Saturday, March 1, 2014

DIG A LITTLE MORE



On February, 21st 2014
CLASS REVIEW 3

DIG A LITTLE MORE
“dig a little more”
            Galilah sedikit lagi,galilah sedikit lagi..siapa tahu di galianmu yang berikutnya  ada apayang kamu cari.  Jangan pernah berhenti digalian yang belum mendapatkan apa yang diinginkan.  Begitupun dengan dunia writing, menulislah terus, terus dan terus...  Siapa tahu nanti  akan menghasilkan massterpiece yang luar biasa.  Yang kita sendiri tidak pernah menyangka. Lelah sedikit bahkan banyakpun tidak menjadi masalah jika nanti ada hasil yang  luar biasa  pula.

            Sudah mulai beruap kepala dengan materi yang semakin hari semakin berliterasi, seperti ketika menulis classs review yang terkadang stop dengan otomatis manakala mentok pada ide.  Dan subhanallah, hukum fisika “pantulan bola” teraplikasikan dengan gedugan yang lebih keras dan pantulan yang semakin meninggi tentunya.  Memang benar perkataan Mr.Lala bahwa yang dibangun sekarang bukanlah tulisan kita, tapi  endurence-nya dulu, daya tahan dulu yang mungkin sewaktu-waktu drop.  Ini ibarat diklat sebelum terjun kedunia menulis ,yang diprediksikan tulisan akan mulai memanas di minggu ke-5 nanti.
            Centre of excellent, pernahkah kita memikirkan bahwa kampus kitabisa menjadi centre of excellent?  Jika tidak, mari kita bersama mewujudkannya.  Mulai dari langkah kecil seperti hidupnya blog.  Dari langkah kecil ini maka akan menjadi besar.  Semoga J
            Buku, pulpen warna, notebook dan kelip kursor adalah langkah awal aku menjadikan IAIN sebagai centre of excellent. Capek? Iya.  Tapi, Mr. Lala said “Tugas kalian itu belum seberapa jika dibandingkan dengan di India, di India dalam 1 minggu bisa menulis dengan berlembar-lembar banyaknya.  Walaupun fasilitas disana belum mendukung seperti di Indonesia, tapi pendidikan disana sudah sangat bagus, dosen-dosen yang mengajarnyapun sangat berkualitas”.  Wow, ternyata ada yg lebih berat dan lebih berliterat pastinya!
            Jum’at, 21 februari 2014 materi masih berdiam di literasi.  A.  Chaedar Alwasilah mengatakan bahwa fokus dari literassi adalah membaca dan menulis.  Seperti telah dibahas pada class review sebelumnya bahwa minat baca-tulis Indonesia masih rendah.  Ini adalah masalah sosial yang harusnya cepat ditangani dengan serius.  Rekaya literasi yang diharapkan mampu mengatasi problem ini semoga saja benar terwujud.  Seperti negara tetangga kita sekarang, Malaysia, negara tersebut sangat serius dalam mengatasi masalah literasi ini.  Dan terbukti sekarang, literaasi mereka lebih maju dibanding Indonesia.

Menurut Hyland (2006) literasi adalah sesuatu yang kita lakukan.  Jadi setiap yang kita lakukan adalah menciptakan sebuah literasi.  Hamilton (1993) juga melihat bahwa literasi adalah sebuah interaksi antar sesama.  Hyland furhter argues: “Academic literacy emphasizes that the ways in we use language, referred to as literacy practices, are patterned by social institution and power relationships”.  Academic writing berarti merepresentasikan diri dengan cara berdisiplin diri,  belajar dari nila-nilai, kepercayaan dan identitas dengan academic discourse.
            Ada tiga tugas dari perespon/reader yaitu:
1.      Read with high repetition
Membaca harus dengan high repetition, memahami atas apa yang telah dibaca.  Mengetahui tentang teks tersebut.
2.      Respon
Melakukan respon terhadap bacaan yang dibaca secara kritis. 
3.      Re-write
Menulisa ulang tentang apa yang telah dibaca.

Dalam merekayasa, orang yang merekayasa haruslah orang yang ahli yang memiliki pemahaman yang luas dan kuat. Rekayasa literasi dilakukan oleh para pakar linguis.  Tidak asal orang mampu merekayasa, rekayasa sifatnya menyengaja. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.  Jadi jika bukan ahlinya, jangan berani untuk merekayasa!

Ada beberapa crucial point dalam rekayasa literasi,yaitu:
Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik
Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari
Model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts; participating in the meanings of text; using texts functionally; critically analysing and transforming texts.
Prof. Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi.

Empat dimensi rekayasa literasi: linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan
Rekayasa literasi = merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut


Rujukan dalam berliterasi memiliki banyak perubahan, terus berevolusi dalam perjalanannya namun rujukan linguistik bersifat relatif konstan.  Linguistik telah memiliki rumus tertentu dan bersifat tertentu juga.  Karena literasi adalah sesuatu yang kita lakukan maka akan terus berubah.  Kemudian juga studi literasi tumpang tindih (overlapping) dengan objek budaya (culture studies) dengan dimensinya yang luas.
Pendidikan yang berkualitas tinggi pasti menghasilkan literasi berkualitas tinggi pula begitupun jika kualitas literasi tinggi itu dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas tinggi pula.  Ini akan kembali ke kemajuan bangsa itu sendiri.   Literasi tinggi bangsapun semaikin bermartabat.  Suatu bangsa akan semakin dihormati dengan literasi yang dimilikinya.  Kunci untuk mendapatkan nya adalah reading, writing, arithmetic, and reasoning= modal hidup.
          Indonesia adalah negara multilaterat dengan agamanya, etnisnya dan budayanya haruslah dibarengi dengan orangnya yang multiraterat yang mampu berinteraksi dalam berbagai situasi.  Literasi itu didapat dengan sebuah pendidikan.  Pendidikan adalah kunci untuk memasuki literasi yaitu dengan bahasa.  Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan  Dan ujung tombak pendidikan adalah guru.  Gurur yang berliterasi memiliki fitur antara lain; komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1994 dikutip dari Alwasilah 2012). 

Belajar linguistik sama dengan belajar semiotik (melalui lambang-lambang).  Semiotik muncul tidak hanya dengan gambar-gambar tapi juga secara verbal dan visual.  Menurut Prof.  Alwasilah menjadi guru bahasa itu susah, berat, terlalu kompleks!
Masuk ke ranah academic writing, ada beberapa element-element yang terdapat di dalamnya, yaitu:
Ø  Cohension
Bersifat seperti bunyi “ The smooth movement or “flow” between sentences and paraghraps.”
Ø  Clarity
Kejelasan dari kalimat yang ditulis, agar makna dari tulisan itu tersampaikan.
Ø  Logical Order
Urutan yang logis dari setiap informasi.
Ø  Consistency
Mengacu pada keseragaman gaya menulis.
Ø  Unity
Kesatuan dari tiap-tiap penjelasan.
Ø  Conciseness
Kehematan kata.  Menyaring yang pentingnya saja.
Ø  Completeness
Menyeleksi teks,.  Informasi yang tak perlu atau berulang harus di hapus.
Ø  Variety
Membantu pembaca untuk menambahkan “spice” ke teks.
Ø  Formality
Academic writing adalah sebuah bacaan formal yang menggunakan tatabahasa dengan benar.
          Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang literat tidak sekedar baca-tulis saja tapi juga harus terdidik.  Ditambah pula orang yang berliterat harus mengenal sastra.  Dengan belajar sastra maka hasilnya addalah wisdom (kebijaksanaan).  Merekayasa berangkat dari sastra.  Sebagai mahasiswa ada baiknya juga kita memahami dengan baik academic writing, tentang element-element  yang terdapat di dalamnya. 
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment