Sunday, March 2, 2014

Exploring the Literacy Island



3rd Class Review
Exploring the Literacy Island

Literasi. Itulah kata yang selalu tersemay dalam ingatan saya pada matakuliah writing 4 ini. Banyak orang menganggap bahwa literasi adalah kemampuan seseorang membaca dan menulis. Pada hakikatnya makna literasi lebih dari kedua kemampuan tersebut.
Jum’at 21 Februari 2014 adalah pertemuan ketiga matakuliah writing 4. Pada hari tersebut saya tidak bisa mengikuti matakuliah tersebut dikarenakan ada suatu halangan yang menjadikan saya tidak bisa mengikuti matakuliah ini. Pada classeview kali ini saya akan membahas mengenai rekayasa literasi.

Dalam literasi tidak hanya melulu mengenai membaca dan menulis. Selain kedua hal tersebut kemampuan dalam berfikirkritis merupakan salah satu yang harus ada dalam literasi. Kemampuan berfikir kritis harus ada dalam literasi karena dengan kemampuan tersebut bisa lebih memaksimalkan kemampuan membaca dan menulis. Berkomunikasi secara lisan atau tulisan merupakan kegiatan literasi yang mana dalam kegiatan tersebut membutuhkan pemikiran yang luas, sehingga harus ada keterampilan berfikir kritis.
 Dalam slide powerpoint Mr. Lala pada pertemuan minggu yang lalu beliau menunjukan bahwa,  Menurut Michael Barber, pada abad 21, standar kelas dunia akan mendesak setiap orang untuk menjadi sangat literat, sangat ahli matematika, informasinya baik, cakap belajar secara terus-menerus, percaya diri, dan cakap dalam melaksanakan bagiannya sebagai warga negara masyarakat yang demokratis.
Selain itu dalam slide powerpoint, beliau menjelaskan tentang “An Appetizer on Academic Writing Elements”, yaitu :    
Ø  Cohesion : gerakan atau aliran yang halus di antara kalimat-kalimat dan paragraf-paragraf.
Ø  Clarity : kejelasan, maksud apa yang ingin anda sampaikan dikomunkasikan itu benar-benar jelas. 
Ø  Logical Order : merujuk pada informasi pesan yang masuk akal. Dalam akademik writing, si penulis cenderung memindahkan dari yang umum kepada hal yang khusus
Ø  Consistency : Konsistensi mengacu pada keseragaman gaya penulisan.
Ø  Unity : Pada sederhana, kesatuan mengacu pada pengecualian informasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraf tertentu.
Ø  Conciseness : keringkasan adalah pengaturan dalam penggunaan kata-kata. Tulisan yang bagus dengan cepat sampai ke titik dan menghilangkan kata yang tidak perlu dan tidak perlu pengulangan. Pengecualian dari informasi yang tidak perlu mempromosikan persatuan dan kesatuan.
Ø  Complitness : Sementara informasi berulang-ulang atau tidak perlu harus dihilangkan, penulis memiliki untuk memberikan informasi penting mengenai suatu topik tertentu. Misalnya, dalam definisi cacar air, pembaca akan mengharapkan untuk mengetahui bahwa itu adalah terutama penyakit anak-anak yang ditandai dengan bintik-bintik merah pada kulit.
Ø  Variety : keanekaragaman membantu pembaca dengan menambahkan beberapa "bumbu" untuk teks.
Ø  Formality : Akademik menulis adalah formal dalam nada. Ini berarti bahwa kosakata canggih dan struktur tata bahasa yang digunakan. Selain itu, penggunaan kata ganti seperti " I " dan penyingkatan harus dihindari .
Selanjutnya mengenai appetizer “Critical Evaluation”, diantara evaluasi-evaluasi itu adalah:
1.      Tipe audien apa yang ditargetkan oleh penulis dalam menulis artikel?
2.      Apa klaim-klaim yang pusat dalam argument si penulis?
3.      Fakta apa yang menyokong poin-poin yang penulis buat?
4.      Apakah si penulis membuat klaim-klaim lain yang mana tidak disokong oleh fakta?
5.      Apakah menurutmu faktanya cukup untuk sebuah artikel dalam sebuah buku teks akademik?
6.      Apakah penulis menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan perasaan atau pernyataan-perntaan lain?
Keenam evaluasi secara kritis ini pun masuk dalam kategori elemen literasi. Tanpa adanya evaluasi maka akan mengakibatkan kurangnya kekritisan si pembaca.
            Key Hyland mengatakan tentang literasi adalah sesuatu yang kita lakukan, literasi pun sebagai aktivitas yang ditempatkan dalam interaksi-interakasi di antara masyarakat. Bahkan akademik literasi menekankan bahwa cara-cara kita menggunakan bahasa, merujuk pada sebagai praktek-praktek literasi, yang mana dipola oleh lembaga social dan hubungan-hubungan yang kuat. Jadi maknanya keberhasilan akademik adalah mempresentasikan dirimu dalam sebuah jalan yang dinilai oleh kedisiplinanmu, pengadopsian nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan identitas-identitas yang mana wacana akademik kandung.  
Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik. Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari. Perubahan kurikulum-kurikulum setiap tahunnya menandakan adanya kebutuhan untuk merubah teknik pengajaran dan metode dalam pengajarannya pula. Jadi memang harus selalu mengikuti arus zaman, supaya tidak terlihat bahala dan tua.
Model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts; participating in the meanings of text; using texts functionally; critically analysing and transforming texts. Prof. A.Chaedar Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi. Itulah hakikat dari ber-literasi secara kritis dalam masyarakat demokratis.
Rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan. Studi literasi tumpang tindih dengan objek studi budaya dengan dimensinya yang luas. Pendidikan yang berkualitas tinggi pasti menghasilkan literasi berkualitas tinggi pula, dan juga sebaliknya akan menghasilkan literasi berkualitas rendah. Reading, writing, arithmetic, and reasoning adalah modal hidup untuk selalu menghadapi tantangan-tantangan sepanjang masa.
Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Masyrakat yang tidak literat tidak mampu memahami bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa. Pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis agar melahirkan masyarakat yang demokratis. Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi.
Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.  Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan. Empat dimensi rekayasa literasi: linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan. Rekayasa literasi sama halnya merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut. Jadi orang literat tidak sekedar berbaca-tulis tapi juga terdidik dan mengenal sastra.
            Jadi rekayasa literasi merupakan sebuah upaya menjadikan manusia terdidik dan berbudaya melalui penguasaan bahasa, dimana penguasaan bahasa adalah modal untuk menuju ke pendidikan dan pebudayaan. 
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment