Saturday, March 1, 2014

CITA RASA SENI LITERASI


CLASS REVIEW 3
Name          :  Latifah Nurhasanah
Class           :  PBI-D/4
NIM            :  14121330388
CITA RASA SENI LITERASI
Mega mulai menguning, malampun datang dan mulai menyambut kehadiran sang bintang untuk menemaniku mengisi malam dengan tugas-tugasku.  Tiba saatnya dimana aku harus memutar otak untuk merangkai setiap kata demi kata untuk menyempurnakan tulisanku.  Kumulai dengan mengucap bismillah agar ide-ide cemerlang datang menghampiri.

Pada pertemuan ketiga di akademik writing semester 4 ini, tepatnya pada hari yang sama, yaitu hari Jumat, 21 Februari 2014 adalah hari dimana kita harus mempersembahkan sebuah tulisan yang dikemas dalam sebuah teks yaitu “chapter review”.
Masih pada pembahasan yang sama seperti pertemuan sebelumnya, yaitu mengenai ruang lingkup akademik writing, tetapi lebih spesifik lagi yang dibahas dalam teks yang berjudul “Rekayasa literasi”, yang ditulis oleh A. Chaedar Alwasilah didalam bukunya, yang didalamnya membahas kurang lebih mengenai permasalahan-permasalahan yang terjadi dan cara membangkitkan pendidikan dengan merekayasa pengajaran membaca dan menulisnya.  Menulis itu tidak mudah, apalagi menulis akademik.  Harus dibutuhkan stamina yang tinggi dan daya tahan yang kuat untuk bisa menyelesaikan semua tulisannya, yang biasa disebut dengan “Endurance”.  Bisa dikatakan bahwa endurance merupakan bekal dasar untuk menulis akademik, sehingga akan dihasilkan tulisan atau teks yang maksimal.
Kedisiplinanpun merupakan salah satu cara untuk bisa meningkatkan literasi pendidikan di Indonesia.  Melalui kedisiplinan inilah yang akan mengantarkan kita ke gerbang writing akademik.  Untuk membangunnya dibutuhkan pembiasaan sejak dini, karena kebanyakan anak usia dini masih mudah untuk dibiasakan dan dididik.
Contoh yang luar biasa yang berkaitan dengan kedisiplinan adalah pada jurusan bahasa Inggris sendiri, yaitu akan diberlakukannya jam masuk pagi.  Mahasiswa akan memulai perkuliahan serentak pukul 07.00 lebih awal dari yang biasanya.  Selain itu para orang-orang jurusanpun akan mempersiapkan mahasiswanya untuk untuk ke tahap yang lebih tinggi, termasuk dalam hal pengetahuan literasi.  Hal ini akan di uji cobakan pada dua kelas pagi yaitu kelas B dengan kelas D.  Sehingga nantinya IAIN SYEKH NURJATI siap menjadi “Centre of Excellence”.  Yaitu jika ada orang yang ingin belajar linguistik mereka akan lari untuk belajar ke IAIN.
Orang-orang literate lahir dari sebuah kedisiplinan, tugas-tugas yang diberikan dari dosen writing kita ternyata belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mahasiswa di India.  Ketika ujian mereka dituntut untuk menulis berpuluh-puluh lembar untuk mengasah tulisan mereka dan mengukur kemampuannya.
Sebagai mahasiswa calon penerus bangsa, kita harus mampu membekali diri dngan banyak membaca dan menulis, atau berusaha untuk menjadi Quality reader.  Seperti yang diungkapkan oleh Michel Barber yang dikutip oleh A. Chaedar Alwasilah, yaitu:  “In the 21st century,world class standards will demand that everyone is highly literate, highly numerate, well informed, capabel of learning, constantly, and confident and able to play their pack as citizen of a democratic sociaty.”  Dijelaskan bahwa dikemudian hari, dunia ini akan penuh dengan orang-orang yang berliterasi tinggi, sehingga dapat mengaplikasikan dirinya sebagai seorang yang berliterasi dan demokratis.
Jika pada pembahasan yang lalu membahas mengenai sifat-sifat akademik writing, maka pada pembahasan ini akan berlanjut pada pembahasan elemen-elemen yang ada pada writing akademik, yakni:

a.       Cohesion :  Cohesion adalah the smooth movement or “flow” between sentence and paragraph, yaitu perpindahan antar kalimat dan paragraf yang harus saling berhubungan, seperti halnya bunyi, yaitu elusif.
b.      Clarity :  Clarity adalah kejelasan suatu kalimat dalam setiap paragrafnya, sehingga pembaca mudah untuk mencerna tulisannya.
c.       Logical order :  lebih mengacu kepada urutan kalimat yang masuk akal dari sebuah informasi yang diberikan.
d.      Consistancy :  cara penulis dalam menyajikan teks semenarik mungkin agar tidak adanya kebosanan dalam membaca
e.       Unity :  keterpaduan antar kata, kalimat dan paragrafnya. Sehingga menjadi sebuah informasi yang jelas.
f.       Conciseness :  penghematan kata agar tidak terjadi pemboorosan kata didalam sebuah teks.
g.      Variety :  upaya untuk membuat wacana lebih menarik untuk dibaca.
h.      Formality :  tingkat keformalan sebuah wacana dengan menggunakan kosa kata tertentu dengan struktur bahasa yang canggih.
Adapun hal-hal yang harus diingat dalam menulis ini, diantaranya:
a.       Sasaran atau target penulis untuk pembaca
b.      Argumen inti seorang penulis
c.       Evidence
d.      Kecukupan pendukung argumen
e.       Penggunaan kata emotiv dan pernyataan
Kembali dalam pembahasan literasi juga dapat melalui empat dimensi yang menjelaskan bahwa sebuah teks yang disajikan harus dibaca dan dipahami tujuan dari membaca yaitu untuk mendapatkan high repetision.  Selanjutnya dipahami, kemudian teks tersebut harus direspon dengan diskusi, referensi dan terakhir ditulis kembali.
Pergerakan literasi sama saja seperti meaning yaitu bermula dari sebuah teks, oleh karena itu dimensi literasi diawali dari linguistik, kognitif, growth, dan budaya.  Jika kita ingin jadi orang yang berliterasi harus dimulai dari hal terkecil dahulu, seperti mebaca hal-hal yang kecil, sehingga Ken Hylland (2006) berkata bahwa “literacy is something we do”  hal-hal yang seperti inilah yang harus kita perhatikan terlebih dahulu.
Jadi, kesimpulannya adalah setelah kita membahas mengenai literasi dan menulis akademik, ujungnya pak chaedar berkata “orang yang berliterasi tidak hanya sebatas baca-tulis saja, tetapi juga terdidik dalam mengenal sastra.”  Maksudnya adalah jika orang yang bahasa tidak mengerti sastra, sungguh sangat aneh dan berbeda cita rasa tulisannya, karena jika literasi di barengi dengan cita rasa seni sastra akan sangat maksimal sekali.  Adapun kata-kata yang lain yang paling saya sukai dari pak chaedar adalah “  jika ingin jadi penulis yang baik, maka harus berani tampil dengan tidak sempurna.”
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment