Thursday, March 6, 2014
Created By:
Iis Yulia Riani
Book Has Changed Everything,
Really?
“Buku Gudangnya Ilmu, Membaca
Adalah Kuncinya”
Pepatah
ini kerap kita dengar. Hampir semua orang yang pernah mengenyam pendidikan
formal mengenal pepatah ini. Tapi yang menyadari dan melakukannya masih
sedikit. Minat baca penduduk negeri ini masih rendah. Aktivitas membaca belum
begitu membudaya. Bahkan melihat seseorang yang tekun membaca buku saja
dianggap aneh. Julukan sok pintar, sok profesor, kebarat-baratan dan lain
semacamnya segera saja ditempelkan kepada si kutu buku.
Buku adalah
sebuah alat perubahan sejati yang tak lekang oleh usia dan waktu. Begitu banyak
perubahan dan peristiwa yang terjadi hanya karena sebuah buku. Buku memiliki
kekuatan rahasia yang tersembunyi di setiap kata-katanya. Sebagian orang mengatakan
bahwa dengan membaca sebuah buku berarti kita membuka cakrawala. Tahukah Anda
bahwa sebuah buku yang hanya terdiri dari kumpulan kertas dan tulisan itu mampu
membawa perubahan yang besar bagi kelangsungan sebuah bangsa. Melalui sejarah,
kita dapat mengetahui kedahsyatan dan pengaruh sebuah buku. Sebut saja, buku
“Prinsipia Mathematic” yang ditulis Isaac Newton. Buku ini berisi pandangan dan
sebuah pemikiran kritis bahwa kebenaran akal harus dibuktikan dengan
eksperimen-eksperimen. Tahukah apa dampak yang ditimbulkan dari buku ini? Buku
ini merupakan inspirator para pemimpin Eropa yang kelak mengadakan revolusi di
Inggris dan Perancis. Sungguh dahsyat pengaruh buku ini!
Sebuah
perubahan datang dari buku. Jika ingin hidup kita berubah, maka mulailah membaca
dan memahami sebuah buku. Mungkin filosofi itulah yang harus kita tanamkan
dalam diri kita masing-masing untuk memahami pentingnya membaca bagi
kelangsungan hidup kita. Buku memang sebuah benda mati yang tidak bernilai.
Namun setiap lembar dari buku adalah intrepretasi dari pemikiran dan ide
seseorang yang nilainya sangat berharga. Kita dapat memetik begitu banyak
pelajaran, pengalaman, dan pemikiran tanpa harus mengalami apa yang dialami
penulisnya. Buku membuat otak kita kaya akan pengetahuan untuk menghadapi
kehidupan.
Sayangnya, masih banyak orang yang
berpikir buku itu benda yang tidak berguna dan menghabis-habiskan waktu. Jika
diberikan opsi antara berselancar di dunia maya, shopping di mall, dan
membaca, mungkin membacalah yang akan menjadi pilihan terakhir bagi beberapa
orang tertentu, khususnya anak muda. Tak heran jika kadar intelektualitas
masyarakat Indonesia dinilai kurang karena kurangnya aktivitas membaca.
Dalam sebuah buku, tentunya kita dapat mengetahui
fakta-fakta yang dimuat di dalamnya. Namun terkadang, fakta yang terdapat dalam
buku tersebu berbeda dengan sejarah sebenarnya. Kita ambil contoh buku karangan
Kurt Vonnegut yang berjudul Cat Cardle. Vonnegut membawa rasa
yang unik, humor dan absurditas dalam persidangan. Dan sementara dia mengalami
ketakutan dalam kehidupan nyata. Ia juga memberikan ancaman yang lebih jahat
dan tampaknya tidak berbahaya bagi umat manusia dalam bentuk zat Ice – 9. ( buku ini diterbitkan pada waktu di mana
ancaman perang nuklir itu terlalu nyata ) ,. Dalam pikiran Vonnegut tidak hanya
penciptaan dan keberadaan manusia untuk kehancuran total, tetapi juga
mengabaikan bahwa penciptanya memiliki konsekuensi yang tak terelakkan dan
tindakannya akan memiliki sifat egois mereka yang dipercaya untuk
melindunginya.
Contoh buku
yang lain yaitu buku karangan Charles Dicknes yang berjudul Dicknes Hard Times.
Meski singkat, Buku ini berhasil menyoroti
karakter-karakter di dalamnya sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan rasa
empati maupun antipati terhadap mereka. Karakter
Louisa yang kuat, penyayang, dan terutama sikapnya saat memiliki kesempatan
untuk menuruti perasaannya terhadap Mr Harthouse memubuta banyak pembaca banyak
yang menyukainya. Dia runtuh, tetapi dia
membiarkan dirinya tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Sedangkan
karakter Mr Bounderby membuat banyak pembaca merasa geram akan kekeraskepalaan
dan keangkuhannya. Juga karakter-karakter minor
yang berperan penting dalam keseluruhan kisah suaminya. Pada akhirnya, penulis mengajak kita untuk berpikir book
value. Keputusan mana yang benar dan mana yang salah. Bagaimana manusia harus memperbaiki dirinya dari kesalahan
yang dilakukannya. Kapan manusia harus berubah dan kapan dia harus bertahan.
Buku
yang lainnya lagi yaitu mengenai Christoper Columbus yang dianggap sebagai
penemu benua Amerika. Mungkin diantara kita sudah mengetahui soal fakta sejarah
asli mengenai Columbus, tokoh yang selalu disebut-sebut sebagai penemu benua
Amerika. Kini saatnyalah kita meluruskan sejarah yang ada, dan semoga dengan pengetahuan
ini, pelajaran di sekolah tidak lagi mengajarkan fakta yang salah kaprah. Ada
banyak kebohongan yang sangat mencengangkan ketika para penulis dan peneliti
sejarah menguak sejarah Christopher Columbus. Rasa penasaran ini berdasar pada
kenyataan, bahwa setiap tahun ada satu hari khusus yang disebut “Columbus Day”
sebagai peringatan atas jasanya sebagai penemu Benua Amerika. Benarkah?
Di Indonesia
memang tidak secara langsung terkena dampaknya, namun pemahaman yang diterima
dalam ranah pendidikan formal – betapa hebatnya Columbus, tentu akan
mengaburkan kebenaran. Semoga guru-guru dan murid-murid di sekolah, tidak
menelan mentah-mentah isi teks pelajaran sejarah tentang si Columbus ini.
Beberapa
fakta di bawah ini bisa membuka mata kita mengerti betul akan kebenaran suatu
sejarah. Pertama, alasan Columbus pergi berlayar yaitu pada saat itu Columbus
memperkosa putri salah satu bangsawan Spanyol yang masih berusia 13 tahun.
Pengadilan tidak bisa memutuskan ia harus di hukum mati. Terjadi pada tahun
1491 dan seorang Pastor bernama Pastor Perez menengahi atas nama Columbus dan
memohon dengan Ratu Isabella untuk mendanai Columbus yang , jika ia berhasil
akan mampu untuk mengkonversi penduduk asli Kristen, sehingga akhirnya
Ratu Isabella mengirimnya dalam misi mencari benua baru (saat itu tujuan utama
adalah mencari India) dan dengan harapan, Columbus tidak akan bisa pulang
kembali.
Kedua, saat akhirnya Columbus
mendarat pertama kali di Benua Biru Amerika, ia masih mengira inilah
tanah India. Saat itu para penduduk asli menyambut Columbus dengan gembira.
Namun, sebaliknya apa yang ditulis Columbus dalam jurnalnya?
“Mereka membawakam kami
burung beo, bola kapas dan tombak dan banyak hal lainnya sebagai hadiah.
Mereka rela memperdagangkan segala yang mereka miliki … Mereka tidak memanggul
senjata, padahal saya menunjukkan pedang. Mereka tidak memiliki besi. Tombak
mereka terbuat dari tebu … Mereka akan dengan mudah kami taklukan menjadi
budak…. Dengan lima puluh orang saja, kita bisa menundukkan mereka semua dan
membuat mereka melakukan apapun yang kita inginkan.”
Columbus juga
menulis, “Saya percaya, bahwa mereka akan dengan mudah menjadi orang
Kristen buatan, karena sepertinya mereka tidak beragama.”
Dalam catatan
hariannya, Columbus mengakui, bahwa saat ia tiba di Hindia (ia saat itu masih
percaya telah menemukan India, bukan Amerika), ia menyiksa penduduk pribumi,
menggantung, mencambuknya, hanya demi satu informasi penting : “Dimana ada
Emas?“
Helen Ellerbe, dalam “The
Dark Side of Christian History” (hal. 86-88), menggambarkan
keberingasan Columbus. Selain menyiksa, ia juga sering memperkosa
perempuan-perempuan pribumi, lalu mencambuk mereka demi kesenangan belaka.
Koloni yang di bawa Columbus pada pelayaran berikutnya (1496), di klaim
bertanggungjawab atas kematian 34 juta penduduk asli Amerika.
Ketiga,
Columbus adalah penyebar sifilis di Europa. Pandemi sifilis melanda Eropa tak
lama setelah Columbus ‘kembali, dan itu mengubah jalannya sejarah. Awalnya
sangat mematikan, penyakit yang menyeramkan dan banyak kematian pada saat itu.
Nah, kini
apakah masih pantas jika si Columbus ini disebut-sebut sebagai tokoh besar
penemu Amerika? Dan diperingati pula seluas dunia dengan “Columbus Day”?
Setelah mengetahui fakta kebohongan yang sangat mencengangkan atas kekejaman
luar biasa yang telah dirinya lakukan. Dia adalah seorang pembunuh ,
pemerkosa , dan seseorang yang secara aktif berpartisipasi dalam genosida yang
akhirnya menyebabkan kematian dari 20 juta masyarakat adat di Indian di
Haiti.
Fakta yang lainya yaitu Hakikat yag
tidak terbantah iaitu sebelum kedatangan Christoper Columbus umat Islam
sudah terlebih dahulu menemukannya. Sebuah fakta yang tak terbantahkan lagi
jika umat Islam sudah lebih dulu berada di daratan luas yang kini bernama
Amerika, jauh beberapa abad sebelum kedatangan Columbus yang mengaku sebagai
penemu Amerika. Fakta yang paling mudah ditemui ialahh nama serupa dengan kota
suci umat Islam seperti Mecca di Indiana, Medina di Idaho, Medina di New York,
Medina dan Hazen di North Dakota, Medina di Ohio, Medina di Tennessee, Medina
di Texas yang paling besar dengan penduduk 26,000, Medina di Ontario Canada,
kota Mahomet di Illinois, Mona di Utah, dan Arva di Ontario Canada, dan
beberapa nama seperti California (Caliph Haronia), Alabama (Alah Bumnya),
Arkansas (Arkan-sah) dan Tennesse (Tanasuh), T Allah Hassee
(Tallahassee), Alhambra, Islamorada dan sekitar 500 nama
kota lainnya berasal dari kata Arab.
Masih terkejut ? Silahkan baca
lebih lanjut
Sejarah rasmi selama
ini mengatakan bahawa Christopher Columbus-lah yang menemukan daratan luas yang
kemudian disebut Amerika. Hal ini ternyata tidak benar. Karena 70 tahun sebelum
Columbus menjejakkan kaki di amerika, daratan yang disangkanya India oleh
Laksamana Muslim dari China bernama Ceng Ho (Zheng He) telah mendarat di
Amerika. Bahkan berabad sebelum Ceng Ho, pelaut-pelaut Muslim dari Sepanyol dan
Afrika Barat telah membuat kampung-kampung di Amerika dan berasimilasi secara
damai dengan penduduk tempatan di sana. Penemu Amerika bukanlah Columbus.
Penemu Amerika adalah Umat Islam. Mereka berkahwin dengan penduduk tempatan,
orang-orang Indian, sehingga menjadi bahagian dari genius tempatan Amerika.
Ada sejumlah kajian
yang bersandarkan fakta-fakta empirik bahawa umat Islam sudah hidup di Amerika
beberapa abad sebelum Colombus datang. Salah satunya yang paling popular adalah
tulisan Dr. Youssef Mroueh, dari Preparatory Commitee for International
Festivals to celebrate the millennium of the Muslims arrival to the Americas,
tahun 1996, yang berjudul “Precolumbian Muslims in America”.
Dalam tulisannya,
Doktor Mroueh menulis, “Sejumlah fakta menunjukkan bahwa Muslimin dari Sepanyol
dan Afrika Barat tiba di Amerika sekurang-kurangnya lima abad sebelum Columbus.
Pada pertengahan abad ke-10, pada waktu pemerintahan Khalifah Umayyah, yaitu
Abdurrahman III (929 – 961M), kaum Muslimin yang berasal dari Afrika berlayar
ke Barat dari pelabuhan Delbra (Palos) di Sepanyol, menembus “samudera yang
gelap dan berkabut”. Setelah menghilang beberapa lama, mereka kembali dengan
sejumlah harta dari negeri yang “tak dikenal dan aneh”. Ada kaum Muslimin yang
tinggal bermukim di negeri baru itu, dan mereka inilah kaum imigram Muslimin
gelombang pertama di Amerika.”.
Berikut ini adalah hasil pengamatan
lapangan dan perspektif suku-suku Indian Amerika (CHEROKEE). Kalau kita membuka
peta Amerika paling mutakhir buatan Rand McNally dan mencermati nama-nama
tempat. Hampir di semua bagian benua ini akan ditemukan jejak-jejak umat Islam
jauh sebelum Colombus. Di tengah kota Los Angeles misalnya, terdapat kawasan
Alhambra, teluk El-Morro dan al-Amitos serta nama-nama kawasan seperti
Andalusia, Attilla, Alla, Aladdin, Albany, Al-Cazar, Alameda, Alomar,
al-Mansor, Almar, Alva, Amber, Azuredan La Habra.
Di bagian tengah Amerika, dari
selatan hingga Illionis terdapat nama-nama kota Albany, Andalusia, Attalla,
Lebanon dan Tullahoma. Di negara bagian Washington ada kota Salem. Di Karibia
(berasal dari bahasa Arab Qariiban) dan Amerika Tengah terdapat kawasan bernama
Jamaika, Pulau Cuba (dari kata Quba) dengan ibukotanya Havana (dari La-Habana).
Juga nama-nama pulau Grenada, Barbados, Bahama dan Nassau.
Di Amerika Selatan terdapat nama
kota seperti Cordova (di Argentinma), Al-Cantara (di Brazil), Bahia (di Brazil
dan Argentina). Selanjutnya , ada nama-nama pegunungan seperti Appalachian
(Afala-che) di pantai timur dan pegunungan Absarooka (Abshaaruka) di pantai
barat. Kota besar di negara bagian Ohio yang terletak di muara sungai Wabash
yang panjang dan meliuk-liuk bernama Toledo, nama Universitas Islam ternama
pada masa kejayaan Islam di Andalusia.
Menurut Dr. Youssef Mroueh, hari ini
di Amerika Utara terdapat 565 nama tempat, baik negara bagian, kota, sungai,
gunung, danau dan desa yang diambil dari nama Islam atau nama dengan akar kata
dari bahasa Arab. Selebihnya, sebanyak 484 nama terdapat di Amerika Serikat dan
81 di Kanada. Nama-nama ini diberikan oleh penduduk asli yang telah ada sebelum
Colombus menginjakkan kakinya di Amerika.
Dr. A. Zahoor juga menulis bahwa
nama negara bagaian seperti Alabama berasal dari kata Allah Bamya. Nama negara
bagian Arkansas berasal dari kata Arkan-Sah dan Tenesse dari Tanasuh. Demikian
juga nama kota besar seperti Tallahassee di Florida, berasal dari bahasa Arab
yang artinya ”Allah akan menganugerahkan sesuatu dikemudian hari”.
Dr. Mroueh juga menulis, beberapa
nama yang dicatatnya merupakan nama kota suci seperti Mecca di Indiana. Medina
merupakan nama paling populer di Amerika. Medina terdapat di Idaho, Medina di
New York, Medina dan Hazen di North Dakota. Medina di Ohio, Medina di Tenesse.
Medina di Texas dengan penduduk 26 ribu jiwa. Medina di Ontario Canada, kota
Mahomet di Illionis, Moda di Utah dan Arva di Ontario Canada.
Ketika Colombus mendarat di
kepulauan Bahama, 12 Oktober 1492, pulau itu sudah diberi nama Guanahani oleh
penduduknya. Guanahani berasal dari kata Arab ikhwana (saudara), kemudian
dibawa ke bahasa Mandika (kerajaan Islam di barat Afrika) yang berarti ”tempat
keluarga Hani bersaudara”. Tapi kemudian Colombus secara ”seenaknya” memberinya
nama San Salvador, dan merampas pulau ini dari pemilik awalnya.
Hari ini, seandainya kita
mengunjungi Washington, dan sempat mengunjungi Perpustakaan Kongres (Library of
Congress), dan meminta arsip perjanjian pemerintah Amerika Serikat dengan Suku
Indian Cherokee, salah satu suku terkemuka Indian, tahun 1787. Di arsip
tersebut secara fakta akan ditemukan tandatangan Kepala Suku Cherokee saat itu,
bernama Abdel Khak and Muhammad Ibn Abdullah. Nama suku Cherokee sendiri
diperkirakan berasal dari bahasa Arab Sharkee
Isi perjanjian itu antara lain
adalah hak suku Cherokee untuk melangsungkan keberadaannya dalam bidang
perdagangan dan pemerintahan suku yang ternyata didasarkan pada hukum Islam.
Lebih lanjut, akan ditemukan kebiasaan berpakaian wanita suku Cherokee yang
menutrup aurat, sedangkan kaum lelakinya memakai turban (sorban) dan gamis
hingga sebatas lutut.
Cara berpakaian ini dapat ditemukan
dalam foto atau lukisan suku Cherokee yang diambil gambarnya sebelum tahun
1832. Kepala suku terakhir Cherokee sebelum akhirnya secara perlahan punah atau
dipunahkan dari daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama Ramadhan Ibn
Wati.
Mengenai aksara Cherokee yang
kemudian diteliti, digali dan dihidupkan kembali oleh seorang tokoh Cherokee
modern bernama Sequoyah, adalah terdapatnya kemiripan antara aksara Cherokee
yang disebut Syllabari dengan aksara Arab . Bahkan beberapa pahatan peninggalan
lama Cherokee di Nevada, ternyata mempunyai kemiripan dengan aksara Arab.
Yang lebih mengherankan adalah,
ternyata keterkaitan Islam/Arab tidak hanya dengan Suku Cherokke, tapi juga
dengan suku-suku Indian lainnya, seperti Anasazi, Apache, Arawak, Arikana,
Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu dan
Zuni. Beberapa kepala suku Indian juga mengenakkan tutup kepala khas corang
Islam. Misalnya kepala suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi,
Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago dan Yuchi. Hal ini dibuktikan
pada foto-foto antara tahun 1835 hingga 1870.
Dari beberapa penjelasan
yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa ketika kita membaca sebuah
buku, jangan hanya dibaca pada bagian pertamanya saja tetapi kita juga harus
membaca isi buku tersebut agar kita dapat memahami kebenaran yang ada pada buku
tersebut. Buku harus dibalas dengan buku, bukan dengan pemberangusan. Tanpa buku
pembanding yang cergas dan cerdas, pemahaman masyarakat melalui jalur buku
hanya sepihak. Dalam artian mempertahankan argumen dari pengetahuan yang
diperolehnya dari sebutir buku.
Tidak ada, satu buku pun yang pernah
ditulis di dunia yang tidak membawa manfaat. Setiap buku akan membawa manfaat
kepada kita jika kita mampu menangkap makna dan hikmah. Jika kita masih
kesulitan menangkap makna dan hikmah dari suatu buku, berarti kita harus meningkatkan
keterbukaan pikiran kita. Hikmah dan makna sebuah buku tidak akan masuk ke
dalam pikiran yang tertutup.
Pada akhirnya, membaca adalah sebuah
aktivitas yang wajib dilakukan masyarakat Indonesia untuk maju. Tentu jangan
salahkan pemerintah dan aparat lainnya jika masyarakat Indonesia tidak
maju-maju. Pemerintah hanyalah abdi rakyat, namun yang berkuasa untuk membawa
perubahan adalah diri kita masing-masing. Dengan buku sebagai bahan bakar
perubahan, mari kita menjadi agen perubahan bangsa yang menciptakan sejarah
dengan langkah tepat yang kita ambil. Bangsa ini menunggu aksimu. Selamat
membaca dan dapatkan perubahannya! Akhirnya, kebenaran pengetahuan di dunia ini
hanya bersifat relatif. Bisa lebih baik jika pengetahuan dimaknai dan disuguhi
dengan data ilmiah yang tentunya menuntut tanggung jawab seseorang.
Selamat mendemokrasikan buku!
REFERENSI
(Jawa Pos,
17/01/10)
Howard, Zinn.
(1980). A People’s History of The United
States. United States: Harper & Row; HarperCollins
(Diambil
dari: digest.eramuslim.com – New Jerusalem, Sisi Amerika Yang Disembunyikan)
Referensi:
Referensi:
- CarribeanMuslims.com – USA Muslims: 7th Century Islamic inscriptions on Nevada rocks
John Boyd Thacher, Christopher Colombus, New York,
1950


Subscribe to:
Post Comments (Atom)