Sunday, March 2, 2014

How to be Literate

How to be Literate
Assalamualaikum wr. Wb
Jum’at 21 februari 2014.  Hari ini saya sedikit terlambat masuk kelas dalam MK writing 4.  Karena semalaman mengerjakan class review dan chapter review saya sampai  terlambat bangun.  Saya bangun tepat pada pukul 06.00, sedangkan perjalanan dari rumah ke kampus memakan waktu satu jam setengah jika menggunakan angkutan umum.  Untungnya, motor di rumah tidak dipakai, jadi saya berangkat menggunakan motor sekitar pukul 06.45.  Dengan sangat tergesa akhirnya saya sampai di kampus pukul 07.45 dan perkuliahan sudah berjalan.

Ketika saya masuk, Mr. Lala sedang membicarakan sesesuatu tentang jam belajar kita.  Beliau berpikir jika memang sulit untuk datang tepat waktu maka untuk minggu depan jadwal akan lebih dimajukan lebih awal menjadi pukul 07.00.  Beliu berkaca pada pengalaman sebelumnya, saat itu kelas PBI B berangkat sangat pagi pukul 06.00, tapi hasilnya tidak ada mahasiswa yang terlambat.  Kemudian kami menyetujui usulan Mr. Lala tersebut.
Diawal perkuliahan, Mr. Lala menyampaikan bahwa ia ingin IAIN Syekh Nurjati Cirebon menjadi center of excellence (pusat keunggulan).  Artinya, jika ada yang bertanya tentang linguistik dan bidang ilmu lainnya, maka orang-orang akan bertanya pada IAIN Syekh Nurjati Cirebon sebagai ahlinya.  Bisakah semua itu terwujud?  InsyaAllah bisa.  Jika mungkin kita selalu diberikan banyak tugas oleh M. Lala dan selalu kesulitan dengan tugas-tugas tersebut maka lain halnya di India.  Mahasiswa disana diberikan tugas menulis di kertas polio besar dengan tulisan tangan, tak terbayangkan betapa lelahnya menjadi mahasiswa di India.
Meskipun begitu, dengan budaya belajar yang sangat disiplin India mampu menunjukan taringnya di mata dunia.  Buktinya, mereka mempunyai bolliwood yang menghasilkan banyak film pertahunnya.  Hal ini menunjukan banyak karya tulis yang telah dibuat.  Mungkin seperti inilah tugas mahasiswa seharusnya.
Setelah itu, Mr. Lala menjelaskan tentang rekayasa literasi.  Dengan rekayasa literasi kita dapat mengembangkan bidang-bidang kehidupan seperti, ekonomi, sosial politik, scientific, dsb.  Rekayasa literasi berkaitan dengan pembaca dan penulis yang sifatya integrated.  Teks dibaca denga repetisi yang tinggi kemudian diberikan respon yang berupa discussion, referensi, dan ditulis ulang.  Mr. Lala mengambil rujukan dari Michael Barber yang dikutip oleh Dr. Chaedar Alwasilah bahwa intinya di abad ke-21 ini kita dituntut memiliki literasi yang tinggi, bernumerat dan mampu menjalankan perannya dengan baik sebagai warga negara.
Dalam presentasinya Mr. Lala memberikan elemen-elemen yang ada dalam appetizer academic writing, yaitu:
1.      Cohesion
2.      Clarity
3.      Logical Order
4.      Consistency
5.      Unity
6.      Conciseness
7.      Completeness
8.      Variety
9.      Formality
Ternyata banyak sekali elemen dalam academic writing.  Setelah itu Mr. Lala menunjukan “man of the match” di kelas lainnya dalam pertemuan minggu ini.  Mereka semua yang terpilih adalah orang-orang yang bisa menjawab pertanyaan dari Mr. Lala dan tulisannya bagus.   Selanjutnya, Mr. Lala membagi kelas kedalam dua kelompok besar dan seperti biasa akan ditanya satu persatu tentang rekayasa literasi.  Saya kembali tidak bisa menjawab pertanyaan Mr. Lala.  Tapi ada tujuh orang di kelas kami yang menjadi “man of the match” minggu ini.
Setelah semuanya selesai, Mr. Lala kembali pada penjelasan rekayasa literasi.  Intinya, yang direkayasa adalah cara pengajarannya.  Ada empat dimensi yang harus direkayasa, seperti yang telah saya jelaskan dalam class review sebelumnya.
1.      Dimensi linguistic (teks)
Kenapa harus teks yang direkayasa?  Orang yang mampu merekayasa reading dan writing adalah mereka yang mempunyai banyak pengalaman dengan teks.  Dan tidak akan mungkin orang yang tidak paham dengan linguistik bisa merekayasa literasi.  Oleh karena itu dibutuhkan rekayasa dalam dimensi linguistik (teks). 
2.      Dimensi minda
Dalam dimensi ini membahas tentang bagaimana teks mempengaruhi struktur pemikiran kita.  Dalam tahap inilah terjadi pengaruh-pengaruh dari teks terhadap pemikiran kita.   Contohya, dalam pendekatan teks yang bersifat sastra atau nonsastra akan berbeda pendekatannya.  Jika kita membaca puisi maka akan lebih bersifat aefferent.  Sebaliknya jika kita membaca berita akan lebih pada pendekatan efferent.
3.      Dimensi growth
Pertumbuhan yang meliputi aspek ekonomi, politik, budaya.  Berfokus pada pertumbuhan.  Menjadi literat adalah sebuah proses atau secara bertahap menguasai pengetahuan belajar aktif, strategis, mengkonstruksi berbagai dimensi literasi.
4.      Dimensi sosiokultural
Berfokus pada kelompok.  Tujuan dan pola literasi yang beragam sesuai dengan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, perkerjaan dan status sosial.

Pada akhirnya menurut hyland “Literacy is something we do.  Do berkaitan dengan pembuatan pilihan yaitu sebuah praktek literasi.  Kemudian Mr. Lala bercerita kepada kami, sejak pertama kali ia kuliah sampai lulus, beliau senang mengumpulkan rekening pembayaran perkuliahan dan sebagainya dari yang telah orang tuanya berikan.  Setelah dihitung-hitung, hasilnya menunjukan jumlah yang sangat besar, belum lagi biaya yang tak terekam lainnya.  Hal ini menunjukan betapa besarnya investasi yang telah dilakukan orang tuanya kepadanya.  Hal ini menjadikannya motivasi yang sangat berharga untuk menjadi seorang yang sukses.
Akhirnya kelas selesai pada pukul 09.10, ada beberapa orang mahasiswa yang bertanya sebelum perkuliahan selesai.  Salah satunya adalah saya sendiri, saya bertanya tentang lingkungan keluarga yang tidak pernah mengajarkan bahasa daerah dan hal itu terjadi pada saya.  Mr. Lala mengatakan hal itu tidak begitu salah namun mulai saat itu saya ingin belajar bahasa daerah yang baik agar dapat berkomunikasi yang baik pula dengan  lingkungan.




Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment