Tuesday, March 18, 2014
Created By:
Nendi Gunawan
5th
Class Review
Cairan
Tinta pena, Lagi dan lagi !
(By. Nendi Gunawan)
Semangat pagi untuk hari ini. Di
pagi hari yang sangat cerah, dengan cahaya matahari yang menyinari di pagi ini,
membuat mahasiswa semangat untuk kembali menuntut ilmu. Jum’at 07 maret 2014,
merupakan pertemuan pertama pada bulan maret, pertemuan yang begitu santai,
kegiatan belajar di dalam kelaspun tak terlalu serius. Mahasiswa seperti berada
pada ruangan pribadi, yang mana dilengkapi dengan laptop dan tempat duduk yang
nyaman. Namun, pertemuan kedepan mahasiswa akan dibuat menjadi orang yang
sangat sibuk dengan tugas yang menemani.
Nyaman, santai, dan enjoy itulah
yang mahasiswa rasakan pada pertemuan kali ini. Belia menempatkan mahasiswa
untuk saling berdampingan serta membelakangi dan membuka laptop masing-masing.
Hal ini seperti layaknya seorang karyawan yang bekerja dengan santai. Setiap
mahasiswa harus membuat sebuah karangan
tentang Howard Zinn, yang mana pembahasannya lebih focus kepada karya-karya
yang telah dihasilkannya.
Pembahasan kali ini masih mengenai
Critical review. So pada class review kali ini berjudul “ Cairan tinta pena,
lagi dan Lagi !” mengapa demikian? Perlu diketahui bahwa selanjutnya mahasiswa
akan kembali dihadapkan dengan orang-orang yang yang telah mereleasekan banyak
buku. Seperti kemaraen buku-buku dari bapak chaedar Alwasilah, Howard Zinn, Ken
Hyland, lehtonen dan lain-lainya. So mahasiswa haru kembali menumpahkan cairan
penanya kedalam kertas. Beliau akan kembali membuat mahasiswa untuk berfikir
kritis, salah-satu caranya adalah dengan memberikan tugas untuk critical
review.
Sebelum pembelajaran dimulai beliau
kembali memberikan suatu masukan dan saranya untuk wacana yang telah di
postingkan kedalam blog kelas. Beliau mengatakan bahwa masih ada wacana-wacana
mahasiswa yang memiliki bebrapa kesalahan dari wacana yang telah dibuat. Beliau
menyarankan kepada mahasiswa agar lebih rajin lagi untuk membaca agar referensi
yang dihasilkan semakin banyak, serta mahasiswa harus lebih lagi mendalami
materi sebelum kembali membuat wacana. Hal penting yang harus diingat adalah
untuk menjadi seorang reader (QR) itu harus bisa menemukan sesuatu yang lebih
dari apa yang telah dibaca. Sehingga ketika harus menjadi seorang writer kita bisa mengembangkan wacana yang akan
dibuat menjadi lebih baik.
Ada beberapa karya (wacana) yang
telah dibuat mahasiswa masih memiliki kekurangan seperti pada wacananya belum
ada aksen ataupun voice yang memudahkan pembaca untuk mengenal tulisan
writernya. Beliau mengatakan bahwa ada beberapa mahasiswa yang hamper sempurna
dan sudah memiliki aksen tersendiri. Eberapa wacana yang telah dibuat oleh
mahasiswa ada yang hamper sempurna menurut beliau, karena hamper mendekati
seperti apa yang beliau inginkan, karena sudah tentang generic structure seperti ;Introduction,
Summary, Critic, dan Conclution. Urutan yang ada haruslah jelas. Dimana kita
harus meletakkan introduction, Summary, critic serta Conclution dengan baik,
jangan sampai hal ini menjadi terbolak-balik sehingga membingungkan para
pembaca.
Introduction ialah memperkenalkan
masalah atau materi yang akan dibahas, ehingga pembaca mengetahui masalah apa
yang akan dibaca. Summary adaah ringkasan dari materi atau masalah yang akan
diacritic. Critic adalah memberikan tanggapan, sanggahan, ataupun tambahan dari
masalah yang ada. Sehingga ketika mahasiswa harus membuat wacana tentang
critical review maka hal inilah yang paling penting, karena pembahasannya harus
paling luas, jangan sampai keluar dari
materi pembahasan. Disamping itu perlu diketahui pula bahwa untuk mungutip
kata-kata dari penulis lain seperti Lehtonen, A. Chaedar, Hyland atupun yang
lainya, agar mencantumkan tahunnya saja ketika hal tersebut berada didalam
wacana, untuk halamannya agar disimpan
dalam referensi saja, hal demikian bertujuan agar para pembaca menjadi
penasaran dan mencari tahu tentang buku tersebut.
Bagi beliau kesalahan yang paling
besar adalah ketika membuat sebuah wacana generic structurenya tidak jelas atau
tidak ada, karena generic structure adalah hal yang wajib ada dalam sebuah
wacana. Bagi beliau kesalahan yang terjadi dalam class writing mahasiswa
tidaklah parah sehingga hanya perlu diperbaiki saja. So tulisan-tulisan yang sekarang masih
memiliki kesalahan pada pembuatan wacana selanjutnya agar bisa memperbikai
supaya wacana yang dibuat semakin luar biasa. Jika masih ada mahasiswa yang
tidak bisa menulis ataupun belum biasa menulis, maka mereka belum memahami
tentang konteksnya. Adapun kesalahan-kesalahan yang besar meurut beliau adalah:
v Terjebak dalam materi-materi yang sepele
v Tidak ada kata kunci yang familiar
seperti dalam classroom discourse
v Mengaitkan fakta religious tanpa
menunjukkan sudut pandang yang jelas
v Generic structure tidak terbangun
v Referensi tidak ada
one
thing I can say there are many rooms for improvement. Itulah hal-hal yang perlu
diperbaiki oleh setiap mahasiswa, agar wacana yang dihasilkan menjadi lebih
baik lagi. Untuk menjadi seorang writer, kita harus isa mengaitkan
sejarah-sejarah silam dengan saat ini, serta semua referensi yang sudah ada
harus lebih dikait-kaitkan lagi, Menurut Hyland (2002;2009) persoalan penting penelitian dan pengajaran
writing adalah;
v Context
v Literasi
v Culture
v Technology
v Genre
v Identity
Context (Hyland, 44) menegaskan secara tradisional,
factor konstektual kebanyakan dilihat sebagai “tujuan variable” seperti kelas,
gender, atau ras, tetapi saat ini lebih cenderung unuk dilihat seperti relevan.
Jadi, sebuah surat personal seperti sesuatu yang berbeda untuk penulis dan
ditujukan kepada pemilik alamat tersebut dari sebuah reader. Adapun sebuah
petikan Van Dijk yang dikutip dari
Hyland menegaskan tentang konteks, it is not the social situation that
influences participants define such as a situation. Context thus are not same
kind of adjective condition or direct cause, but rathere (inter)subjective
contract designed and ongoingly updated in interaction by participants as
members of group and communities. If they were, all people in the same was.
Contexts are participant contract. (Van Djik 2008;VIII)
Menurut beliau context adalah peserta kontruksi.
Tidak ada semacam tujuan kondisi atau penyebab langsung, tetapi sebaliknya (antar) subjective kontruksi dirancang dan
diperbahani leh para pesrerta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika
orang-orang berada pada situasi yang sama, maka mereka akan berbicara dengan
cara yang sama pula. Bahka melihat konteks
sebagai sebuah dilantik yang mana secara aktif dan terikat waktu.
(duranti dan Goodwin , 1992 ) haruus diakui ,namun konteks adalah jarang
dianalisis sendiri dan bahasanya diambiluntuk diberikan atau ditentuka dan
bukanya impressionytically.
Konteks
secara intutip meliputi tiga utama aspek penimbanga , yaitu :
v Situasional menjadi pelengkap dari
paparani konteks “ apa yang orang lain tahu tentang apa yang mereka bisa lihat
disekililing mereka.
v Latar belakang pengetahuan konteks “apa yang orang tahu
tentang dunia apa yang mereka ketahui tentang aspek kehidupan , dan apa yang
mereka ketahui tentang masing-masing.
v Co-konteks “apa yang orang lain tahu apa
yang mereka telah ketahui.
Aspek-aspek
ini adalah penafsira yang datang untuk digolekkan kedalam gagasan dari
masyarakat.
Dimenti
dari konteks “halliday (1985)”
Ø Bidang
Merujuk kepada apa yang sedang terjadi,
tenis aksi sosial , atau tentang topic bersama dengan sosial diharapkan bentuk
dan pola digunakan untuk expresi.
Ø Tenor
Merujuk kepada yang mengambil bagian ,
peran dan hubnga dari peseta . (statis mereka dan kuasa , misalnya yang mempengarui
keterlibatan formalitas dan sopan santun .
Ø Mode
Merujuk kepada apa yang bagian bahasa itu
bermain , apa yang participants harapan dari mereka (berimcara atau ditutip ,
bagaimana impormasi terstraktur , del )
Fairclough
(1993) melhat wacana seperti hubungan antara konteks local dari situasi dan
jangka kelembasaan koteks budaya .
hal ini karena alam wacana dimana ‘order
wacana’ atau disetujui praktek kelembasaan seperti universitas perusahaan,
seminar esai dan sebagianya , bekerja untuk merpertahankan hubungan kekuatan
dan kekuasaan.
Literasi
Baca tulis ataupun literasi adalah
bagaimana kita menggunakan bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari . konsep
literasi mendorog kita untuk melihat bahwa menulis adalah sebuah abstrak
keahlian seperalok dari orang dan di
tempat dimana mereka menggunakan teks. Seribner dan cole , menegaskan bahwa
literasi tidak cukup mengetahui bagaimana untuk meulis skrip tertentu , namun
menerapkan pengetahuan ini untuk tujuan-tujuan tertentu didalam konteks khusus (1981:236).
Banton et al , tahun 2007 , street , tahun 1995, street da lefstein , 2008 di
kutip dalam Ken Hyland menegaskan tentang a sosial view of literacy .
diantaranya adalah :
1. Literasi adalah kegiatan sosial dan penyelayan
yang terbaik dari seorang praktik literasi.
2. Orang yang berbeda literasi yang
dikeuitkan dengan domain berbeda pula dari kehidupanya.
3. Orang yang praktik literat lebih luas
dalam hubungan sosialnya.
4. Praktik literasi bertutip oleh lembaga sosial
5. Literasi sebagai simbol sebuah cara
untuk mewakili dunia kepada orang lain , dan kita sendiri
6. Sikap dan nilai kita dengan raya
terhormat terhadap literasi , membimbing tindakan-tindakan kita untuk
komunikasi
7. Kehidupan kita berisi sejarah literasi
8. Acara yang literat juga memiliki sejarah
sosial yang membantu menciptakan praktir
Mendefinisikan
praktik umum literasi sebagai budaya umum atau cara pemanfaatan bahasa tertulis
yang menarik di dalam kehidupan mereka .
Barton
dan hamilton (1990:7)
Peristiwa
literasi dapat diamati dimana literasi berperan , balasanya ada sebuah tulisan
atau teks , pusat kegiatan , peristiwa ini dapat diamati dari teks ang timbul
atau yang dibentuk oleh mereka , gagasan peristiwa menentukan sifat literasi
yang selalu ada dalam knteks sosial .
Baynham
on researching literasi (1995:1) di kutip dalam Ken Hyland ((2009) mengatakan
bahwa Menyilidiki literasi sebagai amalan melibatkan literasi sebagai ‘concrete
hamam aetivity’ tidak hanya apa yang mereka lakukan , dan ideolosi yang
mengngelilingi.
Calture
Di kutip dari di kutip dalam Ken
Hyland (2009) Lantolf (1999) menegaskan
bahwa budaya umumnya dipahami secara hatoris, yang mana hal ini adalah jaringan
makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan , dan berkomunikasi
pengetahuan serta keinginan kita tentang dunia sebagai hasilnya , bahasa dan
pembelajaran tidak boleh dileraikan dengan budaya (Kramsch, 1993 di kutip dalam
Ken Hyland 2009). Hal Ini adalah sebagian, karena nilai budaya tercermin
melalui bahasa , termasuk mereka yang menggunakannya untuk belajar dan
berkomunikasi dalam menulis. Dalam menulis penelitian dan mengajar, ini adalah
wilayah contrastive retorika.
Sebuah
petikan Connor pada contrastive retorika yang di kutip dalam ken Hyland (2009)
menegaskan bahwa “Retorika Contrastive adalah area riset di kedua-pemerolehan
bahasa yang mengidentifikasi masalah-masalah dalam komposisi dihadapi oleh
kedua penulis bahasa, dengan merujuk kepada retoris strategi dari bahasa
pertama, upaya untuk menjelaskan mereka. Contrastive Retorika yang menjaga
bahasa dan budaya tulisan yang fenomena. Sebagai akibat langsung, setiap bahasa
telah konvensi retoris unik. Connor (tahun 1996: 5). Budaya telah conflated
dengan entitas nasional; consensuality dalam budaya telah diandaikan dengan
perbedaan di antara mereka, dan CR praktisi telah neg- lected tempat tidak ada
hubungan kekuasaan dan peran konflik dalam menggambarkan pengaruh budaya.
'menerima - melihat' adalah sebuah
budaya, oleh karena itu membuathal itu mudah untuk menjadi preferensi sebagai
hasil dari sifat tetap supaya individu dapat dikelompok bersama dan budaya baca
dari teks tertulis.
Teknologi
Beberapa efek dari teknologi
elektronik, antara lain;
•
Mengubah membuat, mengedit, proofreading dan format proses • menggabungkan teks
tertulis dengan media audio visual dan
lebih mudah
•
Mendorong non-linear menulis dan membaca melalui proses hiper- teks links
•
Tantangan gagasan tradisional dari kepengarangan manusianya, kuasa dan kekayaan
intelektual
•
Mengizinkan para penulis akses untuk informasi lebih dan untuk menghubungkan
yang informa- jatuhnya dengan cara-cara baru
•
mengubah hubungan di antara para penulis dan pembaca sebagai para pembaca dapat
sering 'menulis kembali'
•
memperluas jangkauan dari aliran dan kesempatan untuk mencapai lebih luas
penonton
•
mengaburkan tradisional oral dan ditulis channel perbezaan
•
Memperkenalkan kemungkinan untuk membangun dan memproyeksikan sosial baru
identitas
•
Memfasilitasi entri baru untuk on-line wacana masyarakat
•
Meningkatkan marjinalisasi dari penulis yang terisolasi dari teknologi baru
menulis
•
Penawaran menulis guru baru tantangan dan peluang untuk kelas praktik
Hal yang paling jelas segera adalah,fitur yang berbasis computer, karena pada computer menulis dapat mempermudah
penulis untuk berkreasi dalam menulis. Com- monplace firman-pengolahan fitur
yang memudahkan kita untuk memotong dan
pasta, menghapus dan menyalin, cek ejaan dan tata bahasa, impor gambar dan
mengubah setiap aspek dari . Perubahan penting dari hasil jalan media
elektronik memungkinkan kita untuk mengintegrasikan gambar dengan mode lainnya
makna relatif dengan mudah. Teknologi Elektronik, pada kenyataannya akan
mempercepat pertumbuhan preferensi untuk gambar atas teks dalam banyak domain
sehingga kemampuan untuk kedua memahami dan bahkan menghasilkan multimodal
teks.
Genre
Genre adalah
jenis tindakan communicative, yang berarti bahwa untuk berpartisipasi dalam
acara sosial, sekolah berdiskusi tentang indkator- viduals harus akrab dengan
genre yang mereka hadapi. Oleh karena itu, genre adalah salah satu konsep yang
paling penting di dalam bahasa pendidikan saat ini. Seperti halnya suatu
kebiasaan. Namun, untuk mengidentifikasi genre ada beberapa pendekatan menurut
Hyon dan Johns (1996; 2002) yang dikutip dalam Ken Hyland (2009) menegeskan
bahwa;
(a)
Sistemik
pandangan Fungsional: Dalam model sistemik Fungsional aliran ini dilihat
sebagai 'seseorang stadiumnya, berorientasi tujuan proses sosial' (Martin,
tahun 1992:)
(b)
Bahasa
Inggris untuk tujuan-tujuan tertentu (ESP): Hal Ini mengikuti orientasi SFL
dalam penekanan ia memberikan kepada yang formal yang mana hal ini adalah
Properti communicative tujuan dari aliran, tetapi ia berbeda dalam mengadopsi
konsep yang jauh lebih sempit dari aliran. Bukannya melihat aliran sebagai
sumber daya yang tersedia dalam budaya yang lebih luas, ia menganggap mereka
hanya sebagai wacana masyarakat tertentu.
(c)
Retorika 'baru': pendekatan ini diverges dari
sebelumnya dua dalam melihat aliran sebagai lebih fleksibel dan kurang mudah
untuk mengajar.
Identity
gagasan identitas Saat Ini hanya sebagai konsep jamak, sosial dan
negosiasi ditentukan melalui pilihan penulis dalam wacana mereka. Pilihan ini
sebagian dibatasi oleh ideologi yang dominan-literacies istimewa di dalam
masyarakat tertentu, dan sebagian lagi terbuka untuk para penulis penafsiran
sebagai hasil dari pengalaman pribadi dan sosial. Identitas dengan itu merujuk
kepada berbagai 'selves' para penulis mempekerjakan dalam konteks yang berbeda,
proses-proses hubungan mereka dengan masyarakat tertentu, dan tanggapan mereka
untuk daya institutionally dituliskan dalam hubungan mereka. Oleh karena itu
perlu Identitas harus dibedakan dari gagasan suara dalam literatur
Expressivist.
Kita
hidup dalam masyarakat,maka kita harus
menjadi peran profesional dan menyatakan identitas profesional, menulis sebagai
storekeepers, para eksekutif perusahaan, atau kognitif psikolog, dengan
menggunakan wacana kami. Identitas memiliki kekhawatiran bagaimana menulis
mengambil pada emosinya yang tertuang di
dalam film ini dan problem epistemologi fitur-fitur dari budaya tertentu.
Bagaimana para seorang penulis proyek etos dalam bercerita dan sinyal hak
mereka untuk menjadi mendengar sebagai kompeten dari sebuah grup.
Kesimpulannya adalah dari tulisan-tulisan
yang telah diuat mahasiswa masih memiliki beberapa kesalahan. pada pembuatan
wacana selanjutnya agar bisa memperbikai supaya wacana yang dibuat semakin luar
biasa. Jika masih ada mahasiswa yang tidak bisa menulis ataupun belum biasa
menulis, maka mereka belum memahami tentang konteksnya. Adapun
kesalahan-kesalahan yang besar meurut beliau adalah:
v Terjebak dalam materi-materi yang sepele
v Tidak ada kata kunci yang familiar
seperti dalam classroom discourse
v Mengaitkan fakta religious tanpa
menunjukkan sudut pandang yang jelas
v Generic structure tidak terbangun
v Referensi tidak ada
Itula
hal-hal yang perlu diperbaiki oleh setiap mahasiswa, agar wacana yang
dihasilkan menjadi lebih baik lagi. Untuk menjadi seorang writer, kita harus
isa mengaitkan sejarah-sejarah silam dengan saat ini, serta semua referensi
yang sudah ada harus lebih dikait-kaitkan lagi, Menurut Hyland (2002;2009) persoalan penting penelitian dan pengajaran
writing adalah;
v Context
v Literasi
v Culture
v Technology
v Genre
v Identity


Subscribe to:
Post Comments (Atom)