Saturday, March 1, 2014

(Bukan) MalPraktek Literasi



Class Review 3:


(Bukan) MalPraktek Literasi
(Fitri Nurhelawati)
            Bismillahirrahmanirrahim
            Perasaan campur aduk terjadi di minggu ini. Wahhhhh bingung harus berkata apa. Minggu ini benar-benar menjadi minggu yang melelahkan. Entah kenapa minggu-minggu di semester ini sepertinya akan sangat melelahkan, intensitas tidur pun berkurang. Mengejar target pelajaran pun menjadi kewajiban untuk saya yang memang kurang dalam pengetahuan. Setelah bergadang semalaman, ini hari pertama untuk saya ditanya oleh Mr. Lala tentang hasil tulisan saya. Tapi sayangnya ketika Mr. Lala bertanya tentang kenapa belajar linguistik itu penting ketika belajara literasi? Zonnnnnkkk dan ternyata saya tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Saya akui saya kurang berkonsentrasi saat itu. Sebenarnya saya malu ketika Mr. Lala bertanya dan saya tidak dapat menjawab pertanyaannya. Saya malu karena sebagai murid dari seorang dosen hebat, saya tidak dapat menjawab pertanyaannya.

            Minggu ini adalah prepare for critical review, dimana minggu ini kami harus lebih berpikir keras untuk memahami buku karena buku ini akan kami kritik secara lebih dalam. Tentu ini adalah pekerjaan yang sangat sulit, dimana kita harus memberikan kritikan, pandangan kita terhadap sebuah buku yang dibuat oleh penulis hebat, yang notabene penulis itu tentu lebih tinggi ilmunya dari kami. Mr. Lala mengatakan bahwa beliau akan memulai memulai test dari endurancy (fokus) kami. Jika fokus kami bagus, maka kedepannya kami tentu akan dapat mengerjakan semua tugas dengan baik. Setelah fokus kami bagus, Mr. Lala akan mengasah teknik kami, sedikit demi sedikit setelah teknik kami bagus kami akan diberi latihan-latihan yang akan kembali mengasah kefokusan kami dan teknik kami mengerjakan soal-soal dan ini akan dimulai 2 minggu ke depan. Jadi, 2 minggu ke depan dan seterusnya Mr. Lala akan terus mengasah kemampuan kami lebih dalam.


            Mr. Lala juga mengatakan ingin menjadikan kami kelinci percobaannya. Waahhhhh ngapain yaaa....!!!! hehe
Ternyata Mr. Lala menginginkan kami untuk mencoba masuk kuliah lebih awal yaitu pukul 07.00 . Ini tantangan yang luar biasa berat pake bangeuuutttt. Berangkat setengah 8 saja sudah lumayan berat, apalagi haus masuk jam 7, saya khawatir tidak dapat mengejar target. Mr. Lala mempunyai mimpi bahwa IAIN ini akan menjadi “Centre of Exellence”. Saya harap ini akan menjadi kenyataan. Amiiinnn
Saya harap ini bukan sekedar mimpi tapi menjadi kenyataan, karena ketika di mobil beberapa kali saya mendengar beberapa orang mengatakan tentang kualitas lulusan IAIN yang kurang produktif setelah lulus.
           Saya menyebut ini sebagai segitiga bermakna kenapa? Karena ketika kita mampu menyatukan ketiga komponen writer, reader dan text, maka ini akan menjadi sebuah lintasan yang memiliki makna.

ketiga komponen ini akan membentuk sebuah lintasan bermakna yang saling terhubung. 

            Menurut Mr. Lala ketika tulisan kita dibaca lagi oleh kita, maka tulisan itu ada yang tidak sreg ketika dibaca, maka tulisan itu belum sempurna. Menulis itu memang suatu pekerjaan yang sangat sulit karena butuh banyak skill yang harus kita miliki. Apalagi ketika kita menulis sebuah tulisan akademik atau jurnal. Sebenarnya saya melihat banyak penulis berbakat di negara kita, hanya saja banyaknya penulis di negara kita hanya penulis buku-buku cerita, noovel, ataupun biography perjalanan hidup mereka. Sebenarna kita harus hargai banyak yang masih menuangkan kemampuannya dalam sebuah tulisan. Tapi, kita juga tidak harus bangga karena penulis-penulis itu hanya menulis sebuah tulisan umum yang hanya berisi hiburan semata, tidak ada unsur pendidikan ataupun pengetahuan secara akademik. Walaupun menulis ataupun membaca secara akdemik memang memang membosankan tetapi inilah taste dari sebuah tulisan bercita rasa tinggi untuk menembus kelas dunia.
            Di Indonesia sendiri pentingnya rekaya literasi sangat penting untuk proses pembelajaran di sekolah-sekolah sejak dini. Saya sendiri merasakan efek kurannya pengajaran berbasis literas. Walaupun saya suka sekali membaca koran, berita dan menulis, akan tetapi ketika saya diharuskan membaca buku pelajaran atau yang berbau akademik, otak saya kurang untuk mencerna isi dari tulisan itu. Entah apa karena saya yang kurang terbiasa atau memang otak saya yang sudah bebel. Rekayasa ini penting untuk mengembangkan/ memanfaatkan sesuatu hal yang kecil menjadi hal yang mempunyai manfaat besar.
            Tentang pertanyaan yang diajukan oleh Mr. Lala bahwa kenapa penting belajar linguistik. Itu karena linguistik bahasa ini adalah dasar dalam belajar literasi, terlebih ketika kita ingin merekayasa sebuah pembelajaran literasi.             Menurut Mr. Lala untuk menaikan tingkat literasi seseorang,  kita dapat melatih membaca kita dengan tingkat repetisi yang tinggi dan juga merekayasa literasi. Merekayasa literasi bukan suatu pekerjaan yang mudah karena harus dilakukan oleh orang-orang yang mengerti benar tentang bahasa dan dasar-dasar lain sebagai penunjang ilmu literasi. Di dalam kelas, kita juga sering merekayasa beberapa hal dalam proses pembelajaran dengan kegiatan:



Sifat rekayasa sendiri adalah integreted, maksudnya adalah menyatukan sesuatu yang berbeda, namun tidak menghilangkan sifatnya. Ini memang harus diterapkan pada rekayasa yang mencakup ranah write, read, dan text. Semuanya harus di satukan agar memiliki memiliki makna yang tinggi, namun siifat asli mereka jangan di hapuskan, harus ditempatka pada posisinya sendiri.


            Memahami secara mendalam dan menerapkan 7 dimensi menurut Pak Chaedar dirasa perlu juga agar literasi dapat mencakup banyak hal dan meluas ke beberapa ranah  pengetahuan kita.
             Alwasilah (2012) menyatakan pada abad ke-21, standar kelas dunia akan menuntut bahwa setiap orang sangat melek huruf, dan berhitung, baik informasi, mampu belajar terus-menerus dan percaya diri dan mampu memainkan peran mereka sebagai warga masyarakat yang demokratis. Tuntutan inialah yang menjadi modal hidup di zaman edan ini.
Mr. Lala menjelaskan tentang appatizer dalam akademik. Diantaranya adalah:
1.      Kohesi: gerakan halus atau " aliran " antara kalimat dan paragraf.
2.      Kejelasan: makna dari apa yang Anda berniat untuk berkomunikasi sangat jelas.
3.      Urutan logis: mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam penulisan akademik, penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
4.      Konsistensi: Konsistensi mengacu pada keseragaman gaya penulisan.
5.      Unity: Pada sederhana, kesatuan mengacu pada pengecualian informasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraf tertentu.
6.      Keringkasan: keringkasan adalah ekonomi dalam penggunaan k ata-kata. Tulisan yang bagus dengan cepat sampai ke titik dan menghilangkan kata yang tidak perlu dan tidak perlu pengulangan ( redundancy, atau " kayu mati. ") Pengecualian dari informasi yang tidak.
7.      perlu mempromosikan persatuan dan kesatuan.
8.      Kelengkapan: Sementara informasi berulang-ulang atau tidak perlu harus dihilangkan, penulis memiliki untuk memberikan informasi penting mengenai suatu topik tertentu. Misalnya, dalam definisi cacar air, pembaca akan mengharapkan untuk mengetahui bahwa itu adalah terutama penyakit anak-anak yang ditandai dengan ruam.
            Dengan pernyataan dari Pak Chaedar, ini berarti kita sebagai bangsa Indonesia harus terus melakukan rekayasa-rekayasa di berbagai bidang terutama dalam konteks literasi agar kita tidak tertinggal jauh oleh bangsa lain.
Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik. Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari. Model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts; participating in the meanings of text; using texts functionally; critically analysing and transforming texts. Prof. Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi.

Menurut Key Hyland (2006) on Lyiteracy,
·         literasi adalah sesutau yang kita lakukan.
·         Hamilton (1998) mengutip pada Hyland(2006:21) melihat literasi sebagai sebuah penempatan aktifitas dalam interaksi antar sesama.
·         Hyland selanjutnya berpendapat bahwa akademik literasi menekankan cara kita dalam menggunakan bahasa, sumber untuk di praktekan pola literasi oleh intuisi sosial dan hubungan yang kuat.
Dilihat dari berbagai pandangan dapat disimpulkan bahwasannya praktek literasi ini harus segera di publikasikan secara merata, tidak hanya dapat dirasakan oleh sebagian sekolah dan siswanya saja. Peran guru juga sangat diharapkan dalam membangun generasi yang multiliterat yang mampu dalam berbagai hal untuk menembus “zaman edan” ini.
Ujung tombak pendidikan literasi adalah GURU dengan fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1994 dikutip dari Alwasilah 2012). Dari pernyataan inilah guru juga harus ambil alih proses secara mendasar untuk melakukan perubahan ini. Guru harus memiliki bekal pengetahuan yang cukup luas tenatang bagaimana mencetak generasi multiliterat.
Praktek penerapan literasi ini diharapkan agar lebih merata lagi. Dan guru pun harus bersikap profesional dan kreatif dalam mengajarkan literasi ini agar siswa dapat memahami, dan tidak terjadi mall praktek literasi yang sembarangan diberikan oleh guru dalam mengajar literasi ini.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment