Sunday, March 9, 2014
Created By:
Fitri Nurhelawati
Class Review 4:
Analysis Discourse
in the Classroom
Pertama kali masuk jam 7.00 pagi,
itu rasanyaaaa wahhhh banget.. hehe
Deg-degan dengan hasil critikal saya yang pertama. Kepikiran terus,
bakalan dapat kritikna tidak ya dari Mr. Lala. Rasa ngantuk pun sirna ditelan
oleh rasa khawatir akan dapat kritikan jelek. Tapi alhamdulillah kelas kami
tidak mendapat kritikan yang jelek dari Mr. Lala. Minggu ini pertama Mr. Lala
menanyakan apakah dalam critical review ini sudah ada tentang discoursenya apa
belum. Sontak karena kami belum mengerti tentang discourse yang seperti apa
yang Mr. Lala inginkan, kami semua menjawab belum. Lalu Mr. Lala mengatakan
bahwa critikal minggu depan yang kami buat adalah critikal terakhir yang dibuat
di rumah. Dan minggu depannya kami diharuskan membawa laptop sendiri untuk
membuat critikal review berbahasa Inggris, kami akan mengerjakan critical ini
di kelas bersama-sama selama 30 menit dengan kurang lebih 500 kata. Menurur Mr.
Lala setelah kami selesai mengerjakan critical ini maka kami akan belajar
membagi critical ini kedalam pembagian intro dan lain-lain. Sudah terbayang
betapa keringat akan bercucuran di kelas selama kegiatan critical class ini
berlangsung.
Sebenarnya apakah critical kita ini sudah mencantumkan materi
discourse belum? Ini masih membuat saya bingung. Saya pikir discourse yang
harusnya saya masukan adalah tentang bagaimana interkasi discourse itu sendiri,
tapi ternyata agak melenceng dari yang Mr. Lala inginkan. Sepertinya yang Mr.
Lala inginkan adalah mencantumkan alasan kenapa Pak Chaedar mengangkap judul
Classroom Discourse pada bukunya. Mr. Lala juga menanyakan pendidikan setelah
masa pemerintahan Pak Suharto. Apa ya hubungannya/ mari kita bahas sedikit
Classroom
discourse yang baik penting dilakukan dalam proses pembelajaran agar interaksi
yang terjadi antara pelajar dan pengajar selaras. Interaksi ini merupakan
toleransi yang dibangun oleh trust (apresiasi tanpa rumus) ini di tandai dengan
adanya teacher talk. Untuk pengajar adalah suatu keharusan agar dia dapat
membangun suasana kelas yang interaktif dan juga nyaman untuk siswanya. Karena
guru sebagai pengajar literasi untuk siswanya maka dari ituguru harus pandai
mengekploitasi kemampuan siswanya agar menguasai pendidikan literasi ini dengan
pengajaran classroom discourse.
Kegiatan lain
yang biasanya menyertai kegiatan inti berliterasi tersebut, misalnya mengamati,
berdiskusi, dan mempresentasikan hasil-hasilnya merupakan perluasan dari
praktik berliterasi(Suyono, 2007). Guru harus terjun langsung dalam
pembelajaran discourse ini agar pengembangan literasipun dapat berjalan.
Critical
writing
Critical review, bagian critcal review
ini mencakup
1.
Classroom
is a secred site, yaitu kelas dijadikan sebagai tempat suci yang tidak
semua kalangan dapat masuk didalamnya.
2.
Classroom
is complicated, kelas ini menjadi complecated karena didalam kelas banyak
background dari banyak kalangan yang membedakan mereka seperti, etnik,
education, dan lain-lain.
Teks
Discourse
Konteks
Kedua komponen ini harus di suguhkan dengan
baik dikelas.
Classroom discourse
menurut Besty Rymes (2000:13) didefinisikan sebagai study bagaiamana bahasa
digunakan dan dipengaruhi oleh konteksnya. Di dalam klas konteks itu meliputi
pembicaraan dalam pembelajaran. Sedangkan arti dari Classroomnya itu sendiri
adalah konteks yang paling utama dan paling jelas dalam sebuah wacana. Arti
konteks disini diartikan menulis luas dari pembicaraan kelas, untuk mencakup
konteks yang mempengaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu di tafsirkan
dalam kelas.
Analisis discourse
memeriksa tiga dimensi yang selalu ada dari bahasa yang digunakan, yaitu :
1) kelembagaan dan konteks sosial. Norma yang
tampaknya mendikte jenis, hal yang kita dapat lakukan dengan mengatakn dan
menerapkannya di kelas, termausuk menanggapi orang lain;
2) interaksi itu
sendiri;
3) perorangan, lembaga
yang mempengaruhi bagaimana struktur dikemas, digunakan dan diambil dengan
cara-cara yang baru yang berpotensi kreatif dalam setiap interaksi konteks.
Melihat ketiga dimensi
tersbut, ternyata memberikan set pengantar pedoman bagi guru untuk segera mulai
merekam dan melihat classroom discourse mereka. Menganalisis tiga dimensi
tersebut dapat memperkenalkan konvensi transkripsi dan menyediakan contoh
bagaimana alat analisis interaksi kelas dapat diterapkan untuk memahami konteks
sosial, konteks interaksional, dan peran setiap instansi. Rymes (2008: 19).
Sedangkan arti dari Classroomnya itu sendiri adalah
konteks yang paling utama dan paling jelas dalam sebuah wacana. Arti konteks
disini diartikan menulis luas dari pembicaraan kelas, untuk mencakup konteks
yang mempebgaruhi apa yang dikatakan dan bagaimana hal itu di tafsirkan dalam
kelas. Meskipun kita tahu banyak diskusi-diskusi di kelas, akan tetapi maksud
dari diskusi ini berbeda dengan diskusi discourse. Meliputi berbagai kemungkinan
yang dapat diterima denag produktif, melalui pengaturan keluarga atau kelompok
(group).
Betsy (2000) Dalam bukunya menekankan adanya analisis
classroom discourse. Tujuannya adalah untuk memberikan atau menyediakan guru –
guru alat untuk menganalisis pembicaraan mereka di dalam kelas. Berikut alasan
Betsy kenapa kita harus membuang – buang waktu untuk menganalisis:
1. Wawasan yang diperoleh dari analisis
wacana kelas telah meningkatkan saling mengerti antara guru dan siswa.
2.
Dengan menganalisis wacana kelas
sendiri, guru telah mampu memahami perbedaan local dalam kelas berbicara
melampaui stereotip atau generalisasi budaya lainnya.
3.
Ketika para guru menganalisis wacana
di kelas pada mereka sendiri, prestasi akademik akan meningkat, dan
4.
Proses melakukan analisis wacana
kelas dapat dengan sendirinya menumbuhkan intrinsic dan cinta seumur hidup
untuk praktek mengajar dan umum meneguhkan potensial hidupnya.
Definisi paling sederhana dari “discourse” adalah
bahasa yang digunakan. Kemampuannya di
kontekstualisasikan. Dalam hal ini bahasa adalah “de-contextualizable” inilah
yang membuat unit sebuah bahasa, dimana kata atau bahasa ini selalu tergantung
pada konteks pada setiap penggunaannya.
Ø
Konteks meliputi pembicaraan dalam pembelajaran
Ø
Dalam hal konteks, class discourse ini bersifat formal
karena terdapat peraturan – peraturan yang di berlakukan
Untuk
membangun interaksi classroom discourse ini perlu adanya komponen – komponen
yang menunjang terjadinya interaksi ini, diantaranya:
·
Background
Seorang pengajar haruslah terlebih
dahulu mengetahui latar belakang siswanya untuk mempermudah penentuan konteks
apa yang akan digunakan dalam classroom discourse ini. Karena di dalam kelas
tentu terdapat beberapa perbedaan antara siswa satu dengan yang lainnya,
disinilah peran guru dituntut untuk dapat menyelaraskannya.
·
Communicative strategies
Ini dibutuhkan seorang untuk membangun sebuah
intekasi menggunakan strategi seperti berkomunikasi, bahasa yang digunakan
harus sesuai dengan konteks agar siswa dapat dengan mudah menangkap apa yang
ingin disampaikan.
·
Goal (tujuan)
Menghasilkan sesuatu yang sesuai
dengan harapan. Dalam konteks ini siswa harus berani berpartisipasi. (Barnes,
Coulthard, 1997)
·
Values (ideologi)
Setiap kegiatan belajar khususnya
untuk masing – masing mata pelajaran di dalam kelas pasti mempunyai aturan main
ketika kegiatan berlangsung, menyangkut nilai – nilai seperti disiplin,
mengerti tatak rama, sopan santun, dan lain – lain yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Meaning making practice juga dibangun disini. Values
ini munculnya di talk karena ketika kita melakukan talk disinilah nilai yang
disampaikannya. Dalam kelas ideology juga menjadi sesuatu hal yang sangat
penting. Lewat interaksi dalam diskusi misalnya, disana mereka akan mengetahui
aturan untuk berbicara seperti apa dengan oleh guru. Disana juga terjadi
partisipasi antar siswa untuk saling mengeluarkan pendapat dan dapat saling
menghargai.
Untuk
memulai analisis kelas harus mendekati dulu sosial konteks interaksi konteks
dan individual konteks. (Betsy Rymes, 2008)
Jadi, disini kita dapat melihat seberapa
pentingnya menganalisis classroom discourse ini baik untuk perkembangan
kreatifitas gurunya maupun siswanya. Manfaat pertama mempelajari analisis
classroom discourse ini adalah untuk memahami secara umum perbedaan komunikasi
antara kelompok-kelompok sosial. Kedua adalah sekolah dilengkapi dengan
metode analisis wacana, situasi terbaik guru untuk mempelajari wacana lokal dan
selalu merubah pola khusus untuk kelas mereka sendiri. (Betsy Ryms, 2008:8)
Istilah
wacana kelas sering dikaitkan dengan bahasa dalam kelas (Classroom
Language). Hal ini dikarenakan istilah juga menunjukkan jenis wacana,
sehingga bahasa di kelas identik dengan classroom reguler. (Halliday,
1917:610)
Lalu kenapa classroom discourse ini
sangat dikaitkan dengan konteksnya?
Ini karena untuk mengajarkan suatu
interaksi harus memperhatikan konteksnya agar proses interaksi itu tidak
melenceng dari pa yang akan dibicarakan. Lalu konteks ini menjadi sangat
penting karena konteks pembelajaran yang diajarkan guru akan mempengaruhi
konteks interaksi siswa di luar kelas. Inilah pentingnya analisis classroom
discourse yang harus dilakukan guru sebelum memulai proses disourse yang
sebenarnya.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)