance merupakan dasar kemampuan untuk menulis academic writing yang melalui teknik-teknik tertentu, yang dapat menghasilkan teks akademik terbaik.
            Academic writing erat kaitannya dengan literasi.  Seorang penulis akademik, memiliki literasi yang tinggi.  Salah satu pembangun literasi yaitu melalui kedisiplinan.  Kedisiplinan harus dibiasakan sejak dini, belum ada kata terlambat selama masih memiliki keinginan yang kuat, walaupun kini sudah duduk di bangku kuliah.  Harapan yang mulia Mr. Lala Bumela untuk menjadikan kampus tercinta IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini untuk menjadi “Centre of Exellence” salah satu caranya yakni membudayakan kedisiplinan.  Sebagai contoh, disiplin waktu mulainya jam belajar pagi, yang akan dimajukan setengah jam dari sebelumnya, yaitu dari pukul 07.30 nanti akan dimajukan menjadi 07.00 sebagai pergerakan menuju kedisiplinan.
            Kedisiplinan akan melahirkan seorang literate yang mampu manulis academic writing.  Memang menurut teks pada chapter review kemarin, Indonesia masih rendah dalam literasi jika dibandingkan dengan Negara lain seperti India.  Mahasiswa di India, ketika ujian mereka menulis berlembar-lembar untuk mengasah tulisan mereka, kita masih belum belum ada apa-apanya bila dibandingka dengan mereka.  Tugas kita sebagai mahasiswa Indonesia, kita harus menyetarakan daya saing melalui kualitas kita dengan Negara lain yang lebih hebat literasinya.
            Sebagai seorang mahasiswa khususnya, tujuan pendidikan literasi sejak dini yaitu seperti kata Michael Barber yang dikutip oleh Bpk. Chaedar Alwasilah, yaitu:
“In the 21th century, world class standards
will demand that everyone is highly literate,
highly numerate, well informed, capable of learning constantly,
 and confident and able to play their part as citizen of a democratic society.”

Bahwasanya dikemudian hari, dunia akan dipenuhi oleh orang-orang yang berliterasi tinggi, sehingga dapat mengaplikasikan dirinya sebagai seorang literate dan warga Negara yang demokratis.
Melatih literasi tentunya melatih menulis academic writing.  Jika pada class review sebelumnya membahas sifat-sifat academic writing, maka pada class review ini akan dibahas mengenai elemen-elemen dalam academic writing, diantaranya yaitu:
*      Cohension
Cohension yaitu the smooth movement or “flow” between sentences and paragraphs.  Cohension bersifat seperti bunyi, yaitu elusive yang berarti hadir, kemudian hilang kembali.  Cohension dapat diartikan sebagai hubungan perpindahan kalimat dan paragraf.
*      Clarity
Clarity berarti kejelasan kalimat yang disampaikan ketika menulis academic writing, agar makna yang disampaikan penulis benar-benar sampai kepada pembaca.
*      Logical Order
Mengacu pada urutan yang logis dari sebuah informasi.  Pada umumnya, dalam academicwriting, informasi bergerak dari general (umum) ke specific (khusus).

*      Consistency
Consistency yaitu seorang penulis academic writing memakai gaya penulisan yang beragam untuk tidak membosankan pembaca ketika membaca tulisannya.
*      Unity
Semua kata, kalimat, paragraph, sampai terbentuknya sebuah teks harus memiliki kesatu paduan.  Namun pada dasarnya, unity mengacu pada pengecualian informasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan topic yang dibahas dalam paragraph tertentu.
*      Conciseness
Conciseness yaitu kehematan kata.  Menulis akademik lebih baik menghilangkan kata-kata yang kurang penting, agar dapat diringkas dengan menggunakan kalimat yang efektif.
*      Variety
Variety yaitu upaya penulis untuk membantu pembaca dengan menambahkan beberapa “bumbu” untuk teks.
*      Formality
Academic writing merupakan sebuah bacaan formal yang membutuhkan kosakata dan struktur bahasa canggih.  Selain itu, penggunaan kata ganti seperti “I” tidak dimunculkan.

Hal yang tentunya harus diingat pula ketika kita hendak menulis academic writing, diantaranya adalah:
Ø  Sasaran atau target penulis untuk pembaca yang seperti apa,
Ø  Argument inti penulis,
Ø  Evidence atau bukti yang penulis sertakan untuk mendukung argument-argumennya,
Ø  Cukup atau tidaknya penulis memberikan bukti-bukti kepada argumennya, dan
Ø  Seberapa banyak penulis menggunakan kata-kata emotive atau pernyataan.
Evaluasi pada chapter review sebelumnya yaitu mengenai rekayasa literasi, bahwa rekayasa literasi yaitu merekayasa dari sumber daya yang kecil atau pengetahuan yang kurang mengenal literasi, menjadi produk yang besar.  Contohnya masih dari Negara India, di India berhasil merekayasa produksi sayuran.  Meskipun mereka tidak memiliki sumber daya yang besar, tetapi dapat menghasilkan produksi sayuran yang besar.  Itulah yang dimaksud dengan rekayasa literasi.
Rekayasa terfokus pada membaca dan menulis, begitupun dengan literasi.  Literasi melalui dua aspek pantingnya yaitu reading dan writing, keduanya harus bersifat integrative.  Berliterasi juga melalui empat dimensi bahwa teks yang disajikan mesti dibaca dan dipahami.  Dibaca untuk mendapatkan high repetation.  Setelah teks tersebut dibaca, selanjutnya yaitu dipahami dan setelah berhasil dipahami, teks tersebut harus direspon dengan metode discussion, referencing, dan ditulis ulang.
Literasi bergerak dari teks, oleh karena itu susunan dimensi literasi dimulai dari linguistic, kemudian kognitif (minda), growth (pertumbuhan dan perkembangan) dan terakhir budaya.
*      Dimensi satu, Linguistic (teks)
Orang yang tidak memahami linguistic, tidak akan mampu merekayasa literasi, karena rekayasa literasi dasarnya ada pada linguistic yaitu pada teks.  Teks terdiri dari dua bentuk, yaitu fisik dan semiotic.  Menganalisis kedua bentuk teks tersebut harus sejak dini.  Teks semiotic (lambang), contohnya yaitu lambing poisen atau lambang tengkorak, yang memberi tanda sebagai isyarat kematian.
Muatan semiotic muncul bukan hanya dalam gambar, tetapi muncul juga secara verbal dan visual, karena semiotic merupakan sesuatu yang idealogis.  Oleh karena itu, seperti yang dikatakan Bpk. Chaedar Alwasilah bahwasanya menjadi seorang guru bahasa itu berat, karna tidak hanya mengajarkan tentang grammar dan pronunciation saja, tetapi harus mengajarkan pula tentang semiotic.
*      Dimensi kedua, Minda (kognitif)
Dengan kemampuan kognitif yang terfokus pada minda, harus mampu membedakan jenis teks.  Contohnya antara sastra (poem) dengan textual.  Bahwasanya teks yang berjenis sastra direkayasa dengan aestetik, sedangkan teks textual direkayasa dengan efferent.

*      Dimensi ketiga, Growth (pertumbuhan dan perkembangan)
Seorang yang terdidik dan terlatih baca-tulis dengan benar, pasti memiliki social politik yang tinggi dan luas, karena literasi mereka akan senantiasa tumbuh dan berkembang dengan pesat.
*      Dimensi keempat, Sosiokultural (budaya)
Budaya memang merupakan dimensi yang kurang begitu penting dari ketiga dimensi di atas.  Budaya merupakan efek samping sebagai orang literate.  Pendidikan literasi menghasilkan seseorang yang memiliki apresiasi terhadap budaya dan peradaban.
            Pada buku karya Ken Hyland (2006), mengungkapkan bahwa “Literacy is something we do.  Di balik kata do, terdapat sebuah making choices, yaitu dengan cara mempraktikan literasi.  Mengaplikasikan literasi yaitu contohnya dengan mengecek tanggal kdalwarsa makanan, mengecek label harga, menghitung pengeluaran dan pemasukan biaya hidup, dan sebagainya.  Cara kita menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari disebut juga sebagai praktik keaksaraan (Hyland).  Sebagai orang yang berliterasi, kita harus aware atau sadar dengan fakta-fakta tersebut.
            Setelah membahas banyak tentang rekayasa literasi, pada ujungnya Bpk. Chaedar Alwasilah mengatakan bahwa “Orang literate tidak sekedar berbaca-tulis tapi juga terdidik dan MENGENAL SASTRA.”  Orang yang mengenal dan memahami sastra akan memiliki cita rasa berbeda dengan orang yang tidak mengenal sastra.  Sastra bukan hanya poetry, tetapi sastra dalam area yang lebih besar yaitu disebut dengan WISDOM.   Dengan demikian, anak bahasa yaitu selain mereka jago bahasa, mereka juga jago sastra.  Menakjubkan bukan?
            Kesimpulan dari semua pembahasan di atas yaitu masih mengenai akademik writing, di mana dalam akademik writing terdapat elemen-elemen pembangunnya untuk mewujudkan seorang penulis akademik yang baik.  Menulis akademik tentunya dengan memiliki literasi yang berkualitas.  Membangun literasi dapat melalui empat dimensi yang telah disebutkan pada pembahasan di atas.  Literasi juga tidak terlepas dengan sastra dan budaya.  Setelah menguasai keterampilan pada ketiga dimensi literasi linguistik, kognitif, dan growth maka dengan sendirinya orang literate tersebut akan mengenal sastra.  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa literasi mencakup semua aspek kehidupan.



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment