Saturday, March 8, 2014
Created By:
Lili Sulaihah
Lili Sulaihah
PBI-D
Class Review 4
Ada Momen Tertentu
Alhamdulillah pada pertemuan ini masih bisa mengikuti mata kuliah
Writing and Composition 4, tentunya Allah SWT masih memberikan kesehatan, serta
memberikan kenikmatan yang begitu banyak hingga tak terhitung nikmat-Nya.
Suasana begitu berbeda, karena hari itu masuk kuliah lebih awal dari hari
biasanya yaitu pada pukul 07.00 WIB. Hal ini akan berkelanjutan di hari jumat
berikutnya, karena Mr.Lala Bumela,M.Pd akan mengajukan agar perkuliahan di
jurusan PBI ini setiap hari masuk kuliah pukul 07.00 WIB, mengapa
demikian? Karena agrar mahasiswa serta
dosen bisa beristirahat dan sholat dengan tenang, yaitu mulai pukul 11.00
sampai pukul 12.30 WIB. Kemudian di lanjut lagi pada pukul 13.00 dengan mulai
pembelajaran lagi. Hmmm... Saya sangat setuju sekali dengan ide nya Mr.Lala.
Berharap untuk kedepannya bisa terlaksana dengan baik, bukan hanya di jurusan
PBI akan tetapi juga pada semua jurusan di Kampus IAIN ini dapat melaksanakan
program tersebut.
Mr. Lala mengatakan bahwa untuk tugas critical review dua, masih
berkisar 2500 kata dan masih menggunakan bahasa Indonesia. Mr.Lala juga
mengatakan bahwa karya tulis kita pada mata kuliah Writing and Composition 4
ini yang di posting di blog sudah mulai banyak yang mengakses. Dari mulai
mahasiswa sampai dosen. Dan yang paling menakjubkan yaitu kakak kelas semester
atas dari jurusan tadris bahasa Inggris, ketika dia melihat postingan tersebut
ia meneteskan air mata. Karena angkatan sekarang sangat berkembang pesa,t yang
mampu menuliskan class review serta critical review yang begitu banyaknya
dengan berbagai macam ide-ide yang sangat bagus. Sangat berbeda jauh angkatan
sekarang dengan angkatan yang lalu.
Untuk pertemuan yang akan datang, Mr.Lala mengatakan bahwa kami harus
membawa laptop masing-masing, karena di kelas kita akan membuat critical review
dalam waktu yang di tentukan, yang nantinya semua hasil kerja kita langsung di
posting pada waktu itu juga. Waw... sangat istimewa sekali.
Hasil critical review kami kebanyakan masih di “Reader” belum
mencapai “Quality Reader”. Dimana Reader - Quality Reader – Writer – Quality
Writer. Mengapa demikian? Karena, pada critical review-1 yang kami buat
kebanyakan menghimpun ulang dari artikel tersebut, kemudian kebanyakan kalimat
yang kita kritik trhadap artikel tersebut masih rancu.
Sungguh yang paling berbekas dalam hati dan pikiran saya pada
pertemuan ke empat itu adalah ketika Mr.Lala menunjukkan power point nya yang
berisi syairan karya Budi Hermawan. Mengapa
demikian? Karena syairan tersebut sangatlah menyentuh hati, apalagi pada
barisan terakhir yang berbunyi :
“Berkariblah dalam sepi, sebab dalam sepi suara hati
lebih nyaring terdengar jernih”.
Pada bagian akhir tersebut, saya sampai ingat kalimat tersebut,
sampai terngiang-ngiang dalam telinga saya ketika dua orang teman saya
membacakan syairan tersebut dengan suara nyaring. Memang benar, ketika kita
mengerjakan sesuatu dalam suasana sepi, kita akan lebih khusu dan lebih fokus,
sehingga ide-ide yang ada dalam pikiran kita begitu cepat bermunculan.
Suasana kelas begitu sunyi ketika Mr.Lala memerintah Iis Yulia
untuk membacakan syairan karya Budi Hermawan. Selain Iis Yulia, Mr.Lala juga
memerintah kepada Jefi Fauzan untuk membacaan syairan tersebut. Subhanallah...
ketika melihat tulisan syairan tersebut serta suara teman saya ketika
membacanya, hati ini mulai tergugah dengan hal tersebut.
Kemudian
Mr.Lala juga mengatakan bahwa memang benar dengan suasana sepi seseorang akan
lebih cepat mendapatkan ide-ide yang bagus. Suatu bukti yaitu Nabi Muhammad SAW
juga ketika menerima wahyu dari malaikat Jibril, beliau juga sedang dalam
keadaan sepi (berdiam diri di gua hira).
Kebanyakan
orang yang tulisannya baik yaitu mereka yang memiliki hati yang hernih, jauh
dari sifat iri hati, dengki, sombong serta sifat tercela yang lainnya. Ternyata
ada moment tertentu dimana ketika kita menulis dalam keadaan sepi. Sungguh
suasana sepi adalah keadaan yang lebih utama.
Pada critical
review-1 kebanyakan membahas perbedaan agama, membahas suatu kejadian-kejadian.
Tidak ada yang mengkritik pendapat Pak Chaedar. Dan rata-rata di kelas kami
tidak membahas classroom discourse, akan tetapi lebih banyak membahas tentang
perbedaan etnis, budaya dan agama.
v Classroom Discourse
Pada pertemuan
ke empat membahas tentang “Classroom Discourse” yang mana dalam
classroom discourse tersebut ada dua yaitu:
- Text
- Context
Antara text dan context itu ke duanya harus di hidupkan dalam
kelas, karena ke duanya saling keterkaitan. Kemudian dalam classroom discourse
juga adanya religion harmony
Dalam classroom
discourse terdiri dari tiga bagian yaitu:
- Classroom
is a “Sacred Sile”
Classroom ini adalah sikapnya sakral, yang mana disini yang hanya
bisa mengikuti hanya dari kalangan mahasiswa, sementara yang lainnya tidak bisa
mengkuti.
- Classroom
is a Complicated (dalam arti sebenarnya)
Dalam arti
sebenarnya, contohnya yaitu sikap toleransi. Di kelas seorang guru tidak hanya
memberikan materi tentang arti dan manfaat suatu toleransi. Akan tetapi,
seorang guru itu harus langsung memberikan contoh dalam bertoleransi. Seperti
halnya Nabi Muhammad SAW, yaitu beliau dalam suatu kedisiplinan dalam suatu hal
contohnya disiplin dalam beribadah, beliau tidak mengajarkan materi tentang
disiplin beribadah, akan tetapi beliau itu langsung mempraktekkannya, yaitu
dengan mencontohkannya kepada umatnya.
Classroom complicated (dalam arti sebenarnya) itu mempunyai
background (latar belakang) seperti pada etnis, pendidikan, politik. Maksudnya
di dalam kelas itu berbagai macam siswa yang berbeda-beda dalam latar
belakangnya, sehingga seorang guru harus mampu berinteraksi dengan mereka.
Karena mereka berbeda-beda dalam etnis, pendidikan, dan politiknya.
- Meaning
Making Practic
Dalam classroom discourse itu adanya meaning making practic, yang mana
terdiri dari ideologi dan values. Ideologi itu sets of beliefs (kumpulan dari
beberapa keyakinan), sehingga muncul lah ideological classes seperti guru yang
berbeda pemahaman. Kemudian selain dalam ideologi yang ada values (nilai). Dari
kedua tersebut muncul lah beberapa perbedaan (difference). Sehingga dalam
perbedaan ini termasuk kedalam perbedaan dalam interaksi ketika berbicara
(TALK). Dalam perbedaan tersebuttermasuk kedalam religious harmony.
Disini lah dalam classroom discourse, yaitu dalam interaksi berupa
“TALK” merupakan the biggest missing link, karena dalam classroom discourse ini
Pak Chaedar tidak membahasnya.
Jadi, dalam critical review kemarin, kita harus mengkritik Pak
Chaedar itu dalam segi apa, yang mana Pak Chaedar tidak membahasnya dalam
classroom discourse tersebut. Mr.Lala menunjukkan buku-buku yang terkait dalam
pembahasan classroom discourse seperti buku classroom discourse analysis,
classroom interaction in literacy, critical discourse analysis, key topic in
sociolinguistic, dan lain sebagainya.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)