Sunday, March 16, 2014

6 (enam) Elemen Penting dalam Menulis



#CLASS REVIEW 5

6 (enam) Elemen Penting dalam Menulis
‘Rasa takut untuk membuat kesalahan itu wajar, tapi pastikan untuk tidak membuat kesalahan yang sama untuk kedua kalinya’ (Uzumaki Naruto)

Jum’at yang penuh tantangan dan kesibukan.  Bangun lebih pagi dari biasanya.  Setumpuk referensi yang mengantri untuk dibaca dan dipahami, lalu menuangkannya kembali dalam pahatan lembaran kertas Class Review.  Kemudian membacanya kembali, lalu memastikannya tersimpan lugu di dalam ransel hitamku.  Pagi yang mendung.

            Wejangan pagi ini disampaikan dengan penuh perhatian oleh Mr. Lala-dosen Writing saya.  Tak mau kalah, mahasiswa menyimaknya dengan penuh khidmat.  Beliau merevisi hasil dari penulisan Critical Review yang kami buat mengenai artikel Howard Zinn yang berkenaan tentang Columbus.  Beliau menyampaikan bahwa masih banyak kesalahan yang kami buat, seperti kurang memahami mengenai isu besar yang diungkap oleh Howard Zinn, karena hampir semua kelas bahasa-di dalam tulisannya masih memasukkan hal-hal yang kurang terlalu oenting pada Critical review mereka.  Hal ini yang dsebut sebagai trivial matters.  Kemudian kurangnya kemampuan mengeksplorasi isu besar yang diungkap Zinn dengan ranah politik, literasi, sejarah dan budaya.  Kemudian, adanya kesalahan pada tata cara penulisan referensi yang dijadikan sumber rujukan dalam penulisan akademik.  Dan, dalam generic structure pada penulisan Critical review yang harusnya mengeksplisitkan bagian-bagian nya secara jelas.  Kesalahan-kesalahan yang didakwakan Mr. Lala kepada kami tidak menjadikan kami patah arang dalam mengikuti mata kuliah yang satu ini.  Justru sebagai motivasi untuk belajar, karena sepotong intan terbaik dihasilkan dari panasnya suhu bumi yang memanggang batu biasa menjadi sepotong intan yang tak ternilai (Darwis Tere Liye, 2013).  Untuk itu, dalam Class Review yang kelima ini saya akan membahas isi-isu penting yang harus kita pahami dalam kepenulisan (Writing).
            Dalam sistem penulisan, wacana merupakan unit kebahasaan yang lebih besar dari pada kalimat dan klausa, yang mempunyai hubungan antara unit kebahasaan yang satu dengan yang lainnya.  Wacana merupakan satuan bahasa yang terlengkap; dalam hirarki gramatikal tertinggi atau terbesar.  Wacana ini direalisasikan dalam bentuk wacana yang utuh.  Sedangkan bahasa adalah sistem lambang bunyi arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.  Kemudian mengenai teks mengacu pada bahasa yang berfungsi menyampaikan pesan atau berkomunikasi.  Adapun kriteria yang bersifat internal teks adalah kesatuan makna (kohesi) dan kepaduan kalimat atau keterkaitan antar kalimat (koherensi).  Sedangkan kriteria yang bersifat eksternal teks adalah intertekstualitas (setiap teks yang saling berkaitan secara sinkronis dan diakronis), intensionalitas (cara atau usaha unutk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan melalui sikap bicara, intonasi dan ekspresi wajah, informativitas (kuantitas dan kualitas informasi), dan situasionalitas adalah siatuasi tuturan (http://ratihadelestari/bahasa-teks-konteks-dan-co-teks.blogspot.com).  Dalam memahami Writing, ada beberapa isu-isu penting yang harus kita pelajari.  Hal ini dimaksudkan agar kita lebih memahami teks tersebut, yakni:
Tentang Konteks
Konteks adalah sesuatu yang melatarbelakangi lahirnya sebuah teks.  Konteks juga disebut sebagai sesuatu yang menyertai atau yang bersama dengan teks.  Tanpa adanya konteks, maka suatu teks tidak akan ada.
Konteks menurut Miko Lehtonen (2000: 110-114), konteks akan selalu berhubungan dengan teks.  Dimana setiap teks selalu memiliki konteks yang mendekati dan mengelilinginya, baik itu temporal maupun lokal.  Konteks ini saling berkaitan dengan teks dan dengan prakterk-praktek manusia lainnya.  Dalam pemikiran tradisional tentang teks dan konteks, konteks dipandang sebagai latarbelakang yang terpisah dari teks, yang dalam peran tertentu informasi tambahan bisa menjadi bantuan dalam memahami teks itu sendiri.  Lehtonen menyebutkan bahwa konteks juga sebagai co-teks, yang artinya teks yang bersifat sejajar, koordinatif dan teks yang lain itu bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi).  Co-teks berfungsi sebagai alat bantu memahami dan menganalisis wacana.  Gay Cook memberikan beberapa perbedaan dimensi konteks, yakni:
1.      Ranah substansi: materi fisik yang membawa atau yang disampaikan oleh teks
2.      Musik dan gambar
3.      Paralanguage: bahasa yang menyertai perilaku seseorang, seperti kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah, sentuhan (dalam kecepatan), pemilihan jenis huruf dan ukuran huruf (dalam sistem kepenulisan)
4.      Situasi: sifat dan hubungan objek dengan orang-orang di sekitarnya dari teks tersebut, seperti yang dirasakan penggunanya
5.      Co-teks: teks yang mendahului atau mengikuti analisis, dan yang peserta menilai wacana yang sama
6.      Interteks: teks yang satu memiliki hubungan dengan teks yang lain atau bisa disebut juga dengan hubungan antar teks
7.      Participant: mengacu pada interpretasi mereka mengenai pengetahuan, keyakinan, sikap interpersonal, afiliasi dan perasaan
8.      Fungsi: mengacu pada apa yang pengirim dan alamat yang dikirim maksudkan atau apa yang dilakukan oleh penerima dan alamatnya
Konteks memainkan peran penting terhadap apa yang digambarkan dalam memahami suatu teks.  Konteks akan selalu bersanding bersama teks, kebersamaan itu sering diartikan sebagai bagian yang ada di dalam teks.  Dengan demikian, teks adalah bahan baku makna, yang mengaktifkan (dan juga memproduksi) pembaca sumber kontekstual: sumber daya linguistik, konsepsi realitas, nilai, keyakinan dan sebagainya.  Selain itu, konteks akan ada pada dalam membaca dan menulis.  Untuk itu, akan sangat tidak mungkin untuk memisahkan antara teks dan konteks menjadi bagian dari masing-masing.
            Sedangkan konteks menurut Ken Hyland (2009: 44-48), mengacu pada cara seseorang memahami tulisan itu telah berkembang melalui pemahaman yang semakin luas-yakni dengan cara memahami konteksnya.  Pembentukan makna bukanlah berada dalam sebuah kata-kata, akan tetapi diciptakan melalui interaksi antara pembaca dan penulis, dan keduanya memahami kata-kata tersebut dengan cara yang berbeda dan masing-masing berusaha menebak niat atau maksud satu sama lain.  Van Dijk (2008) mengatakan bahwa hal tersebut bukan situasi sosial yang mempengaruhi (atau dipengaruhi oleh) wacana, akan tatapi suatu cara peserta (pembaca dan penulis) mendefinisikan situasinya.  Sebuah konteks yang demikian itu, bukan semacam kondisi yang ‘objektif’ atau penyebab langsung, melainkan konstruksi ‘subyektif’ yang dirancang dan diperbaharui.  Dalam sebuah interaksi oleh peserta (pembaca dan penulis) sebagai anggota kelompok dan masyarakat.  Untuk itu, semua orang yang berada dalam situasi sosial yang sama, cenderung akan berbicara dengan cara yang sama.
            Sebagai gantinya kita harus melihat konteks sebagai sekelompok variabel statis yang mengelilingi penggunaan bahasa, kita harus melihat hal ini berdasarkan secara sosial, berkelanjutan secara interaktif dan terikat oleh waktu (Duranti dan Goodwin, 1992).  Harus diakui bahwa bagaimanapun, konteks yang jarang dianalisis dalam dirinya sendiri dan biasanya diambil untuk diberikan atau didefinisikan agak impresionis.  Mengingat semua situasi diamana kita bisa membaca atau menulis, konteks mungkin bersifat intuitif (berdasarkan hati) yang mencakup semua aspek.  Cutting (2002) memberikan tiga gambaran dalam memandang konteks, yaitu:
        i.            Situational Context: apa yang orang tahu tentang apa yang mereka lihat disekitar mereka
      ii.            Background Knowledge: apa yang orang tahu tentang dunia, apa yang mereka tahu tentang aspek kehidupan, dan apa yang mereka ketahui tentang satu sama lain
    iii.            Co-textual Context: apa yang orang tahu tentang apa yang mereka telah katakan
Systemic Fungsional Linguistic memandang konteks telah berusaha untuk menunjukkan bagaimana konteks meninggalkan jejak mereka di (atau disajikan dalam) pola pennggunaan bahasa.  Halliday mengembangkan analisis mengenai konteks berdasarkan gagasan behwa teks adalah hasil dari pilihan bahasa penulis dalam konteks situasi tertentu (Malinowski, 1949).  Ada 3 (tiga) pandangan Halliday mengenai konteks, yakni: a). Field [mengacu pada apa yang terjadi, jenis aksi sosial, atau apa yang mengenai tentang teks (topik bersama dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan pola biasanya digunakan untuk mengekspresikan itu)], b). Tenor [mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran, dan hubungan peserta (status dan kekuasaan mereka misalnya: pengaruh keterlibatan, formalitas dan kesopanan)], dan c). Mode [mengacu pada bagian bahasa apa yang dipakai, apa yang peserta harapkan untuk apa yang mereka lakukan (apakah lisan atau tertulis, bagaimana informasi tersebut dibangun dan sebagainya)].
Tentang Literasi
‘Writing, together with reading, is an act of literacy: how we actually use language in our everyday lives’ (Ken Hyland, 2009)
Menurut Hyland, yang dimaksud dengan literasi adalah tindakan penggunaan bahasa dalam keseharian hidup kita, yakni membaca dan menulis.  Akan tetapi, Hyland juga berpendapat bahwa literasi dipandang sebagai satu set diskrit, keterampilan teknis bebas nilai yang meliputi decoding dan encoding makna, memanipulasi alat-alat menulis, mengamati korespondensi bentuk suara yang belajar melalui pendidikan formal.  Barton dan Hamilton (1998) mendefinisikan praktek literasi sebagai cara umum budaya menggunakan bahasa tertulis yang tergambar pada kehidupan mereka.  Barton mengidentifikasi praktik literasi sebagai praktik sosial, hal ini dapat dilihat dari cara pandang Barton mengenai literasi, yakni:
a)      Literacy is a social activity and is best described in term of people literacy practices;
b)      People have different literacies which are associated with different domains of life;
c)      People literacy practices are situated in broader social relations, making it necessary to describe the settings of literacy events;
d)     Literacy practices are patterned by social instituition and power relationship and some literacies are more dominant, visible and influential than others;
e)      Literacy based on a system of symbols as a way of representing the world to other and to ourselves;
f)       Our attitudes and values with respect to literacy guide our actions to communication;
g)      Our life histories contain many literacy event from which we learn and which contribute to the present;
h)      A literacy event also has a social history which help create current practices.
Tentang Budaya
            Budaya secara umum dipahami sebagai jaringan historis yang ditransmisikan dan secara sistematis, makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan pembelajran yang terikat dengan budaya (Lantolf, dikutip oleh Ken Hyland, 2009).  Kemudian, nilai-nilai budaya direfleksikan pada dan dibawa melalui bahasa, juga budaya menyediakan kepada kita hal tertentu yang diambil-untuk-diberikan mengorganisasikan persepsi dan apa yang diharapkan, termasuk dalam penggunaaan kepenulisan untuk memahami dan berkomunikasi.
Tentang Teknologi
            Tidak dipungkiri bahwa teknologi memainkan peran penting dalam perkembangan literasi.  Sebut saja-Internet, adalah salah satu produk teknologi yang memiliki dualisme fungsi.  Dalam satu sisi, internet memberikan kemudahan dalam pengaksesan informasi.  Akan tetapi di sisi yang lain, Internet memberikan dampak yang buruk bagi penggunanya.  Kadang, pengaruh media ini dapat memperjelas makna yang ingin kita sampaikan kepada pembaca melalui gambar-gambar yang tertera pada tulisa kita. 

Tentang Genre
            Genre adalah istilah untuk mengklasifikasikan teks secara bersama, yang mewakili bagaimana penulis menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain (pembaca) dalam situasi tertentu.  Setiap genre memiliki kekhasan masing-masing.  Genre adalah proses sosial, karena setiap anggota dari interaksi budaya untuk mencapai sesuatu, karena ketika sebuah teks berbagi tujuan yang sama, maka teks itu juga memeiliki kesamaan struktur, dan begitupun akan ada kesamaan genre.
Tentang Identitas
            Identitas mengacu pada cara seseorang memberikan gambaran mengenai dirinya kepada orang lain (Benwell dan Stokoe, yang dikutip oleh Ken Hyland, 2009).  Identitas itu dapat dilihat dalam teks yang kita tulis, hal ini terlihat pada pilihan bahasa yang kita buat, sehingga bergerak dari identitas pribadi ke ranah umum, dan dari proses yang tersembunyi ke ranah kognisi konstruksi sosial yang dinamis dalam wacana.  Seperti yang dikemukakan oleh Ken Hyland (2009), yakni ‘Identity is something we do, not something we have.’
            Dapat disimpulkan bahwa antara konteks, literasi, budaya, teknologi, genre dan identitas memiliki keterkaitan  yang sangat erat.   Hyland (2009) dan Lehtonen (2000) memandang konteks sebagai sesuatu yang melatarbelakangi terlahirnya sebuah teks, sesuatu yang akan selalu bersama dengan teks, dan juga memandang konteks sebagai suatu co-teks yang artinya teks yang mendahului atau mengiringi teks yang lain.  Co-teks juga berfungsi alat bantu menganalisis wacana.  Adanya konteks melahirkan teks, dan adanya sebuah teks berhubungan dengan  adanya praktek literasi (baca-tulis).  Praktek literasi akan berpengaruh terhadap praktek budaya, karena salah satu fungsi literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya (Chaedar Alwasilah, 2012).  Interaksi budaya antar kelompok sosial ini adalah bagian dari genre.  Dan praktek budaya ini dipengaruhi oleh praktik teknologi yang semakin hari semakin canggih.  Kemudian dari semua praktik tersebut, akan memunculkan identitas mengenai gambaran dirinya kepada orang lain.




Referensi
Alwasilah, Chaedar. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: Kiblat Buku Utama.
Hyland, Ken.  2009. Teaching and Researching Writing (2nd bookFi.org).pdf.
Lehtonen, Miko. 2000. The Cultural Analysis of Text (bookFi.org).pdf
http://ratihadelestari/bahasa-teks-konteks-dan-co-teks.blogspot.com diunduh pada tanggal 9 Maret 2014 pukul 19.00 WIB
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment