Saturday, March 29, 2014
Created By:
Liana Nurbakti
7th Class
Review
HLP to Expressed
the Hidden Story
Tidak
ada yang instant dalam kehidupan ini. Bahkan mie instant pun harus direbus
terlebih dahulu. Begitupun dengan menulis. Menulis itu tidak mungkin langsung
menjadi sebuah karya, tapi menulis itu bertahap dan pelan-pelan. Menulis juga
bukan hanya sekedar meditasi, tapi ada banyak hal positive yang dapat kita
pelajari pada saat kita menulis, diantaranya sabar, focus dan creative. Semua
itu dapat kita pelajari pada saat kita menulis.
Menulis
itu melalui beberapa tahapan, diantaranya to imitate – to discover – to create.
Jadi menulis itu tidak tiba-tiba menciptakan sebuah karya. Menulis harus
melalui tahapan yang pertama terlebih dahulu, yaitu imitate (meniru), kemudian
discover (menemukan), baru pada akhirnya akan create (menciptakan). Sebagai
penulis pemula, pastinya akan meniru karya oranglain terlebih dahulu. Setelah
itu penulis pemula tersebut menambahkan argument-argumentnya sendiri ke dalam
tulisan tiruannya dia. Setelah tahapan itu selesai, barulah dia menciptakan
sebuah karya.
Ada
hal-hal yang harus diperhatikan dalam tulisan kita. Penulis harus pintar-pintar
menarik minat pembaca agar pembaca mau membaca tulisan kita. Salah satu caranya
yaitu kita harus memerhatikan epicentrum dalam tulisan kita. Arti epicentrum
disini adalah hal yang paling menarik dalam tulisan kita. Hal tersebut tidak
boleh terlewatkan, karena apabila tidak ada epicentrum atau pusat gempanya,
tulisan kita akan datar saja dan pembaca pun tidak akan tertarik dengan tulisan
kita.
Epicentrum
juga bisa disebut sebagai ceruk baru, yaitu ruang-ruang baru yang belum pernah
dijamah oleh orang lain. Dengan menampilkan epicentrum yang seperti itu,
pembaca akan semakin antusias untuk membaca tulisan kita.
Mengingat
kembali tentang pembahasan minggu lalu tentang historian dan linguist, ternyata
masih ada satu hal lagi yang tertinggal yaitu poet. Poet adalah sastrawan. Jika
dirumuskan, ketiganya akan menjadi seperti ini :
Historian
== Linguist == Poet
Values
+ it’s change
Persamaan
antara ketiganya (Historian, linguist dan poet) adalah sama-sama uncovering the
hidden truth atau membuka kebenaran yang tersembunyi. Selain itu, tentu
ketiganya sama-sama memiliki literasi yang sangat tinggi, karena tidak mungkin
karena tidak mungkin seseorang yang uncovering the hidden truth and find new
something jika daya bacanya lemah. Sedangkan perbedaan dari ketiganya yaitu
kalau historian dan linguist menggunakan bahasa academic atau bahasa yang baku.
Sedangkan poet atau sastrawan menggunakan bahasa yang lebih estetik (lenih ke
unsure seninya).
Antara
historian, linguistic dan poet itu saling berkaitan satu sama lain. Ketiganya
memiliki misi yang sama, yaitu uncovering
the hidden the truth. Menurut (Howard Zinn, 2005: 15) there is no such thing as a whole story; every story is incomplete, Zinn
menyingkapkan bahwa tidak ada sejarah yang diceritakan secara utuh: setiap
sejarah pasti tidak lengkap. Itulah kenapa adanya historian, linguistic dan
poet yang akan menyingkap apa yang belum terungkap. Jika sejarah diceritakan
secara utuh dan komplit, maka tidak aka nada historian (ahli sejarah).
Menurut
(Fowler, 1996: 10) “like historian,
linguist aims to understand the values which underpin social, economy, and
political formations and diachronically, changes in values and changes in
formations”. Bahkan hanya Zinn sebagai seorang ahli sejarah yang berperan
dalam mengungkap sejarah itu sendiri. Tapi seorang linguist juga sangata
berperan dalam mengungkap sejarah itu sendiri. Fowler berpendapat bahwa
layaknya seorang ahli sejarah, ahli bahasa (linguist) juga bertujuan untuk
memahami nilai-nilai yang berhubunngan dengan social, ekonomi, dan susunan
politik dan diakronik mengubah nilai-nilai dan susuna-susunan.
Aspek
ketiga yang berperan dalam mengungkap sejarah setelah historian dan linguist
adlah poet (ahli sastra). Milan Kundera (ahli sastra) (dalam L’Art Duroman,
1986) berkomentar bahwa “menulis sebagai
penyair berarti untuk menghancurkan dinding yang dibaliknya terdapat sesuatu
yang selalu tersembunyi disana”. Dan kutipan tersebut, yang dimaksud
dibalik dinding yang tersembunyi adalah sejarah yang masih menuai misteri. Jadi
poet juga sangat berperan penting dalam mengungkapkan sejarah yang masih
tersembunyi dibalik penghalangnya.
Menurut
Milan Kundera, alat yang digunakan untuk menghancurkan dinding tersebut adalah
literasi. Dengan kekuatan literasi, seseorang dapat mencari seluk-beluk yang
tersembunyi dalam sebuah sejarah.
Dari
semua penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa antar historian,
linguistic, dan poet itu saling berkaitan. Keterkaitan antara ketiganya yaitu
sama-sama uncovering the hidden truth atau mengungkap kebenaran fakta sejarah
yang tersembunyi. Hanya ketiganya bekerja dengan cara yang berbeda, sesuai
dengan posisinya masing-masing.
Historian
mengungkap fakta sejarahnya benar-benar dari sisi sejarah yang ada. Historian
ini lebih menekankan kepada bukti dan fakta-fakta sejarah dalam
mengungkapkannya. Sedangkan linguistic, lebih kepada nilai-nilai social,
ekonomi, dan politik dalam mengungkap fakta sejarahnya. Berbeda dengan
keduanya, poet mengungkap fakta sejarahnya lewat tulisan atau syair.
Walaupun
begitu, senjata ketiganya dalam mengungkap sejarah itu sama, yaitu literasi
yang tinggi atau daya baca yang tinggi. Karena tidak mungkin seseorang dalam
mengungkap fakta sejarah yang tersembunyi dalam menemukan seseuatu hal yang
baru jika day abaca dia lemah.
Oleh
karena itu, lagi dan lagi literasi sangat penting dalam kehidupan kita. Maka
dari itu, marilah kita tingkatkan literasi kita demi perbaikan kualitas bangsa
kita sendiri.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)